Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juni 2012 -
Baca: Ayub 42:1-6
"Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal." Ayub 42:2
Tak seorang pun dari kita ingin menjadi orang gagal dan terpuruk,
melainkan menjadi orang berhasil dan sukses dalam segala hal.
Mungkinkah? Sangat mungkin! Karena hidup yang berhasil dan diberkati
adalah rancangan Tuhan bagi anak-anakNya. Memang untuk berhasil tidak
semudah membalikkan telapk tangan. Terkadang kita harus menghadapi
banyak sekali ujian, tantangan dan harga yang harus dibayar. Banyak
contoh tokoh besar dalam Alkitab yang sebelum mengalami penggenapan
janji Tuhan dan diberkati harus mengalami proses demi proses lebih
dahulu.
Ayub adalah seorang yang berhasil. Sebagai orang yang berhasil
bukan berarti Ayub tidak pernah gagal dalam hidupnya. Ayub pun harus
mengalami kegagalan demi kegagalan, penderitaan dan keterpurukan. Namun
Ayub tidak pernah menyerah dan putus asa di tengah jalan. Ia tetap
bangkit dan mengarahkan pandangannya kepada Tuhan. Ayub tetap bersyukur
kepada Tuhan. Di tengah keterpurukannya Ayub masih bisa berkata, "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga
aku akan kembali ke dalamnya. Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil,
terpujilah nama Tuhan!" (Ayub 1:21) dan "Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima
yang buruk? Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan
bibirnya." (Ayub 2:10b).
Gagal bukan akhir segalanya. Tetaplah mengucap syukur seperti
Ayub, karena kegagalan bukan rencana Tuhan walau terkadang Tuhan ijinkan
kegagalan itu terjadi supaya kita belajar tidak sombong, dan belajar
bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Kegagalan mengingatkan kita untuk
introspeksi diri, mungkin selama ini kita mengandalkan kekuatan sendiri
dan tidak melibatkan Tuhan dalam setiap rencana kita. Kadang kita
diijinkan gagal supaya kita tidak sombong dan mengajar kita untuk
berharap dan bergantung kepada Tuhan dalam segala hal.
Di tengah proses yang ada Ayub tidak keluar dari jalan Tuhan dan
tetap melekat kepadaNya; dan janji Tuhan itu ya dan amin, Tuhan
memberkati Ayub "...dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu." Ayub 42:10
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juni 2012 -
Baca: Hakim-Hakim 3:31
"Sesudah dia, bangkitlah Samgar bin Anat; ia menewaskan orang Filistin
dengan tongkat penghalau lembu, enam ratus orang banyaknya. Demikianlah
ia juga menyelamatkan orang Israel." Hakim-Hakim 3:31
Kitab Hakim-Hakim adalah kitab yang mencatat tentang penderitaan dan
kesesakan yang dialami oleh bangsa Israel dan karena ketidaktaatan
mereka kepada Tuhan, sehingga mereka secara silih bergani dikuasai oleh
bangsa lain (musuh). Meski demikian Tuhan tidak tinggal diam membiarkan
bangsa Israel hidup menderita. Untuk membela umatNya, Tuhan
membangkikan hakim-hakim.
Salah satu orang yang dipilih Tuhan untuk menjadi hakim atas Israel adalah Samgar. Arti nama Samgar
adalah pedang. Ia dipilih Tuhan untuk menyelamatkan bangsa Israel dari
tangan orang-orang Filistin. Dilihat dari latar belakangnya, Samgar
bukanlah tentara atau orang yang ahli dalam berperang. Ia berasal dari
kalangan orang biasa, seorang petani. Kalau Samgar seorang tentara atau
prajurit tentunya senjata yang ia pegang adalah pedang, tetapi Alkitab
jelas menyatakan bahwa senjata yang ia bawa adalah tongkat penghalau
lembu yang terbuat dari kayu, yang biasa digunakan petani untuk menusuk
lembu agar bergerak maju. Tetapi di tangan Tuhan yang Mahakuasa, Samgar
diangkatNya dan beroleh peninggian, ia menjadi pahlawan bagi
bangsanya. Sungguh benar apa yang dikatakan Pemazmur bahwa
"...bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun
datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya
yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." (Mazmur 75:7-8). Sesuai
dengan namanya yang berarti 'pedang', Tuhan memakai tongkat penghalau
lembu yang Ia ubah menjadi seperti mata pedang sehingga 600 tentara
Filistin terbunuh di medan perang. Samgar tampil sebagai pahlawan dan
penyelamat bangsanya.
Mungkin kita berkata, "Tidak ada yang bisa saya banggakan."
Jangan pernah menyerah! Ia mampu mengubah yang biasa menjadi luar
biasa. Yang tidak diperhitungan dan tidak punya arti di hadapan manusia
dapat dipilih Tuhan menjadi alat kemuliaanNya. Apakah kita sedang
menghadapi masalah dan pergumulan berat?
Ingat, kita punya Yesus yang kuasa dan kekuatanNya sangat tak terbatas, Dia pasti sanggup menolong kita.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juni 2012 -
Baca: Ibrani 2:1-4
"Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus." Ibrani 2:1
Ada satu jenis ikan yang mempunyai keunikan, karena selain dapat
berkembang biak di air tawar (daerah pegunungan), ia dapat pula hidup di
air asin (laut) setelah dewasa. Ikan itu adalah ikan salmon. Ketika
tiba waktunya untuk bertelur dan berkembang biak, ikan jenis ini akan
melawan arus air untuk kembali ke habitat asalnya yaitu air tawar di
daerah pegunungan, meski harus bersusah payah bahkan berusaha untuk
melompat apabila airnya menurun. Tidak jarang sebelum sampai ke habitat
asalnya, mereka dimakan oleh binatang lain yaitu beruang. Jadi ikan
salmon dapat menempuh jarak ratusan kilometer. Terkadang untuk mencapai
daerah pegunungan sekujur tubuhnya harus terluka. Dan barulah setelah
tiba di habitat asalnya, ikan salmon itu bertelur dan kemudian mati.
Berani melawan arus dunia ini dan memiliki kehidupan yang berbeda adalah kehendak Tuhan bagi orang percaya. "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna."
(Roma 12:2). Namun banyak orang Kristen lebih suka mengikuti arus
dunia, memiliki kehidupan yang tidak berbeda dari orang-orang dunia dan
mengabaikan jalan-jalan Tuhan.
Mari belajar dari Kaleb dan Yosua yang berani bertindak sebaliknya,
berani melawan arus saat kesepuluh rekannya merasa pesimis untuk dapat
masuk ke tanah Kanaan. Kaleb dengan berani berkata, "Tidak! Kita akan maju dan menduduki negeri itu, sebab kita pasti akan mengalahkannya!"
(Bilangan 13:30). Kaleb dan Yosua tetap berpegang pada iman dan
keteguhan hatinya. Berani menentang arus berarti berani membayar harga,
siap menanggung resiko dan bahkan nyawa menjadi taruhannya. Ketika
tetap teguh mengikuti jalan Tuhan dan tidak mau mengikuti arus, Kaleb
dan Yosua nyaris mati karena orang-orang Israel hendak melempari mereka
dengan batu. Namun Tuhan membela dan meluputkan yang bersungguh hati
melayani Dia. Beranikah kita melawan arus dan mempertahankan hidup
benar meski di tengah dunia yang bobrok ini?
Berani melawan arus berarti tidak lagi berkompromi dengan dosa!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juni 2012 -
Baca: Mazmur 28:1-9
"Tuhan adalah kekuatan umat-Nya dan benteng keselamatan bagi orang yang diurapi-Nya!" Mazmur 28:8
Istilah 'pengurapan' bukanlah kata yang asing, ini sudah sangat familiar
di kalangan orang percaya atau orang-orang Kristen. Kita sering
mendengar ajakan dari teman, "Ayo datang ke ibadah, karena nanti
disertai pengurapan oleh hamba Tuhan." Atau saat altar call
hamba Tuhan berkata, "Bagi Saudara-saudara yang rindu diurapi, silahkan
maju ke depan." Namun seringkali banyak orang Kristen yang tidak
mengerti dan memahami apa makna dari pengurapan itu. Adapun makna
pengurapan adalah Tuhan mengambil alih segenap kehidupan kita; Tuhan
mengatur dan mengendalikan hidup kita dan Tuhan mematikan manusia lama
kita sehingga kita hidup menurut pimpinan Roh kudus.
Salah satunya adalah pengurapan minyak. Dalam Perjanjian Lama,
pengurapan minyak digunakan untuk mengurapi kepala Imam Besar dan
keturunannya serta mengurapi Bait Suci dan perabotnya sebagai tanda
disucikan dan dikuduskan bagi Tuhan. Sedangkan dalam Perjanjian Baru,
pengurapan minyak digunakan murid-murid Yesus untuk mengurapi orang
sakit dan menyembuhkan mereka (baca Markus 6:13).
Dalam Yakobus 5:14 disebutkan bahwa para penatua jemaat mengurapi orang
sakit dengan minyak untuk pelayanan kesembuhan bagi orang sakit.
Terjadi aliran kuasa Tuhan setiap kali pengurapan minyak dilakukan
hamba Tuhan. Artinya kuasa Tuhan yang dahsyat akan mengalir dan bekerja
atas orang itu. Daud adalah contoh pribadi yang mengalami pengurapan
luar biasa dari Tuhan. Dalam 1 Samuel 16:12-13 a-b dinyatakan bahwa
Tuhan memerintahkan Samuel untuk mengurapi Daud, "Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia. Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan mengurapi Daud
di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari itu dan seterusnya
berkuasalah Roh Tuhan atas Daud." Ada dampak yang luar biasa dalam
diri Daud setelah ia diurapi Tuhan. Kuasa Tuhan senantiasa menyertai
hidup Daud. Berkat yang berkelimpahan, kemenangan, kekuatan dan
perlindungan senantiasa menyertai perjalanan hidupnya.
Sebagai orang percaya, kita diberi pengurapan sesuai dengan janji
Tuhan asalkan kita intim denganNya, hidup taat, senantiasa menyenangkan
hatiNya.!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juni 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 4:1-12
"Kamu telah mendengar dari kami bagaimana kamu harus hidup supaya
berkenan kepada Allah. Hal itu memang telah kamu turuti, tetapi baiklah
kamu melakukannya lebih bersungguh-sungguh lagi." 1 Tesalonika 4:1
Sudahkah kita membuat keputusan untuk bersungguh-sungguh di dalam
Tuhan? Adakah suatu peristiwa yang membuat Saudara mengambil komitmen
dan mengalami titik balik dalam hidup? Misal: saat kita disembuhkan
dari sakit-penyakit dan mengalami mujizat dari Tuhan, kita berkomitmen
melayani Tuhan dan makin sungguh-sungguh di dalam Dia; saat kita
ditinggalkan oleh orang kita kasihi untuk selama-lamanya, ini
menyadarkan kita bahwa semua yang ada di dunia ini hanyalah fana, lalu
kita berjanji untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Jangan sampai kita
terlambat atau merasa terlambat mengambil keputusan. Kalau tidak
sekarang, kapan lagi? Selagi kita masih bernafas dan memiliki
kesempatan gunakan waktu yang ada untuk berbuat sesuatu bagi Tuhan
karena Dia segera datang. Mari semakin giat melayani Tuhan dengan roh
yang menyala-nyala.
Apabila seorang hamba mengetahui bahwa tuannya akan segera datang,
tidakkah ia mempersiapkan diri untuk menyambut tuannya itu? Jadi "Berbahagialah hamba-hamba yang didapati tuannya berjaga-jaga ketika ia datang." (Lukas 12:37a), dan "Berbahagialah
hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu
datang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya tuannya itu akan mengangkat
dia menjadi pengawas segala miliknya." (Lukas 12:43-44). Siapakah
kita menyambut kedatangan Tuhan Yesus? Henokh tidak menunda-nunda
waktu untuk melekatkan hidupnya kepada Tuhan. Selama 300 tahun ia terus
membangun kekariban dengan Tuhan. 300 tahun bukanlah waktu yang
singakt, tapi waktu yang panjang dan lama, dan bisa dipastikan dalam
kurun waktu itu juga dihadapkan pada ujian dan tantangan, namun Henokh
tetap konsisten menjaga hubungannya dengan Tuhan.
Bagaimana dengan Saudara? Masihkah terus disibukkan mengejar
materi lalu perkara-perkara rohani kita kesampingkan? Pilihan ada di
tangan Saudara! Ingat, keputusan Saudara hari ini akan berdampak pada
masa yang akan datang.
Henokh diangkat Tuhan hidup-hidup karena hidupnya sangat berkenan kepada Tuhan dan senantiasa bergaul karib dengan Dia.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juni 2012 -
Baca: Ibrani 11:5-6
"Karena iman Henokh terangkat, supaya ia tidak mengalami kematian, dan ia tidak ditemukan, karena Allah telah mengangkatnya." Ibrani 11:5a
Dalam Alkitab disebutkan ada dua orang yang tidak mengalami kematian dan
diangkat hidup-hidup oleh Tuhan yaitu Henokh dan Elia. "...tiba-tiba datanglah kereta berapi dengan kuda berapi memisahkan keduanya, lalu naiklah Elia ke sorga dalam angin badai."
(2 Raja-Raja 2:11). Mereka diangkat hidup-hidup oleh Tuhan dan tidak
mengalami kematian karena mereka adalah orang-orang yang menjaga
hidupnya berkenan kepada Tuhan. Alkitab juga menyatakan bahwa pada
saatnya nanti Tuhan akan mengangkat umatNya. Inilah yang disebut dengan
rapture. Kata rapture merupakan terjemahan dari kata Yunani harpazo yang memiliki pengertian terangkat ke sorga. Rapture dapat didefinisikan sebagai pengangkatan jemaat Tuhan untuk beroleh tubuh kemuliaan. Peristiwa yang terjadi pada saat rapture
adalah: orang-orang yang masih hidup dalam Kristus diubahkan dalam
tubuh kemuliaan. Lalu mereka hidup dalam Kristus diubahkan dalam tubuh
kemuliaan. Lalu mereka yang telah dibangkitkan dan diubahkan diangkat
dalam awan-awan menyongsong Tuhan di angkasa (baca 1 Tesalonika 4:16-17).
Tidak rindukah kita mengalami hal yang demikian? Ataukah kita mau
tertinggal pada waktu Tuhan Yesus datang kelak? Sebelum semuanya
terlambat dan ada penyesalan mari mempersiapkan diri dengan baik dan
tidak lagi main-main dalam menjalani kehidupan ini, "karena kamu sendiri tahu benar-benar, bahwa hari Tuhan datang seperti pencuri pada malam." (1 Tesalonika 5:2).
"Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan
Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus
tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah,..." (Kejadian
5:21-22). Henokh membuat keputusan penting yaitu berkomitmen untuk
bergaul karib dengan Tuhan atau semakin melekat kepadaNya. Ada
pelajaran berharga dari Henokh ini di mana ia telah mengalami titik
balik dalam hidupnya. Pada saat usianya mencapai 65 tahun dan ia
memiliki keturunan dari Tuhan dengan menamai anak itu Metusalah, Henokh
memutuskan untuk makin bersungguh-sungguh di dalam Tuhan dan hidup benar
di hadapanNya, bahkan Alkitab menyatakan bahwa ia bergaul dengan Tuhan
selama tiga ratus tahun lagi. Luar biasa! (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juni 2012 -
Baca: Roma 7:13-26
"Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat,
melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku
perbuat." Roma 7:19
Siapakah yang tidak pernah berbuat dosa? Semua orang tanpa terkecuali,
yang tinggal di ujung bumi mana pun, adalah orang berdosa. "Tidak
ada yang benar, seorangpun tidak. Semua orang telah menyeleweng, mereka
semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun tidak."
(Roma 3:10, 12). Artinya setiap langkah hidup kita ini selalu diwarnai
khilaf dan kesalahan, dan dosa itulah yang menuntun kita kepada maut
dan kebinasaan kekal karena "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."
(Roma 6:23). Setiap hari kita selalu dihadapkan pada pergumulan
melawan dosa dan seringkali kita tak berdaya menghadapinya. Akhirnya
kita dijerat, dibuai, dikuasai dan dijajah oleh dosa. Rasul Paulus
mengakuinya: "Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki,
maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam
aku." (Roma 7:20).
Bagaimana supaya kita bisa terlepas dari dosa yang membelenggu
itu? Dengan kekuatan sendiri kita pasti tidak akan mampu. Satu-satunya
Pribadi yang dapat menolong dan melepaskan kita dari dosa adalah Tuhan
Yesus Kristus. Rasul Paulus berkata, "Aku, manusia celaka! Siapakah
yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? Syukur kepada Allah!
oleh Yesus Kristus, Tuhan kita." (Roma 7:24-25). Melalui
pengorbanan Krisus di atas kayu salib kita telah dimerdekakan dari
dosa; kita bukan lagi menjadi hamba dosa melainkan sebagai hamba
kebenaran. Karena itu "...kamu sekarang harus menyerahkan anggota-anggota tubuhmu menjadi hamba kebenaran yang membawa kamu kepada pengudusan." (Roma 6:19b).
Kini tidak ada jalan lain selain kita harus terus melekat kepada
Tuhan dan mensyukuri karya penebusan Kristus. Dan selanjunya, milikilah
komitmen untuk meninggalkan dosa dengan sepenuh hati. FirmanNya
berkata, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan." (1 Yohanes 1:9).
"Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi
siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." Amsal 28:13
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juni 2012 -
Baca: Pengkotbah 7:1-22
"Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada pergi ke rumah pesta, karena di
rumah dukalah kesudahan setiap manusia; hendaknya orang yang hidup
memperhatikannya." Pengkotbah 7:2
Sungguh benar kata Salomo: pergi ke rumah duka adalah lebih baik dari
pada pergi ke rumah pesta. Saat kita ditinggalkan orangtua, saudara,
kerabat, sahabat dan orang-orang yang kita kasihi, hati kita sedih
karena tidak bisa bertemu mereka lagi untuk selamanya. Namun saat di
rumah duka inilah kita mendapatkan pelajaran yang sangat berharga:
hidup di dunia ini hanyalah sementara; sekaya apa pun seseorang, harta
dan kekayaannya tak dibawa mati. Ini peringatan bagi yang ditinggalkan
agar hidup tidak sembrono.
Tentang kematian ada hal yang harus kita perhatikan: 1. Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi. Suatu saat semua orang tanpa terkecuali akan menghadapi kematian. "Dan sama seperti manusia ditetapkan untuk mati hanya satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi,"
(Ibrani 9:27). Kita tahu bahwa kematian tidak mengenal usia, jenis
kelamin dan juga status sosial yang dimiliki oleh seseorang, dan tak
seorang pun dari kita dapat menolak atau melarikan diri dari kematian.
Kematian juga tidak dapat kita wakilkan.
2. Kematian bukan akhir dari segalanya. Banyak orang
berpikir bahwa kematian adalah akhir dari segala sesuatu. Memang,
kematian berarti segala hal yang kita kerjakan di dunia yang fana ini
usai. Tapi bukan berarti semuanya sudah kelar, beres dan tidak ada
apa-apanya lagi. Justru kematian adalah jembatan yang menghubungkan
antara yang fana menuju kepada kekekalan. Pengkotbah 12:7 mengatakan, "dan debu kembali menjadi tanah seperti semula dan roh kembali kepada Allah yang mengaruniakannya." Perhatikan bagaimana orang kaya ini:
"... Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun
lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah!
Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh, pada malam ini
juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah kausediakan,
untuk siapakah itu nanti?" (Lukas 12:19-20). Semuanya sia-sia, bukan? Siap atau tidak siap, pada saatnya setiap kita akan menghadapi kematian.
Bagi orang percaya yang selama hidupnya tekun dan setia kepada Tuhan,
kematian adalah keuntungan karena akan bertemu dengan Tuhan Yesus dalam
kekekalan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juni 2012 -
Baca: Mazmur 39:1-14
"Sungguh, hanya beberapa telempap saja Kautentukan umurku; bagi-Mu
hidupku seperti sesuatu yang hampa. Ya, setiap manusia hanyalah
kesia-siaan!" Mazmur 39:6
Sebagai raja israel hidup Daud penuh kenyamanan: harta kekayaan yang
melimpah dan memiliki pasukan tentara yang siap menjaga negerinya.
Meski demikian Daud tidak pernah memegahkan diri. Dia sadar bahwa hidup
di dunia ini tidak untuk selamanya, hanya sementara waktu. Segala
sesuatu ada akhirnya. Daud berkata, "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh
tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10). Itulah sebabnya Daud berdoa, "Ya Tuhan, beritahukanlah kepadaku ajalku, dan apa batas umurku, supaya aku mengetahui betapa fananya aku!" (Mazmur 39:5). Bukan saja alam semesta dan segala isinya, umur manusia pun ada akhirnya.
Jika sadar bahwa umur kita ada batasnya, apa yang harus kita
perbuat dengan waktu yang sangat singkat ini? Waktu adalah anugerah
Tuhan, karena itu jangan pernah sia-siakan. Selagi kita masih bernafas
berarti ada kesempatan bagi kita mengumpulkan harta di sorga dan
berkarya bagi Tuhan. Bagi kita sebagai orang percaya, kematian bukan
lagi menakutkan, dan kita yang ditinggalkan oleh orang yang kita kasihi
tidak perlu tenggelam dan duka yang berlarut-larut. Rasul Paulus
menasihatkan, "...saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang
meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang
tidak mempunyai pengharapan. Karena jikalau kita percaya, bahwa Yesus telah mati dan telah bangkit,
maka kita percaya juga bahwa mereka yang telah meninggal dalam Yesus
akan dikumpulkan Allah bersama-sama dengan Dia." (1 Tesalonika 4:13-14).
Dengan demikian kita dapat tabah menghadapi kematian, karena semua orang tanpa terkecuali akan mengalaminya.
Bila selama hidup di dunia ini kita dengan setia mengerjakan
tugas-tugas yang dipercayakan Tuhan kepada kita dan menjalani hidup
selaras dengan firman Tuhan, maka kita pun dapat berkata seperti Rasul
Paulus, "Karena bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah
keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti
bagiku bekerja memberi buah." (Filipi 1:21-22a).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juni 2012 -
Baca: Kisah 20:17-38
"Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan
bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus
mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan:
Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima." Kisah 20:35
Umumnya sifat manusia adalah ingin memiliki atau mendapatkan tetapi
tidak mau kehilangan atau berkorban. Maunya selalu menerima namun tidak
mau memberi. Jadi yang selalu ada dalam pikiran manusia adalah
bagaimana caranya mendapatkan dan juga bagaimana caranya supaya tidak
kehilangan sesuatu.
Pikiran manusia sangat bertolak belakang dan berbeda dari pikiran dan jalan Tuhan. "Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman Tuhan."
(Yesaya 55:8). Menurut pola dunia, semakin kita berhemat, harta kita
semakin menumpuk dan kita akan semakin kaya. Apa kata firman? "Ada
yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara
luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat,
diberi kelimpahan, siapa memberi minum, ia sendiri akan diberi minum."
(Amsal 11:24-25). Alkitab menyatakan bahwa orang yang banyak memberi
berkat atau menabur justru semakin diberkati dan diberi kelimpahan oleh
Tuhan.
Mengapa kita harus banyak memberi? 1. Memberi adalah perintah Tuhan. Tuhan memberkati kita dengan tujuan supaya kita menjadi berkat bagi orang lain. "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan,
yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam
ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu." (Lukas 6:38). 2. Memberi adalah perwujudan
kasih. Kekristenan dan kasih merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Jika kita mengaku sebagai pengikut Kristus tapi dalam
kehidupan sehari-hari tidak punya kasih, sia-sialah kekristenan kita,
karena Tuhan adalah kasih, dan kasih harus diwujudkan dalam tindakan
nyata. 3. Memberi adalah jalan untuk diberkati. Melalui harta yang kita miliki kita dianjurkan untuk memuliakan Tuhan (baca Amsal 3:9).
Jadi, tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk kita nikmati sendiri,
tapi supaya kita menjadi saluran berkat dan membantu pekerjaan Tuhan di
bumi.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juni 2012 -
Baca: 2 Korintus 9:6-15
"Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita." 2 Korintus 9:7
Setiap kita pasti berharap bahwa persembahan yang kita berikan saat
beribadah di gereja, - baik itu untuk kolekte, persepuluhan, membantu
hamba-hamba Tuhan di pedesaan atau pedalaman, menjadi sponsor untuk
ladang misi, persembahan untuk pembangunan gereja, menjadi orang tua
asuh dan sebagainya, - diterima oleh Tuhan dan menyenangkan hatiNya.
Pertanyaannya: apakah persembahan itu kita berikan dengan hati yang
tulus, murni dan sukarela? Ataukah kita memberikan persembahan itu oleh
karena terpaksa atau supaya kita beroleh pujian dari manusia, sehingga
nama kita kian populer dan gelar baru pun kita sandang yaitu sebagai
seorang dermawan yang baik hati?
Jika apa yang kita persembahkan itu ingin diterima Tuhan, maka kita
harus memberinya dengan rela, tulus dan sukacita tanpa ada motivasi
terselubung dibalik itu dan jangan sampai kita memberikan dengan
terpaksa atau karena dipaksa oleh pihak lain. Jika tidak, maka
persembahan kita tidak akan berarti apa-apa di hadapan Tuhan dan tidak
mendatangkan berkat bagi kita. Mungkin dengan persembahan yang kita
berikan orang lain disenangkan, tapi belum tentu hal itu menyenangkan
hati Tuhan. Karena itu "...jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu." (Matius 6:3). Mari kita belajar seperti Daud yang senantiasa memberi persembahan kepada Tuhan dengan tulus dan rela. "Dengan rela hati aku akan mempersembahkan korban kepada-Mu, bersyukur sebab nama-Mu baik, ya Tuhan."
(Mazmur 54:8). Jangan sekali-kali mencari pujian dari manusia ketika
kita memberi persembahan, tetapi carilah pujian dari Tuhan!
Tuhan tidak melihat besar kecilnya persembahan, namun motivasi dan
ketulusan hati kita. Jangan pernah hitung-hitungan dengan Tuhan,
apalagi menahan berkat yang seharusnya kita salurkan kepada yang berhak
menerima. "Setiap orang yang kepadanya banyak diberi, dari padanya akan banyak
dituntut, dan kepada siapa yang banyak dipercayakan, dari padanya akan
lebih banyak lagi dituntut." (Lukas 12:48b).
Beri persembahan dengan hati tulus dan rela: itu menyenangkan hati Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juni 2012 -
Baca: Mazmur 17:1-15
"Peliharalah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu" Mazmur 17:8
Siapa yang mau menjadi budak? Tak seorang pun manusia di dunia ini mau
menjadi budak bagi orang lain. Budak identik dengan penderitaan dan
penindasan. Namun inilah yang dialami oleh bangsa Israel, menjadi budak
di Mesir. Sebagai budak hidup mereka sangat menderita dan berada dalam
tekanan yang hebat. Mengapa ini terjadi? Ini adalah akibat
pemberontakan mereka sendiri kepada Tuhan. Apakah Tuhan tinggal diam?
Tidak! Tuhan berkata, "Aku telah memperhatikan dengan sungguh
kesengsaraan umat-Ku di tanah
Mesir, dan Aku telah mendengar seruan mereka yang disebabkan oleh
pengerah-pengerah mereka, ya, Aku mengetahui penderitaan mereka. Sebab
itu Aku telah turun untuk melepaskan mereka dari tangan orang
Mesir dan menuntun mereka keluar dari negeri itu ke suatu negeri yang
baik dan luas, suatu negeri yang berlimpah-limpah susu dan madunya," (Keluaran 3:7-8)
Tuhan sangat mengasihi bangsa Israel, Dia tidak akan membiarkan
mereka hidup dalam penderitaan dan penindasan. Ia memiliki rancangan
luar biasa yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan
kecelakaan untuk memberikan hari depan yang penuh harapan (baca Yeremia 29:11); Ia hendak membawa mereka menuju Tanah Perjanjian, suatu negeri yang berlimpah susu dan madunya. "sebab siapa yang menjamah kamu, berarti menjamah biji mata-Nya--:" (Zakharia 2:8b), karena itu "Dikelilingi-Nya dia dan diawasi-Nya, dijaga-Nya sebagai biji mata-Nya." (Ulangan 32:10b).
Sebagai orang percaya kita sangat berharga di hadapan Tuhan,
seperti biji mataNya; berarti kita senantiasa dalam perlindungan dan
pemeliharaanNya. Pergumulan apa pun yang sedang kita alami pasti turut
dirasakanNya. Jadi jangan takut dan kuatir sebab Tuhan yang kita sembah
adalah Tuhan yang setia dan tidak pernah ingkar terhadap semua
janjiNya. Daud, yang walaupun adalah seorang raja besar, tetap
menyadari bahwa ia hanyalah manusia biasa, di mana diluar Tuhan ia tidak
bisa berbuat apa-apa dan tak berarti apa-apa. Karena itu Daud sangat
merindukan dirinya sebagai biji mata Tuhan.
Menjadi biji mata Tuhan berarti kita dijagaNya, dilindungiNya dan dipeliharaNya; karena itu jangan takut!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juni 2012 -
Baca: Ulangan 7:12-26
"Engkau akan diberkati lebih dari pada segala bangsa: tidak akan ada
laki-laki atau perempuan yang mandul di antaramu, ataupun di antara
hewanmu." Ulangan 7:14
Menjadi kaya dan memiliki materi yang berlimpah bagi orang percaya
bukanlah dosa! Tuhan sendiri berjanji bahwa berkat adalah bagian dari
kehidupan orang percaya, "Aku (Yesus) datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."
(Yohanes 10:10b). Namun yang harus diperhatikan adalah jangan sampai
hati kita hanya terfokus pada kekayaan dan menjadikan kekayaan itu
sebagai sandaran dan pengharapan kita, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada." (Matius 6:21). Sebaliknya, "Muliakanlah Tuhan dengan hartamu..." (Amsal 3:9).
Dalam pembacaan hari ini ditegaskan bahwa Tuhan berjanji akan
memberkati umatNya. Pastilah Tuhan tidak akan membiarkan orang benar
hidup dalam kekurangan, meski terkadang Ia mengijinkan itu terjadi
supaya kita belajar untuk percaya dan bergantung penuh kepadaNya. Namun
jangan sekali-kali menjadikan Tuhan sebagai sumber untuk mencari
kekayaan seperti orang-orang yang pergi ke gunung kawi, kuburan atau
dukun. Kalau itu yang menjadi motivasi kita mencari Tuhan, kelak kita
akan kecewa. Tuhan memberkati kita melimpah supaya hidup kita menjadi
kesaksian bagi banyak orang, bukan untuk memuaskan keinginan kita;
Tuhan juga tidak ingin kita mengutamakan berkatNya melebihi PribadiNya
yang adalah Sang Pemberi berkat itu sendiri; Tuhan memberkati kita
sebagai bukti bahwa Ia sangat mengasihi kita; Tuhan memberkati kita
untuk menegaskan bahwa Dia sanggup memelihara hidup kita sebagaimana
tertulis: "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Ada satu hal yang seringkali kita lupakan, bahwa untuk menikmati berkat-berkat Tuhan ada syaratnya, "...karena kamu mendengarkan peraturan-peraturan itu serta melakukannya
dengan setia, maka terhadap engkau TUHAN, Allahmu, akan memegang
perjanjian dan kasih setia-Nya yang diikrarkan-Nya dengan sumpah kepada
nenek moyangmu." (Ulangan 7:12). Perhatikan ini dengan sungguh!
Untuk diberkati Tuhan, syaratnya simple, yaitu setia mendengar firmanNya dan melakukannya.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juni 2012 -
Baca: Wahyu 7:9-17
"sesungguhnya, suatu kumpulan besar orang banyak yang tidak dapat
terhitung banyaknya, dari segala bangsa dan suku dan kaum dan bahasa,
berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba, memakai jubah putih
dan memegang daun-daun palem di tangan mereka." Wahyu 7:9
Untuk menjadi orang Kristen yang bertumbuh dan berbuah sampai masa tua
tidak ada jalan lain selain harus berakar kuat kepada Tuhan Yesus yang
adalah Sumber Air Kehidupan. Seringkali kita ingin menikmati
berkat-berkat Tuhan secara cepat tetapi tidak mau diproses. Tuhan
menghendaki agar anak-anakNya menjadi seperti pohon korma, tetapi kuat
dan menghasilkan buah meski di tengah kegersangan dan badai kehidupan.
Pohon korma melambangkan pertumbuhan rohani yang baik, keindahan,
kemenangan, sukacita dan menjadi berkat bagi banyak orang. Dalam kitab
Raja-Raja disebutkan bahwa Bait Suci Salomo juga menggunakan lambang
pohon korma sebagai motif untuk keindahan bangunanannya: "Dan pada segala dinding rumah itu berkeliling ia mengukir gambar kerub,
pohon korma dan bunga mengembang, baik di ruang sebelah dalam maupun di
ruang sebelah luar. Pada kedua daun pintu yang dari kayu minyak itu ia mengukir gambar
kerub, pohon korma dan bunga mengembang, kemudian dilapisinya dengan
emas; juga pada kerub dan pada pohon korma itu disalutkannya emas."
(1 Raja-Raja 6:29, 32). Pohon korma atau palem juga berbicara tentang
kemenangan dan sukacita. Ini digambarkan ketika penduduk Yerusalem
mengelu-elukan Yesus dengan daun-daun palem sebagai simbol
kemenanganNya: "mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil
berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan,
Raja Israel!" (Yohanes 12:13). Ayat nas menyatakan tentang
sukacita orang-orang percaya yang setia sampai akhir hidupnya dan
beroleh mahkota kehidupan dari Tuhan. Masing-masing memegang daun-daun
palem (korma) tanda kemenangan.
Bagaimana dengan kita? Dalam menjalani hidup yang penuh ujian dan
tantangan ini tidak seharusnya kita mengeluh dan menjadi lemah,
sebaliknya harus makin kuat dan hidup dalam kemenangan senantiasa meski
di tengah situasi dan kondisi yang penuh tekanan dan ujian.
Sebagai anak-anak Tuhan, kita ini lebih daripada pemenang!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juni 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Orang benar akan bertunas seperti pohon korma, akan tumbuh subur seperti pohon aras di Libanon;" Mazmur 92:13
Bukanlah asal jika pemazmur menggambarkan kehidupan yang benar akan
bertunas seperti pohon korma. Pohon korma atau pohon palem adalah salah
satu jenis pohon yang paling sering ditulis di dalam Alkitab, terutama
Perjanjian Lama. Pasti ada alasannya mengapa Tuhan sering menggunakan
lambang pohon korma ini di dalam firmanNya.
Pohon korma dapat hidup dan tumbuh secara ajaib di padang gurun.
Di padang yang kering dan berpasir itu biji korma yang ditanam tidak
akan langsung bertumbuh ke atas, namun membutuhkan waktu yang cukup
lama, bahkan bisa sampai bertahun-tahun. Ternyata pada masa-masa itu
biji korma akan bertumbuh ke bawah, mencari dan menuju kepada sumber air
yang tersembunyi di bawahnya hingga biji itu semakin besar dan semakin
kuat berakar ke dalam. Bahkan sudah menjadi tradisi jika seorang petani
menanam biji korma akan dengan sengaja menekan biji itu sedemikian rupa
dengan menggunakan batu besar supaya biji itu makin terbenam ke dalam
dan makin bertumbuh ke bawah, sehingga aman dari badai gurun yang
sewaktu-waktu menerpa. Pada saatnya, tunas korma itu akan menggulingkan
batu yang menekannya itu, lalu bertumbuh ke atas dan tidak tergoyahkan
meski ada badai sekalipun, karena akarnya telah kuat mengakar ke dalam,
dan pada waktunya, tanaman korma itu akan menghasilkan buah dan terus
berbuah sampai pada masa tuanya.
Proses perjuangan pohon korma untuk bertumbuh dan menghasilkan buah
meski hidup di tengah padang gurun adalah simbol dari kehidupan orang
percaya yang dikehendaki Tuhan. Berakar kuat, terus bertumbuh dan
menghasilkan buah yang lebat meski harus diperhadapkan pada masalah dan
penderitaan. Masalah dan penderitaan adalah proses menuju kepada
pendewasaan iman. Alkitab menyatakan, "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia
sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan
Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Namun banyak anak-anak Tuhan tidak tahan ketika ia harus berada di
'padang gurun'. Mereka terus mengeluh, bersungut-sungut, mengomel,
menyalahkan Tuhan. Akibatnya iman mereka tidak bisa bertumbuh.
(Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juni 2012 -
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa
seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah
aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." 1 Korintus 13:11
Jika kita dikatakan sebagai orang Kristen yang masih kanak-kanak kita
pasti tidak mau dan langsung protes. Kita akan berkata, "Saya sudah
menjadi Kristen bertahun-tahun, bahkan sudah ikut pelayanan, masak saya
masih dibilang Kristen kanak-kanak." Perlu ditegaskan lagi bahwa lama
telah menjadi Kristen atau bertahun-tahun tidak menjamin seseorang itu
dewasa rohani. Karena itu kita perlu berhati-hati dan jangan sampai
kita membangga-banggakan kekristenan kita.
Salah satu sifat kanak-kanak adalah tidak sabar. Bukankah masih
banyak orang Kristen yang memiliki sifat tidak sabar? Kita langsung
bersungut-sungut, mengeluh dan menggerutu ketika doa kita belum juga
dijawab oleh Tuhan. Kita tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan:
Hari ini minta, maunya hari ini pula dipenuhi. Kita berusaha menyuruh
Tuhan dan memaksaNya untuk menuruti segala kemauan dan keinginan kita
sesuai dengan cara yang kita tetapkan.
Tak beda jauh dengan bangsa Israel, meski sudah mengalami
pertolongan Tuhan yang luar biasa tetap saja mengeluh dan
bersungut-sungut padahal Tuhan telah membawa mereka keluar dari negeri
perbudakan (Mesir). Di padang gurun perbuatan ajaib Tuhan senantiasa
menyertai mereka. Namun mulut mereka tetap saja dipenuhi keluh kesah
dan persungutan. Mereka tidak sabar dengan cara Tuhan bekerja.
Akibatnya Tuhan mengijinkan mereka berputar-putar di padang gurun selama
40 tahun sebelum mencapai Tanah Perjanjian (Kanaan), walau
sesungguhnya "Sebelas hari perjalanan jauhnya dari Horeb sampai kadesh-Barnea, melalui jalan pegunungan Seir." (Ulangan 1:2).
Apakah kita suka bersungut-sungut dan marah kepada Tuhan? Ini
adalah tanda bahwa kita masih tergolong orang Kristen kanak-kanak.
Sifat kekanak-kanakan tidak tergantung umur karena banyak orang dewasa
masih saja bersifat kekanak-kanakan.
Tujuan hidup kita bukan sebatas mengejar materi atau perkara-perkara
duniawi saja, karena itu buang sifat kanak-kanak dan belajarlah dewasa
supaya kita dapat mengerti kehendak Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juni 2012 -
Baca: Efesus 2:1-10
"Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,
supaya kita hidup di dalamnya." Efesus 2:10
Adalah hal yang wajar jika orang dunia menilai bahwa kesuksesan seseorang diukur berdasarkan uang yang banyak, rumah di kawasan elite,
mobil mewah lebih dari satu dan ketenaran atau jabatan yang tinggi.
Apa itu sukses? Sukses berarti berhasil atau mencapai suatu hasil akhir
yang memuaskan. Istilah sukses itu sinonim dengan pencapaian (achievement),
keberuntungan, kemakmuran dan kemenangan. Namun inikah yang sukses
sesungguhnya? Ketahuilah bahwa segala yang kita miliki tidak akan
berarti apa-apa jika semua itu tidak menolong kita untuk meraih
kehidupan yang kekal. "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?
Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"
(Matius 16:26). Tidak salah memiliki segala sesuatu secara materi,
namun jika hidup kita hanya dimulai dan diakhiri dengan tujuan materi
saja, maka kita disebut sebagai orang yang paling malang. Rasul Paulus
berkata, "Jikalau kita hanya dalam hidup ini saja menaruh pengharapan pada
Kristus, maka kita adalah orang-orang yang paling malang dari segala
manusia." (1 Korintus 15:19).
Sukses menurut Alkitab adalah memiliki hidup yang berkenan kepada
Tuhan dan mampu memenuhi tujuan hidup yang Tuhan kehendaki. Ada banyak
orang yang menjalani hidup seolah-olah tujuan hidup mereka adalah untuk
bersenang-senang dan mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya. Bukankah
hidup di dunia ini hanyalah sementara? Tuhan Yesus saat berada di bumi
tidak memiliki apa-apa. Tertulis: "Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya." (Matius 8:20). Tujuan hidup Yesus adalah untuk melakukan kehendak Bapa di sorga.
Kita sukses bukan karena memiliki harta melimpah atau lain-lain
secara materi. Kita bisa dikatakan sukses jika kita sedang mengerjakan
sesuatu yang Tuhan tetapkan dan sedang menjalani kehidupan yang sesuai
dengan kehendak dan rencanaNya.
Harta kekayaan tidak menyelamatkan, tapi ketaatan dan kesetiaan
mengerjakan kehendak Tuhan itu yang membawa kita kepada kehidupan kekal
kelak!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juni 2012 -
Baca: 2 Raja-Raja 1:1-18
"Engkau tidak akan bangun lagi dari tempat tidur, di mana engkau berbaring, sebab engkau pasti akan mati." 2 Raja-Raja 1:4
Di akhir zaman ini Iblis beserta pasukannya bekerja secara luar biasa:
menipu, menghasut dan memprovokasi manusia supaya mereka percaya
kepadanya. Terlebih lagi bagi orang-orang yang sedang tertimpa masalah
berat, sakit-penyakit, berat jodoh dan sebagainya menjadi sasaran empuk
Iblis. Banyak berita menggemparkan tersiar di televisi: ada seorang
anak kecil yang bisa menyembuhkan berbagai jenis penyakit hanya dengan
media batu. Tanpa berpikir panjang banyak orang berbondong-bondong
datang kepada si anak kecil itu untuk meminta kesembuhan. Ada berita
lagi, di suatu tempat ada sumber mata air yang berkhasiat. Apalagi kita
datang ke sana meneguk air itu maka segala sakit-penyakit kita akan
sembuh, kita akan segera menemukan jodoh, dan bila air itu kita siramkan
di tempat usaha kita, maka tempat kita itu (pabrik, toko) akan laris
dan berhasil. Semua yang serba instan kini sedang dicari orang. Itulah
tipu muslihat Iblis!
Ahazia adalah seorang raja Israel yang sedang menderita sakit
parah. Sebagai raja Israel seharusnya ia tahu kemana mencari
pertolongan dan kesembuhan yaitu kepada Allah yang hidup, Sang Jehovah
Rapha. Ia sudah diperingatkan, "Apakah tidak ada Allah di Israel, sehingga kamu ini pergi untuk meminta petunjuk kepada Baal-Zebub, allah di Ekron?"
(2 Raja-Raja 1:3). Tetapi hal ini tidak dilakukan oleh Ahazia, ia
tetap meminta petunjuk kepada Ball-Zebub, allah di Ekron tersebut.
Alkitab menegaskan bahwa mencari pertolongan kepada dukun, paranormal
dan lain-lain adalah kekejian di mata Tuhan! Itu adalah dosa besar.
Akibat dari kebodohannya itu bukannya kesembuhan yang Ahazia dapatkan
melainkan kematian. Melalui renungan ini kita diingatkan untuk tidak
mencari pertolongan kepada allah lain selain daripada Tuhan Yesus
Kristus.
Seberat apa pun masalah yang kita alami, kuatkan hati dan jangan
sekali-kali mengambil jalan pintas, termakan bujuk rayu Iblis dan
mencari pertolongan kepadanya. Bagi orang percaya, Tuhan Yesus lebih
daripada cukup, Dialah sumber pertolongan kita, bukan yang lain.
Segala sakit-penyakit kita telah ditanggungNya di atas kayu salib, dan oleh bilur-bilurNya kita telah sembuh! (baca 1 Petrus 2:24b)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juni 2012 -
Baca: Yakobus 5:7-11
"Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan." Yakobus 5:10
Kita masih ingat peristiwa yang terjadi di negeri ini beberapa waktu
yang lalu, dimana demonstrasi terjadi secara besar-besaran menuntut
dibatalkannya rencana kenaikan harga BBM. Kita tahu bila harga BBM naik
akan berdampak terhadap harga-harga kebutuhan pokok rakyat. Bisa
dibayangkan betapa nasib masyarakat kelas bawah: makin hidup dalam
kesukaran dan penderitaan. Jangankan menatap masa depan, menjalani
hidup hari demi hari saja sudah sangat terasa berat. Firman Tuhan ini
menasihatkan agar kita tetap sabar dan kuat dalam menghadapi masa-masa
sukar di akhir zaman ini. Dikatakan, "Karena itu, saudara-saudara, bersabarlah sampai kepada kedatangan Tuhan!" (Yakobus 5:7a). Kata 'bersabar'
disebutkan berulang-ulang dengan harapan supaya setiap anak Tuhan
menyadari akan hal ini. Bersabar adalah kunci untuk menghadapi situasi
kehidupan sekarang ini.
Tuhan mengajar kita untuk belajar dari kehidupan seorang petani
yang begitu sabar menantikan masa panen, karena kehidupan petani sangat
bergantung pada hasil panennya. Karenanya mereka terus bersabar mulai
dari saat menanam benih, merawat tanaman itu tumbuh, hingga musim panen
tiba. Itu bukanlah waktu yang singkat, tapi melalui proses yang begitu
panjang. Dikatakan oleh yakobus para petani melewati 2 musim yaitu
musim gugur dan musim semi. Ketika musim gugur datang semua tanaman
mengalami terik, di mana dedaunan dan bunga-bunga rontok; pohon-pohon
menjadi gundul. Meski demikian para petani tidak menjadi kecewa apalagi
putus asa, mereka tetap sabar dan bertekun karena tahu bahwa pada
saatnya masa itu akan lewat dan berganti dengan musim semi. Di musim
semi inilah daun-daun mulai menghijau, tunas bermunculan, bunga-bunga
bermekaran, dan pohon-pohon pun mulai menghasilkan buah pertanda bahwa
masa panen telah tiba.
Jika kita sedang ada di 'musim gugur', seolah-olah tidak ada
harapan, menderita sakit-penyakit, kesulitan ekonomi, jangan
bersungut-sungut dan menggerutu.
Tetapi tetap sabar dan nantikan Tuhan karena pada saatnya 'musim semi' itu tiba dan semua indah pada waktuNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juni 2012 -
Baca: Roma 4:18-25
"Sebab sekalipun tidak ada dasar untuk berharap, namun Abraham berharap
juga dan percaya, bahwa ia akan menjadi bapa banyak bangsa," Roma 4:18
Iman Abraham mulai timbul dan makin kuat karena ia telah mendengar
sendiri bagaimana Tuhan berjanji kepadanya bahwa keturunannya akan tak
terhitung seperti bintang-bintang di langit.
Di dalam Roma 10:17 dikatakan, "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
Supaya iman kita kuat kita harus banyak mendengarkan firman Tuhan.
Banyak orang Kristen imannya lemah oleh karena lebih suka dan selalu
ingin mendengar apa kata orang. Kalau kita bergantung pada apa kata
orang, kita akan mudah terombang-ambing dan iman kita menjadi lemah.
Tetapi jika kita menyediakan banyak waktu untuk membaca firman Tuhan dan
mendengar janji Tuhan melalui firmanNya, kita akan beroleh kekuatan
meski kenyataan yang ada masih bertolak belakang dengan janji Tuhan.
Ketika kita percaya firman Tuhan lebih dari fakta yang ada, cepat atau
lambat janjiNya pasti akan digenapi dalam hidup kita. Namun banyak dari
kita yang menutup telinga kepada firman Tuhan tetapi membuka telinga
lebar-lebar terhadap perkataan orang lain yang melemahkan dan yang
membuat kita makin kuatir.
Abraham mengalami mujizat Tuhan bukan hanya karena percaya, tapi ia
juga taat kepada Tuhan. Ketika Tuhan memerintahkannya untuk
mempersembahkan anaknya yang semata wayang, ia pun taat. Tidak hanya
itu, apa yang keluar dari mulut Abraham adalah perkataan iman. Hal ini
tersirat dengan jelas ketika ia berkata kepada kedua bujangnya yang
turut serta pergi ke gunung Moria, "Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan
pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu."
(Kejadian 22:5). Orang yang percaya akan terbukti dari perkataan yang
keluar dari mulutnya. Ucapan kita ibarat benih, kalau kita mengucapkan
sesuatu, kita seperti sedang menabur benih, pada saat yang tepat kita
akan menuainya. Tertulis: "Hidup dan mati dikuasai lidah,"
(Amsal 18:21). Karena itu marilah kita belajar mengucapkan kata-kata
iman, kata-kata berkat dan semua hal yang positif seperti Abraham; pada
saat yang tepat, Tuhan pasti akan menggenapi janjiNya.
Percaya, percaya dan percaya adalah kunci mengalami berkat Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juni 2012 -
Baca: Markus 11:20-26
"Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan
tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya,
bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi
baginya." Markus 11:23
Sebagai pemberita Injil, Rasul Paulus banyak dihadapkan ujian,
tantangan, aniaya dan juga kesesakan. Meski begitu tak sedikit pun ia
merasa kecewa, mengeluh, bersungut-sungut, apalagi putus asa dan patah
semangat. Sebaliknya rohnya selalu menyala-nyala untuk memberi yang
terbaik bagi Tuhan karena ia tahu bahwa penderitaan yang ia alami selama
di dunia ini "...tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan..." (Roma 8:18). Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata, "...hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat-" (2 Korintis 5:7).
'Percaya' adalah bagian terpenting dalam kehidupan anak-anak
Tuhan, karena dengan memiliki percaya, mujizat dan perkara-perkara
ajaib dapat terjadi. "Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" (Markus 9:23b). Bahkan ayat nas di atas menyatakan bahwa dengan 'percaya'
maka gunung pun dapat tercampakkan ke dalam lautan. Amin! Orang
Kristen yang mempunyai percaya, pasti memiliki kehidupan yang berbeda
dengan orang lain. Perihal 'percaya' ini kita dapat belajar pula
dari kehidupan Abraham yang adalah bapa orang percaya. Ketika Abraham
sudah berusia lanjut Tuhan berjanji akan memberikan kepadanya anak atau
keturunan, namun sampai berumur 100 tahun barulah ia mendapatkan anak
sesuai yang dijanjikan. Secara manusia hal ini adalah sesuatu yang
mustahil dan tidak masuk akal, tetapi mujizat itu terjadi karena Abraham
tetap percaya. "...Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang
karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia
memuliakan Allah, dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk
melaksanakan apa yang telah Ia janjikan." (Roma 4:20).
Abraham mengalami penggenapan janji Tuhan dalam hidupnya karena
iman percayanya. Mengapa ia begitu percaya kepada Tuhan? Karena ia
telah mendengar bagaimana Tuhan berbicara dan berjanji kepadanya, "Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat
menghitungnya." Maka firman-Nya kepadanya: 'Demikianlah banyaknya nanti
keturunanmu.'" (Kejadian 15:5).
Itulah yang menguatkan iman Abraham!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juni 2012 -
Baca: Maleakhi 2:10-16
"Sebab Aku membenci perceraian, firman Tuhan, Allah Israel..." Maleakhi 2:16
Kawin-cerai sepertinya menjadi hal yang biasa banyak orang, terutama di
kalangan para artis atau selebritis. Menikah baru beberapa tahun, ada
yang hanya dalam hitungan bulan, kemudian memutuskan untuk bercerai
karena merasa sudah tidak cocok lagi. Bahkan ada yang kawin-cerai
sampai 2-3 kali. Banyak orang berpikir bahwa ketika rumah tangganya
dalam masalah, perceraian adalah jalan terbaik. Salah besar!
Perceraian adalah jalan terburuk dan ini merupakan perbuatan keji di
mata Tuhan. Mengapa? "Oleh sebab Tuhan telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa
mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman
sekutumu dan isteri seperjanjianmu. Bukankah Allah yang Esa menjadikan mereka daging dan roh? Dan apakah
yang dikehendaki kesatuan itu? Keturunan ilahi! Jadi jagalah dirimu! Dan
janganlah orang tidak setia terhadap isteri dari masa mudanya." (ayat 14-15).
Ingat, pernikahan bukanlah perjanjian antara dua orang saja, tetapi
melibatkan tiga pribadi yaitu suami, isteri dan juga Tuhan. Dalam
janji pernikahan, suami dan isteri saling menandatangani sebuah surat
perjanjian untuk saling mengasihi, menerima kelebihan dan kekurangan
pasangan dan berjanji sehidup semati atau setia sampai maut memisahkan
mereka berdua. Tuhan adalah saksi utama yang juga turut menandatangani
dan mensahkannya. Sesuai dengan rencana Tuhan, pria dan wanita
dipertemukan untuk menjadi satu daging supaya mereka saling melengkapi,
mengasihi, bersekutu dan bersama-sama melayani Tuhan.
Jadi, perceraian tidak hanya melanggar sebuah perjanjian kudus,
tetapi juga merupakan kebencian Tuhan. Suami dan isteri yang telah
dipersatukan dalam ikatan pernikahan bukan lagi dua tetapi menjadi satu
daging, dan apabila dipisahkan pasti akan terasa sakit sekali. Tuhan
tahu itu karena Ia turut juga merasakan kelemahan kita, karena itulah
Dia sangat membenci perceraian. Apa pun alasannya, perceraian bukanlah
jalan Tuhan. Pikirkan dampak yang ditimbulkan, di mana anak-anak pasti
menjadi korban.
Seberat apa pun badai menyerang dalam rumah tangga, jangan putus asa,
datang pada Tuhan Yesus, Dia pasti akan memberi jalan keluarnya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juni 2012 -
Baca: Roma 12:9-21
"Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." Roma 12:11
Tanda seseorang dewasa rohani adalah apabila hidupnya benar-benar
berubah dan makin sungguh-sungguh dalam Tuhan. Ayat nas mengingatkan
agar kita rajin beribadah apa pun keadaan kita, sebab "...ibadah itu berguna dalam segala hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup yang akan datang."
(1 Timotius 4:8). Biarlah roh kita terus menyala-nyala bagi Tuhan,
kian rajin berdoa dan melayani Tuhan. Orang Kristen dewasa akan
senantiasa penuh kesungguhan melakukan kehendak Tuhan. Terkadang kita
diijinkan mengalami dan melewati masa-masa sukar, penderitaan dan dalam
tekanan supaya kita benar-benar merasakan dan mengalami kasih Tuhan
nyata.
Seorang Kristen yang dewasa pasti memiliki pengenalan yang benar
akan Tuhan. Ada pun tanda bahwa seseorang bisa dikatakan Kristen yang
dewasa antara lain adalah: Pertama, fokus kepada Tuhan.
orang kristen yang dewasa rohani pasti tidak akan terpengaruh oleh
keadaan; senantiasa mengandalkan Tuhan dan memiliki penyerahan penuh
kepadaNya sehingga di segala keadaan masih tetap bisa mengucap syukur.
Berbeda dengan seorang Kristen kanak-kanak, yang karena kerohaniannya
suam-suam kuku, biasanya mudah sekali goyah dan terombang-ambing oleh
situasi; percaya kepada Tuhan Yesus tetapi masih juga pergi dan mencari
pertolongan kepada dukun atau paranormal, masih saja percaya kepada
primbon, hongsui, ramalan bintang dan lain-lain. Ada juga yang rajin
beribadah ke gereja tapi di rumah masih menyimpan jimat.
Kedua, hidup dalam pimpinan Roh Kudus. Artinya tidak
lagi hidup menurut keinginan daging karena sudah mampu menimbang dan
membedakan mana yang berkenan kepada Tuhan dan mana yang tidak. Dalam
Ibrani 5:14 dikatakan, "...makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang karena mempunyai
pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang
jahat."
Ketiga, menghasilkan buah. Hidupnya menjadi berkat
bagi orang lain dan memiliki komitmen dalam pelayanan; dan semua itu ia
lakukan bukan karena rutinitas belaka, tapi didasari oleh kasihnya
kepada Tuhan.
Renungkan: sudahkah kita mencapai kedewasaan rohani?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juni 2012 -
Baca: Ibrani 5:11-14
"Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil." Ibrani 5:13
Saat ini semua umat Tuhan sedang menanti-nantikan kedatangan Tuhan.
Jadi waktu yang singkat ini harus kita gunakan sebaik mungkin untuk
mengerjakan bagian kita yaitu melayani Tuhan dengan sungguh-sungguh dan
hidup seturut dengan kehendakNya supaya pada saatnya kita tidak bernasib
seperti lima gadis bodoh, di mana ketika Sang Mempelai Laki-Laki datang
mereka tidak dapat masuk ke dalam ruang perjamuan kawin (baca Matius 25:1-13). Menjadi orang Kristen yang dewasa rohani haruslah menjadi tujuan dan goal kita. Kedewasaan rohani memerlukan hati yang mau belajar dan siap untuk dibentuk. Maukah kita dibentuk dan diproses Tuhan?
Banyak yang memberontak, kecewa, mengeluh, mengomel,
bersungut-sungut ketika mengalami proses pembentukan Tuhan, padahal
setiap proses yang Tuhan ijinkan terjadi selalu mendatangkan kebaikan
bagi kita. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."
(Ayub 23:10). Lama atau cepatnya proses pembentukan dari Tuhan sangat
bergantung pada 'tanah' hati kita. Semakin kita memberontak, semakin
lama proses yang harus kita jalani. "Setiap harikah orang membajak, mencangkul dan menyisir tanahnya untuk menabur?" (Yesaya 28:24).
Jika hari ini kita rindu menjadi orang Krisen yang dewasa rohani
haruslah ada bukti, artinya kekristenan harus dipraktekkan dan
diwujudkan dalam tindakan nyata sehingga orang lain melihat bahwa
kehidupan orang Kristen berbeda, seperti tertulis: "Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." (Roma 12:2). Oleh karena itu, Rasul Paulus menasihati, "Saudara-saudara, janganlah sama seperti anak-anak dalam pemikiranmu.
Jadilah anak-anak dalam kejahatan, tetapi orang dewasa dalam
pemikiranmu!" (1 Korintus 14:20), sebab orang dunia tidak peduli
dengan keaktifan kita di gereja atau pelayanan, tetapi yang mereka
perhatikan adalah perbuatan kita saat berada di tengah-tengah mereka.
Bukan teori, tapi yang lebih utama adalah action!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juni 2012 -
Baca: Efesus 4:1-16
"sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus," Efesus 4:13
Orang Kristen yang sudah bertahun-tahun menjadi Kristen tapi tetap saja
'kanak-kanak' rohaninya bisa diibaratkan seperti pohon bonsai, pohon
yang sudah ditanam selama berpuluh-puluh tahun tapi tetap saja kerdil.
Kemarin disampaikan bahwa untuk bisa bertumbuh menjadi dewasa harus
melalui proses, maka dari itu dibutuhkan komitmen yang sungguh. Tanpa
komitmen yang sungguh kita tidak akan mencapai kedewasaan rohani.
Komitmen itu harus dilakukan dan dipraktekkan, tidak hanya lips service. Aktif di setiap ibadah dan persekutuan tanpa ada komitmen untuk melakukan firman Tuhan adalah sia-sia belaka, karena "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna." (Yakobus 2:22).
Jadi beriman saja tidak cukup, mendengarkan firman saja juga tidak
cukup, tapi kita juga harus taat dan mempraktekkan apa yang sudah kita
dengar dan pelajari supaya dapat bertumbuh. Alkitab menyatakan, "Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan
ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan
masuk ke dalam Kerajaan Sorga." (Matius 5:20). Ahli- ahli Taurat
dan orang-orang Farisi sangat fasih dengan isi Alkitab, menguasai ilmu
teologia dan sebagainya, tapi mereka tidak menjadi pelaku firman dengan
sungguh.
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan."
(Matius 3:8). Pertumbuhan rohani seseorang pasti disertai dengan adanya
perubahan karakter. Bukankah masih sering ditemukan orang Kristen yang
sudah mengerti firman Tuhan, bahkan sudah terlibat dalam pelayanan,
tapi hidupnya belum juga menunjukkan perubahan, masih hidup menuruti
keinginan daging: tidak bisa menguasai ucapan, masih menyimpan dendam,
kebencian, kepahitan, terlibat dalam perzinahan? Hal ini menunjukkan
bahwa kita tidak memiliki komitmen untuk berubah dan bertumbuh. Kalau
seperti itu terus, sampai kapan pun kita tetap menjadi Kristen
kanak-kanak.
Padahal untuk bisa memerintah dengan Kristus dan layak menjadi mempelaiNya kita haruslah dewasa rohani!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juni 2012 -
Baca: Wahyu 19:6-10
"Marilah kita bersukacita dan bersorak-sorai, dan memuliakan Dia! Karena
hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap
sedia." Wahyu 19:7
Secara umum orang Kristen terbagi menjadi dua kelompok yaitu orang
Kristen kanak-kanak dan orang Kristen dewasa. Ayat di atas menunjukkan
bahwa ada 2 jenis orang Kristen yaitu orang Kristen kanak-kanak rohani
dan orang Kristen yang dewasa rohani. Jika menyimak perjalanan hidup
kita sebagai orang percaya, kita ini masuk dalam kategori yang mana?
Masa-masa sekarang adalah masa-masa akhir di mana setiap orang percaya
sedang menanti-nantikan kedatangan Tuhan Yesus kali yang ke-2. Saat
Yesus datang ke dunia kelak, Ia datang bukan lagi sebagai bayi mungil,
namun Dia datang sebagai Pengantin Laki-Laki Sorga yang hendak menjemput
mempelai wanitaNya.
Siapa itu mempelai wanitaNya? 'Mempelai wanita' berbicara
mengenai gereja Tuhan yang dewasa atau orang-orang Kristen yang dewasa
rohaninya, bukan kekristenan yang kanak-kanak. Yang dapat menjadi
mempelai wanita haruslah orang yang telah dewasa, bukan kanak-kanak.
Begitu pula untuk bisa menjadi mempelai Kristus kita harus benar-benar
telah meninggalkan semua sifat kanak-kanak kita dan menuju kepada
kedewasaan secara penuh. Rasul Paulus berkata, "Ketika aku kanak-kanak, aku berkata-kata seperti kanak-kanak, aku merasa
seperti kanak-kanak, aku berpikir seperti kanak-kanak. Sekarang sesudah
aku menjadi dewasa, aku meninggalkan sifat kanak-kanak itu." (1
Korintus 13:11). Jadi Tuhan tidak menghendaki kita menjadi orang
Kristen yang kanak-kanak seumur hidup alias mengalami 'kerdil' rohani,
tetapi Tuhan ingin kita terus mengalami pertumbuhan rohani dari hari ke
sehari sampai kita menjadi "...orang-orang yang dewasa dan yang berkeyakinan penuh dengan segala hal yang dikehendaki Allah." (Kolose 4:12).
Kita tahu bahwa kedewasaan rohani tidak otomatis terjadi namun
perlu proses dan waktu, sama seperti anak yang untuk mencapai kedewasaan
harus melewati masa bayi, kanak-kanak, remaja, pemuda dan dewasa hingga
akhirnya menjadi orang tua. Namun kita harus ingat bahwa menjadi
Kristen bertahun-tahun atau lama tetap tidak menjamin bahwa ia telah
menjadi dewasa rohani dalam Kristus.
Dewasa rohani selalu ditandai oleh perubahan karakter!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juni 2012 -
Baca: Mazmur 56:1-14
"Sengsaraku Engkaulah yang menghitung-hitung, air mataku Kautaruh ke dalam kirbat-Mu. Bukankah semuanya telah Kaudaftarkan?" Mazmur 56:9
Mengapa kita sering merasa takut dan kuatir? Karena kita suka sekali
menghitung-hitung masalah, kesukaran dan penderitaan yang kita alami.
Jika hal itu terus kita lakukan, kita akan semakin kecewa dan terpuruk.
Sesungguhnya kita tidak memiliki kuasa untuk menghitung-hitung masalah
dan penderitaan kita. Semakin kita menghitungnya, semakin kita menjadi
lemah. Ingat, ketika berdoa dan menyerahkan seluruh beban hidup kita
kepada Tuhan dengan linangan air mata, air mata kita telah Tuhan
daftarkan. Artinya, air mata kita telah ditampung di dalam kirbat Tuhan
dan Ia hendak menggantikannya dengan berkat dan sukacita yang
berkelimpahan. Karena itu berhentilah menghitung-hitung, milikilah iman
yang teguh bahwa Tuhan sangat peduli dengan apa yang kita alami.
Kita harus sadar bahwa kekuatiran, ketakutan dan kebimbangan adalah
bentuk serangan Iblis bagi orang percaya di akhir zaman. Iblis selalu
memiliki rancangan yang buruk bagi kehidupan manusia, tidak terkecuali
bagi orang percaya. Iblis sangat suka melihat orang Kristen yang selalu
kuatir, takut dan bimbang. Memang itulah agenda Iblis: menyerang
manusia di segala aspek kehidupannya, baik lewat perekonomian, keluarga
atau rumah tangga, pelayanan dan sebagainya sehingga manusia akan
kehilangan damai sejahtera, sukacita, dan tidak percaya lagi alias mulai
ragu akan kuasa Tuhan. Akibatnya manusia mulai mencari pertolongan
instan kepada ilah-ilah lain.
Semakin kita memandang sekeliling kita, kita akan semakin
memikirkan masalah dan hal itu membuat kita menjadi lemah. Mari kita
arahkan pandangan kita pada kebesaran dan kedahsyatan kuasa Tuhan saja.
Tidak seharusnya kita kuatir dan bimbang sebab kita memiliki Tuhan yang
besar, yang jauh melebihi besarnya semua masalah yang kita alami di
dunia ini. Apakah dengan kuatir, masalah kita terselesaikan? Justru
sebaliknya, kekuatiran dan kebimbangan semakin menjauhkan kita dari
mujizat Tuhan, karena "...orang yang bimbang sama dengan gelombang
laut, yang diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang
demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7).
Buang semua kekuatiran, dan percayalah!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juni 2012 -
Baca: Amos 7:10-17
"Aku ini bukan nabi dan aku ini tidak termasuk golongan nabi, melainkan aku ini seorang peternak dan pemungut buah ara hutan." Amos 7:14
Banyak orang Kristen berpikir bahwa yang boleh melayani Tuhan atau
memberitakan firman Tuhan hanyalah orang-orang yang menyandang gelar
sarjana teologia atau para lulusan sekolah Alkitab, pendeta, mereka yang
sudah lama menjadi Kristen, atau yang punya keahlian bermain musik dan
talenta lain. Perhatikan! Semua anak Tuhan tanpa terkecuali, besar
atau kecil, tua atau muda, pendeta atau bukan, sekolah Alkitab atau
tidak, punya tugas dan kewajiban untuk melayani Tuhan dan turut ambil
bagian dalam pelebaran kerajaan Allah di muka bumi ini. Jadi tidak ada
batasannya karena tingkat pelayanan masing-masing orang berbeda, dari
yang paling sederhana hingga yang paling besar tanggung jawab serta
konsekuensinya di hadapan Tuhan dan juga manusia.
Salah satu contohnya adalah Amos. Siapakah Amos? Amos adalah
orang biasa yang hanya berprofesi sebagai peternak dan juga pemungut
buah ara di hutan. Meski demikian, bukanlah halangan bagi dia untuk
dipakai Tuhan menjadi alatNya yang luar biasa. Amos dipanggil Tuhan
untuk menyampaikan firman Tuhan kepada orang-orang yang berada di Israel
Utara, di mana kejahatan pada waktu itu sangat merajarela dan mereka
tidak takut akan Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan mengutus Amos untuk
menyampaikan nubuatan-nubuatan tentang penghukuman atas mereka. Nama 'Amos' sendiri berarti 'yang diangkat atau ditopang oleh Tuhan'.
Sesuai dengan namanya, dalam menjalankan tugasnya Amos mendapat
topangan langsung dari Tuhan, karena dengan kekuatan sendiri ia pasti
tidak akan mampu mengerjakan tugas dari Tuhan ini.
Dengan penyertaan tangan Tuhan, Amos rela meninggalkan kampung
halamannya di Tekoa (Israel Selatan), pergi ke tempat di mana Tuhan
telah tunjukkan. Sebagai anak-anak Tuhan kita tidak perlu takut atau
merasa kecil hati untuk melayani Tuhan. Ingat, Tuhan tidak pernah
memanggil dan memilih seseorang menurut kriteria manusia, tapi Ia
melihat hati.
Yang pasti "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk
mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka
yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." Roma 8:28
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juni 2012 -
Baca: 1 Korintus 1:18-31
"Tetapi oleh Dia kamu berada dalam Kristus Yesus, yang oleh Allah telah
menjadi hikmat bagi kita. Ia membenarkan dan menguduskan dan menebus
kita." 1 Korintus 1:30
Rasul Paulus menyadari bahwa keberadaannya sebagai pemberita Injil tak lebih sebagai "...hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah."
(1 Korintus 4:1). Sebagai seorang hamba, tugasnya hanyalah taat dan
tak punya hak untuk menuntut; baginya, dipercaya sebagai pemberita
Injil sudah merupakan anugerah yang luar biasa, karena itulah
kepercayaan ini tidak pernah disia-siakannya. Setiap kita adalah
hamba-hamba Tuhan dan kita punya kesempatan untuk dipakai Tuhan seperti
Rasul Paulus.
Siapa yang Tuhan pakai? Pertama, Tuhan akan memakai
orang-orang yang setia. Tuhan sangat memperhatikan orang-orang yang
setia mengerjakan perkara-perkara kecil. Contohnya adalah Daud.
Sebelum menjadi raja, Daud hanyalah seorang penggembala domba yang
jumlahnya hanya 2-3 ekor, tapi ia begitu setia mengerjakan tugas itu.
Banyak orang maunya langsung memulai perkara-perkara besar tapi tidak
suka dan tidak setia mengerjakan perkara-perkara kecil. Justru orang
yang telah teruji kesetiaannya dalam mengerjakan perkara-perkara kecil
pada saatnya akan dipercaya Tuhan untuk perkara-perkara yang lebih
besar. Tertulis, "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam
perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara
kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." (Lukas
16:10). Oleh karena itu setialah terhadap perkara apa pun yang
dipercayakan Tuhan kepada kita saat ini meski itu perkara-perkara kecil,
karena cepat atau lambat Ia akan memberikan upah kepada setiap orang
yang setia kepadaNya.
Kedua, Tuhan memakai orang-orang yang rendah hati yang
memberikan segala kemuliaan kepadaNya, yaitu orang yang rela memberikan
segenap hidupnya untuk Tuhan tanpa mencari hormat dan pujian dari
manusia. Itulah sebabnya mengapa Tuhan memakai orang-orang yang
dipandang kurang berarti oleh dunia supaya jangan ada seorang pun yang
memegahkan diri di hadapan Tuhan dan manusia, yaitu orang-orang yang mau
dibentuk, dibersihkan dan dipotong, karena tidak ada seorang pun bisa
langsung siap dipakai Tuhan tanpa melalui proses.
Mari sabar saat Ia membentuk kita, karena rencanaNya selalu sempurna atas kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juni 2012 -
Baca: Efesus 3:14-21
"Bagi Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak dari pada yang kita
doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di
dalam kita," Efesus 3:20
Banyak dari kita yang berpikir Tuhan hanya memakai orang-orang yang
memiliki kecerdasan di atas rata-rata atau pintar, kaya dan kuat saja
untuk Ia pakai sebagai kemuliaanNya. Lalu, kita yang merasa diri
sebagai orang yang biasa-biasa saja dan tidak punya sesuatu yang bisa
dibanggakan, menjadi rendah diri dan merasa tidak layak di hadapan
Tuhan. Perhatikan ayat ini: "Tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan
orang-orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah
untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang dan yang hina bagi dunia, dipilih Allah,
bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Allah untuk meniadakan apa yang
berarti, supaya jangan ada seorang manusiapun yang memegahkan diri di hadapan Allah."
(1 Korintus 1:27-29). Justru orang-orang yang dipandang sebelah mata
oleh dunia dan orang-orang "biasa" dapat dipakai Tuhan secara ajaib,
karena "...Dialah, yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan,"
Jadi kita pun dapa melakukan perkara-perkara besar dan ajaib asal kita
percaya bahwa Tuhan sanggup memakai hidup kita menurut kuasaNya.
Tokoh-tokoh besar seperti Abraham, Musa, Daud, Gideon, Yosua dan
lain-lain adalah orang-orang biasa yang dipakai dan diurapi Tuhan
menjadi orang-orang yang luar biasa. Tuhan tidak mencari orang-orang
yang mampu, kuat atau pintar, tetapi Dia mencari orang yang mau, yaitu
mau untuk diproses dan dibentuknya menjadi bejanaNya yang mulia dan
berharga. Saat ini Tuhan sedang mencari orang-orang yang mengasihi Dia
dengan sungguh, memiliki hati yang benar dan memiliki tekad untuk
memberi yang terbaik bagiNya. Manusia melihat penampilan luar seseorang
dan apa yang terlihat secara kasat mata, tetapi Tuhan melihat hati
(baca 1 Samuel 16:7).
Jika saat ini Tuhan memilih dan mengurapi kita menjadi alatNya, itu
semata-mata karena anugerahNya. Karena itu jangan ada yang
membanggakan diri atau menyombongkan diri. Tidak ada alasan sedikit pun
bagi kita untuk bermegah.
Tetaplah rendah hati dalam pelayanan, jangan sekali-kali mencari
hormat pujian manusia, karena segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya
bagi Tuhan saja!