Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 86:1-17
"Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu." Mazmur 86:11
Kehidupan orang Kristen sungguh-sungguh tidak bisa dipisahkan dari
ketaatan, sebab kita harus hidup dalam kehendak Tuhan, bukan kehendak
diri sendiri. Jadi harus ada penyangkalan diri! Seringkali kita taat
asal itu menyenangkan hati dan menguntungkan kita. Bila harus berkorban
dan itu sakit bagi daging, kita akan memberontak dan menolak untuk
taat. Tuhan menghendaki kita untuk taat di dalam segala perkara, dan
selalu ada upah bagi orang-orang yang taat. Karena itu sebagai orang
percaya hendaknya kita belajar taat kepada Tuhan: memahami kehendakNya
dan melaksanakan firmanNya dengan sungguh-sungguh.
Percayalah! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita akan memperoleh
berkat dan mengalami mujizat dari Tuhan. Ketika Raja Nebukadnezar
memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah kepada patung, Sadrakh,
Mesakh dan Abenego menolaknya dan tetap memilih untuk menyembah kepada
Tuhan yang hidup, apa pun resikonya. Raja pun menjadi sangat marah,
lalu ia memerintahkan tentaranya untuk mencampakkan ke-3 pemuda tersebut
ke dalam perapian yang menyala-nyala (dibuat tujuh kali lebih panas
dari biasanya). Matikah mereka? Alkitab menyatakan bahwa mereka tetap
hidup meski berada dalam perapian karena Tuhan menjadi pembelanya.
Mereka mengalami pertolongan Tuhan yang dahsyat dan luar biasa (baca Daniel 3:16-27).
Ketaatan membuka kesempatan bagi kita untuk mengalami dan merasakan
campur tangan Tuhan. Jangan taat hanya karena kita sedang dalam
masalah dan pergumulan yang berat, lalu ketika keadaan membaik kita
sudah tidak lagi taat kepada Tuhan; atau kita taat karena kita sungkan
kepada hamba Tuhan dan supaya dilihat dan dipuji oleh orang. Sia-sialah
ketaatan yang demikian! Biarlah ketaatan kita kepada Tuhan didasari
oleh karena kita takut akan Dia dan sangat mengasihi Dia. Ingat,
kedatangan Tuhan sudah semakin dekat! Dia datang untuk menjemput
anak-anakNya yang hidup dalam ketaatan sampai akhir.
Jika kita tidak taat, kita akan menjadi orang-orang yang tertinggal.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2012 -
Baca: Yehezkiel 11:14-25
"Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam
batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras
dan memberikan mereka hati yang taat," Yehezkiel 11:19
Sudah berapa lama Saudara menjadi Kristen? Sejauh ini, sudahkah kita
menjadi seorang Kristen yang taat? Ini menjadi bahan evaluasi bagi diri
kita sendiri, tidak perlu menunjuk atau menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh
bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang
lain." (Galatia 6:4-5). Tak henti kita kembali diingatkan betapa pentingnya ketaatan bagi orang percaya. Kata taat dalam bahasa Ibraninya adalah 'shama',
yang berarti mendengar dengan cermat, memusatkan perhatian dan
memahami. Mendengar adalah awal sebuah ketaatan. Dengan mendengar
akhirnya kita mengerti dan memahami apa yang harus kita perbuat. Dalam
Roma 10:17 dikatakan, "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
Adalah percuma menjadi kristen bila kita tidak hidup dalam
ketaatan, karena Tuhan tidak menghendaki kita hidup sebagai orang
Kristen yang suam-suam kuku. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan menegur
dengan keras, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan
tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi
karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan
memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Tuhan menuntut
ketaatan yang penuh dari kita. Jika kita hidup dalam ketaatan Ia akan
memberi arah yang benar dalam perjalanan hidup kita, seperti yang
dikatakan Daud, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Ketaatan juga merupakan pertanda bahwa kita mengasihi Tuhan dan memiliki hubungan yang karib dengan Dia, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi
Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan
Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Bila kita taat kita akan dikasihi oleh Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2012 -
Baca: Kolose 3:5-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan
yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama
seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar. Banyak
orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala
sesuatu. Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering
mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya." Lalu kita pun
menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya." Sebenarnya, apa itu kesabaran?
Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan;
kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya,
kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit;
sifat tenang; tabah; tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu. Ketika
orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir
panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya. Apa bedanya kita
dengan orang dunia jika demikian? Sebagai orang Kristen kita dituntut
untuk memiliki kesabarn dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab
kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan
kasih. Tertulis: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 Korintus 13:4).
Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Galatia 5:22-23).
Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita
tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat! Dengan kesabaran,
seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali
pun. Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan
pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami
beerkat-berkat Tuhan? Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan
kerjasama yang baik. "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan."
(Amsal 15:18). Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika
ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi. Oleh karena itu
"Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar." (Pengkotbah 10:4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang sabar?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." Amsal 21:31
Siapa itu pemenang? Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah
gagal atau orang yang sempurna tanpa cela atau juga orang yang tidak
pernah punya persoalan dalam hidupnya. Seorang pemenang adalah orang
yang pernah gagal tapi mau bangkit dan berusaha sampai ia meraih
kemenangan; orang yang penuh ketekunan dan kesabaran melewati setiap
ujian dan persoalan hidupnya tanpa keluh kesah dan persungutan, hingga
ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan. Setiap anak Tuhan dirancang
bukan untuk menjadi pecundang atau mengalami kekalahan dalam hidupnya.
Tetapi Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan dan
dirancang Tuhan dengan potensi untuk menjadi pemenang, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Berbicara soal kemenangan dalam hidup ini menyangkut pula tentang
proses yang harus kita dijalani. Proses yang dimaksud meliputi
perjuangan, kesabaran, ketekunan, peperangan dan sebagainya. Kita bisa
belajar dari perjalanan hidup Yusuf. Ketika ia memperoleh mimpi dari
Tuhan, apakah mimpinya itu langsung menjadi kenyataan? Tidak. Bahkan
Yusuf harus mengalami proses yang begitu panjang dan berat, yang
sepertinya sangat bertolak belakang dengan mimpinya itu. Namun ia tetap
tekun, sabar dan senantiasa mengarahkan pandangannya hanya kepada
Tuhan. Kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak menjadi ukuran bahwa
seseorang akan gagal seterusnya.
Karena itu milikilah sikap hati yang benar sehingga di segala
keadaan kita tetap bisa mengucap syukur dan senantiasa berpikiran
positif. Jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi belajarlah untuk
selalu mengoreksi diri! Tetaplah bertekun di dalam Tuhan karena
kemenangan orang percaya ada di dalam Dia sepenuhnya. Katakan dalam
hati Saudara masing-masing, "Tuhan adalah terangku dan
keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng
hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" (Mazmur 27:1).
"sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk
berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan
kepadamu." Ulangan 20:4
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 16:1-33
"Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." Amsal 16:2
Hati adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Melalui 'hati'
inilah dapat dinilai keberadaan seseorang sesungguhnya karena hati tidak
bisa berbohong. Kita bisa saja bersandiwara dan mengelabui orang lain
dengan sikap dan tindakan kita, tapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh
hati. Ada tertulis: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu."
(Amsal 27:19). Memang, orang lain tidak bisa mengetahui isi hati kita,
tapi Tuhan sangat mengerti secara detail apa yang terdapat dalam isi
hati kita tanpa terkecuali, karena Dia adalah Pribadi yang Mahatahu.
Itulah sebabnya Tuhan menilai hati kita terlebih dahulu sebelum Dia
melihat perbuatan atau tindakan kita.
Seberapa aktif seseorang dalam pelayanan, seberapa melimpahnya
kekayaan seseorang, seberapa tinggi jabatannya dan seberapa terkenalnya
seseorang di mata manusia, seberapa gagah dan cantiknya seseorang sama
sekali tidak akan mempengaruhi penilaian Tuhan, karena Dia melihat
hati. Pemazmur berkata, "Masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati." (Mazmur 44:22). Oleh karena itu firmanNya dengan tegas menasihati, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Begitu pula dalam hal memberi, hati juga memegang peranan yang
sangat penting. Tuhan tidak melihat berapa besar jumlah persembahan
kita atau berapa banyak yang bisa kita berikan kepada orang lain, namun
Dia melihat jauh ke dalam hati kita terlebih dahulu untuk mengetahui
motivasi kita dalam memberi. Itu sebabnya kita tidak bisa menipu dan
mengelabui Tuhan. Milikilah motivasi hati yang benar saat kita memberi,
baik itu untuk pekerjaan Tuhan maupun juga kepada saudara kita yang
membutuhkan pertolongan. Jangan pernah terbersit sedikit pun di hati
bahwa kita ini paling berjasa, misalnya dalam hal pembangunan gereja
karena sumbangan kita paling besar jumlahnya, atau kita mencari pujian
dan sanjungan dari orang lain. Pemberian atau persembahan yang
diberikan dengan tulus, sukarela dan sukacita itulah yang menyukakan
hati Tuhan.
Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap apa yang telah kita
persembahkan untuk Dia dan sesama, berkatNya pasti dicurahkan atas kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya." Mazmur 67:2
Hidup yang diberkati adalah janji Tuhan bagi orang percaya dan berkat itu adalah pasti, sebab janji Tuhan adalah ya dan amin.
Meski demikian bukan berarti perjalanan hidup kita akan mulus tanpa
kerikil tajam. Dalam hal ini pemazmur hendak menyatakan bahwa meski di
tengah masalah, ujian dan tantangan yang berat sekali pun, tangan kasih
Tuhan tak pernah lelah untuk menopang kita dan penyertaanNya tidak
pernah berubah. Dikatakan, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang
yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai
tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang
telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat
orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;"
(Mazmur 37:23-24). Ini adalah bukti bahwa Tuhan tidak akan pernah
meninggalkan orang-orang yang senantiasa berharap kepadaNya, bahkan
sampai kepada anak cucunya (keturunannya).
Sepatutnya kita bersyukur memiliki Tuhan yang hidup yang senantiasa
memperhatikan dan mengasihi kita, bahkan menyinari kita dengan
wajahNya. Oleh karena itu kita tidak perlu takut menghadapi apa pun
juga asal kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup dalam
kehendak Tuhan berarti tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi
berjalan menurut pimpinan Tuhan. "Percayalah kepada TUHAN dengan
segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN
dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5-7). Hidup dalam kehendak Tuhan
juga berarti harus menundukkan diri kepadaNya. Alkitab menyatakan jika
kita punya penundukan diri, Tuhan akan mengangkat kita dan memberkati
kita.
Ingat, berkat Tuhan itu tidak terpengaruh sikon (situasi/kondisi);
bukan ketika kondisi lagi baik lalu Tuhan memberkati kita, sedangkan
ketika situasi sedang buruk Dia tidak memberkati kita.
Di segala keadaan Tuhan sanggup memberkati dan mencukupkan segala
yang kita perlukan; berkatNya selalu tersedia bagi kita kapan pun!
Mari imani itu.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Selain memberi kepada Tuhan, Ia juga memerintahkan kita untuk memberi kepada sesama kita, "Janganlah
kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita
akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih
ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita
seiman." (Galatia 6:9-10). Pelaksanaan dari berbuat baik adalah
dengan membantu sesama kita, terutama saudara seiman yang hidup dalam
kekurangan dengan menggunakan uang atau harta kita.
Apa tujuan kita diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada saudara kita yang berada dalam kekurangan? "Sebab
kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan,
tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan
kamu mencukupkan kekurangan
mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu,
supaya ada keseimbangan." (2 Korintus 8:13-14). Setiap orang pasti
punya kelemahan dan juga kekuatan masing-masing dan Tuhan menciptakan
kondisi seperti ini supaya umat Tuhan saling membutuhkan, melengkapi,
mengasihi, memperhatikan, bekerja sama dan tolong-menolong satu sama
lain. Bila seseorang merasa bisa hidup sendiri, ia akan merasa bahwa
dirinya tidak butuh orang lain atau sesamanya. Hal ini akan membuat ia
menjadi egois dan pelit. Jadi tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk
kita nikmati sendiri, tapi Dia menghendaki agar kita menjadi saluran
berkat bagi orang lain. Kita yang punya berkat lebih diharuskan
membagikannya kepada sesama kita yang butuh pertolongan. Demikian pula
sebaliknya, orang lain juga akan mencukupkan apa yang menjadi kekurangan
kita. Inilah yang disebut dengan keseimbangan.
Seringkali memberi adalah perkara yang sulit dilakukan oleh banyak
orang Kristen. Kita mau menabur tapi masih melihat situasi dan kondisi,
masih pikir-pikir. Sampai kapan? Kalau seperti itu, kita tidak akan
pernah menabur dan tidak akan pernah menuai! Hari ini Tuhan ingatkan:
apa yang ada di tanganmu harus ditabur!
Jangan menunggu-nunggu waktu untuk memberi!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2012 -
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Ada tertulis: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."
(Yohanes 15:13). Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan telah terlebih
dahulu mengasihi kita, bahkan Dia rela mengorbankan nyawaNya untuk
menebus dosa-dosa kita.
Mengorbankan nyawa atau memberikan hidupNya adalah ekspresi kasih
Tuhan kepada kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk membalas
kasih Tuhan ini? Wujud dari kasih kita kepada Tuhan adalah taat
melakukan semua yang diperintahkan Tuhan. Ada pun salah satu perintah
Tuhan yang harus kita taati adalah keharusan untuk memberikan
persembahan, baik itu kepada Tuhan dan juga sesama. Inilah perintah
Tuhan: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan,
yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam
ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu." (Lukas 6:38). Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi
Tuhan, kita akan melakukan perintah ini dengan sukacita dan penuh
kerelaan hati.
Perintah untuk memberi dan memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki juga disampaikan Salomo: "Muliakanlah
Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala
penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai
melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah
anggurnya." (Amsal 3:9-10). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan
juga ingin dimuliakan dengan harta kita. Tuhan ingin melatih kita untuk
memberikan sesuatu terlebih dahulu kepadaNya sebelum kita menerima
sesuatu dari Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan akan menyediakan segala
sesuatu yang kita perlukan agar kita mampu memberi persembahan.
Tertulis: "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga
yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan
menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." (2 Korintus 9:10).
Sesungguhnya Tuhan tidak memberlukan uang atau harta kita karena Dia
punya segala-galanya, Ia hanya ingin melatih sejauh mana kita punya
kemauan dan kerelaan untuk memberi.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku
akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan
negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Kalau kita baca dalam 2 Tawarikh 6:12-42, perikopnya adalah "Doa Salomo".
Ini adalah doa yang disampaikan Salomo pada waktu pentahbisan Bait
Suci, di mana doa Salomo ini tertulis sebanyak 30 ayat. Dikatakannya, "Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya Tuhan
Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di
hadapan-Mu ini! Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap
tempat yang Kaukatakan akan menjadi kediaman nama-Mu-dengarkanlah doa
yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini." (2 Tawarikh 6:19-20). Ini
menunjukkan bahwa doa menjadi bagian terpenting dalam Bait Suci Salomo
selain persembahan dan puji-pujian. Setelah Salomo selesai berdoa,
terjadi lawatan Tuhan secara dahsyat, "...api pun turun dari langit
memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan
kemuliaan Tuhan memenuhi rumah itu." (2 Tawarikh 7:1).
Bagi orang percaya doa adalah nafas hidup, maka dari itu doa adalah
suatu hal yang harus dikerjakan dan harus menjadi gaya hidup kita.
Sebagaimana Bait Suci Salomo menjadi rumah doa, kehidupan orang percaya
pun dituntut untuk menjadi rumah doa. Ada tertulis, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"
(1 Korintus 3:16). Kata 'rumah atau bait Allah' di sini tidak
berbicara tentang gedung atau bangunan secara fisik, tapi gambaran dari
umat Tuhan itu sendiri atau keberadaan orang percaya. Dan Tuhan
menghendaki agar kita menjadi 'rumah doa' (baca Lukas 19:46).
Orang Kristen yang disebut sebagai rumah doa adalah orang Kristen yang
kesukaannya berdoa, memuji dan menyembah Tuhan; seorang yang memiliki
hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu.
Punya hubungan yang karib dengan Tuhan berarti bukan hanya
berbicara kepada Tuhan, tetapi kita juga harus bisa mendengar suara
Tuhan.
Jika kita sudah menjadi 'rumah doa', kita pasti akan mengalami
penggenapan janji-janji Tuhan sebagaimana Salomo mengalami lawatan
Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." 2 Korintus 8:3
Tuhan menghendaki kita tetap kuat dan senantiasa bersyukur meski di
tengah pencobaan seperti jemaat Makedonia. Itu yang disebut proses.
Kita harus menyadari bahwa setiap orang percaya pasti akan mengalami
proses pembentukan dari Tuhan. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."
(Ayub 23:10). Proses dari Tuhan selalu bertujuan untuk membentuk dan
memurnikan kita, sebab itu jangan memberontak ketika kita sedang dalam
prosesNya.
Tidak hanya bersukacita di tengah kesesakan, jemaat Makedonia
adalah jemaat yang juga suka memberi. Meskipun mereka miskin, namun
kaya dalam kemurahan. Kemurahan seseorang tidak diukur oleh besarnya
jumlah yang ia berikan/persembahkan tapi pada motivasi saat ia memberi.
Ayat nas menyatakan bahwa mereka bahkan memberi melampaui kemampuan
yang ada. Bagi mereka, memberi bukanlah suatu beban atau keterpaksaan,
tapi sebagai suatu kesempatan. Luar biasa! Tidak sedikit orang Kristen
yang pelit dan selalu hitung-hitungan bila ingin memberi; ada juga
yang memberi karena terpaksa atau punya motivasi terselubung; ingin
dipuji atau untuk menunjukkan kalau dirinya mampu. Rasul Paulus
menasihati, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Jika kita memberi,
kita harus melakukannya dengan rela hati; tanpa kerelaan, kita akan
cenderung menunda-nunda waktu untuk memberi dan akhirnya kita
mengurungkan niat untuk memberi.
Inilah kasih yang sesungguhnya! Tanda seseorang memiliki kasih
adalah memberi. Kasih tidak perlu digembar-gemborkan melalui ucapan,
tapi harus dibuktikan dengan perbuatan. Suka memberi haruslah menjadi
karakter hidup orang Kristen! Apa pun keadaan kita marilah kita belajar
untuk memberi. Mungkin ada yang yang berkata, "Jangankan memberi,
untuk diri sendiri saja tidak cukup!" Perhatikan ayat ini: "Ada
yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara
luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat,
diberi kelimpahan," (Amsal 11:24-25a).
Walau miskin, jemaat Makedonia kaya dalam kemurahan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka
meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam
kemurahan." 2 Korintus 8:2
Tugas dan tanggung jawab gereja Tuhan di tengah-tengah dunia tidaklah
mudah, harus berdampak dan menjadi berkat bagi dunia. Hari ini kita
akan belajar dari kehidupan jemaat di Makedonia. Alkitab memberitahukan
kepada kita bahwa jemaat Makedonia bukanlah orang-orang yang kaya
(berada), tetapi mereka adalah orang-orang yang secara materi sangat
pas-pasan (miskin), bahkan ayat nas menyatakan pula bahwa jemaat
Makedonia juga sedang dalam pencobaan yang berat: keadaan mereka
miskin, dan sedang berada dalam 'ujian'.
Adalah pekerjaan mudah bagi kita untuk bersukacita dan memuji-muji
Tuhan ketika keadaan kita sedang baik, tidak ada masalah, kondisi sehat
(tidak sakit), usaha lancar, anak-anak berhasil dalam studi dan
sebagainya. Sebaliknya jika sedang dalam masalah dan pergumulan yang
berat, terbaring lemah karena sakit, kita gampang mengeluh, mengomel,
bersungut-sungut, murung sepanjang hari dan putus asa, rasa-rasanya kita
sudah tidak berpengharapan lagi. Lalu kita mungkin akan berkata, "Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau
tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu
siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak
juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Berbeda dengan jemaat
Makedonia. Walaupun berada dalam pencobaan dan penderitaan yang berat
mereka tetap mampu bersukacita, bahkan sukacita mereka meluap.
Bagaimana mungkin? Karena mereka percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan
bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai
dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tetapi bisa mengucap syukur di segala keadaan membuktikan bahwa
jemaat Makedonia bukanlah jemaat 'kanak-kanak' melainkan jemaat yang
dewasa rohani. Mampukah kita seperti mereka? Rasul Paulus menasihati,
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Belajarlah mengucap syukur dan berhentilah untuk mengeluh, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2012 -
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi
satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan
tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam
kasih." Efesus 4:16
Untuk bisa menjadi gereja yang berdampak dan menjadi idaman jemaat
Tuhan, kita dapat belajar dan meneladani cara hidup jemaat Tuhan
mula-mula, di antaranya adalah: Pertama, adanya persekutuan jemaat (baca Kisah 2:42). Kata 'persekutuan' dalam bahasa Yunani adalah 'koinonia',
yang bisa diartikan: hubungan yang akrab dan intim. Meski terdiri
dari anggota jemaat yang memiliki latar belakang berbeda-beda, namun
sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita adalah satu. Jadi tidak ada
lagi jemaat yang merasa dianaktirikan atau kurang diperhatikan, apalagi
sampai terjadi konflik, perselisihan atau perpecahan di antara jemaat
Tuhan. Tertulis: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan
sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kita harus saling mengasihi dan juga "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!"
(Galatia 6:2a). Gereja bisa saja berbeda 'merk', visi dan misi, atau
juga karunia-karunia rohaninya, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah
bahwa kita satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan Roh kudus.
Kedua, jemaatnya senantiasa bertekun dalam pengajaran (baca Kisah 2:42).
Gereja yang benar adalah gereja yang kehidupan rohaninya dibangun
dengan pengajaran firman Tuhan, bukan karena ambisi pribadi hamba
Tuhan. Kebenaran firman Tuhan harus menjadi yang terutama karena jemaat
akan bertumbuh oleh karena pendengarannya akan firman Tuhan (baca Roma 10:17). Mengapa begitu penting? Karena, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Banyak di antara kita yang malas dan ogah-ogahan bila dihimbau
untuk datang ke ibadah pendalaman Alkitab. Bagaimana iman kita bisa
bertumbuh bila kita tidak suka dan tidak mau belajar tentang firman
Tuhan?
Gereja yang setiap anggota jemaatnya bersatu dan senantiasa menyukai
firman Tuhan pasti akan tampil 'beda' dan membawa kemuliaan bagi nama
Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 2:41-47
"Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Kisah 2:42
Menurut pendapat Saudara, gereja yang bagaimanakah yang patut disebut
sebagai gereja impian atau idaman bagi orang Kristen? Mungkin banyak di
antara kita yang akan menjawab bahwa gereja impian dan berdampak
adalah: gereja yang digembalakan oleh hamba Tuhan terkenal dengan gelar
dari sekolah teologia luar negeri, memiliki gedung yang besar dengan
kapasitas ribuan jemaat, berada di kawasan yang strategis dan anggota
jemaatnya dari kalangan menengah ke atas sehingga jumlah uang
persembahan yang dihasilkan di tiap-tiap session ibadah bisa
ratusan juta rupiah dan sebagainya. Itu adalah menurut penilaian atau
kriteria manusia. Sah-sah saja; siapa yang tidak bangga punya gereja
atau jemaat yang demikian?
Adalah wajar jika kita seringkali salah dalam menilai dan mengukur
keberadaan gereja. Namun ketahuilah bahwa ukuran ideal sebuah gereja
sangat ditentukan oleh kebenaran firman tuhan sebagai landasan utama,
dan kualitas jemaatnya bukan berdasarkan pada apa yang terlihat secara
kasat mata. Kualitas jemaat berbicara tentang karakter jemaat.
Sudahkah setiap jemaat mengalami pertumbuhan rohani atau telah mencapai
kedewasaan iman, seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di
Efesus? "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan
mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita
bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Keberadaan gereja Tuhan harus benar-benar menjadi berkat bagi
jiwa-jiwa yang dilayani sehingga tidak ada lagi istilah 'Kristen
jalan-jalan' atau orang Kristen yang berpindah-pindah gereja karena
merasa tidak cocok dengan gereja tertentu. Tidak hanya itu, gereja juga
harus memberi dampak yang baik di tengah-tengah dunia ini, bukan
menjadi batu sandungan, melainkan mampu menjadi kesaksian bagi
orang-orang yang belum percaya kepada Kristus! (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2012 -
Baca: Roma 6:1-14
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." Roma 6:12
Dalam suratnya, Petrus menyatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu
telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia
yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana,
bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal,
yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda
dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena kita telah
ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus menyerahkan keinginan tubuh
kita kepada pimpinan Roh Tuhan.
Mempersembahkan tubuh untuk Tuhan juga berarti menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus (baca 2 Korintus 10:5b).
Kita tahu bahwa pikiran adalah medan peperangan bagi semua orang, dan
Iblis selalu menyerang pikiran kita dengan hal-hal yang negatif agar
kita terjatuh dalam dosa. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati
dengan apa yang kita pikirkan karena akan sangat menentukan sikap dan
tindakan kita. Bila kita berpikiran positif, secara otomatis sikap dan
tindakan kita pun akan menjadi positif. Itulah sebabnya Tuhan
menghendaki hal ini: "...berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan
yang sempurna." (Roma 12:2). Pola pikir kita juga harus berubah:
dari yang negatif kepada pola pikir yang positif (benar). Perubahan
pola pikir inilah yang dalam bahasa Yunani disebut 'metanoia'. Dalam hal ini Rasul Paulus juga menegaskan agar pikiran kita senantiasa dipenuhi oleh hal-hal yang positif dan benar, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia,
semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah
semuanya itu." (Filipi 4:8).
Jika pola pikir kita sudah dibaharui oleh firman Tuhan kita akan
semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Dan
hal ini akan terefleksi melalui perbuatan/tindakan kita sehari-hari,
karena itu kita sudah tahu mana yang harus dikerjakan dan mana yang
tidak boleh dilakukan.
Bangun terus keintiman dengan Tuhan setiap hari sehingga kita akan memiliki kehidupan yang semakin selaras dengan kehendakNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2012 -
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Roma 12:2
Tiada terasa waktu berlalu begitu cepatnya, kita sudah sampai di hari
pertama bulan Oktober 2012. Sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang
'berbeda' dari dunia ini dan menjadi kesaksian bagi orang-orang di
sekitar kita? Berbeda dari dunia bukan berarti harus mengasingkan diri
atau memusuhi orang-orang dunia. Justru sebaliknya kita harus berbaur
dengan mereka tetapi dengan kehidupan (perilaku) yang berbeda, sehingga
hidup kita menjadi buah bibir yang positif.
Yang dikehendaki Tuhan atas kita sebagai orang percaya adalah tidak
menjadi serupa dengan dunia ini. Tidak serupa dalam hal apa? Kalau
orang-orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk memuaskan hawa nafsu atau
keinginan dagingnya, maka kita tidak diperkenan melakukan hal yang
serupa, karena tubuh kita adalah milik Tuhan, "Atau tidak tahukah
kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20), "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah
kamu." (1 Korintus 3:17). Jadi kita harus mempersembahkan tubuh
kita untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk kesenangan
daging kita; itulah yang disebut dengan ibadah yang sejati.
Ibadah yang sejati tidak berbicara tentang 'jam terbang' kita dalam
pelayanan, keaktivan kita dalam ibadah atau besarnya jumlah persembahan
yang kita bawa ke rumah Tuhan, tapi berbicara tentang mempersembahkan
tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan
kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh kepada Tuhan berarti memisahkan
atau mengkhususkan tubuh kita ini hanya untuk Tuhan semata, bukan untuk
perkara-perkara duniawi.
Karena itu Alkitab menegaskan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka,
firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan
menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2012 -
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang
menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan
mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." 1 Petrus 2:16
Sebagai orang yang telah dimerdekakan dari dosa, kita benar-benar dituntut hidup benar sebagai manusia baru sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."
(2 Korintus 5:17). Artinya kita tidak lagi hidup menurut keinginan
daging tetapi tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. Itulah sebabnya paulus
menasihati agar kita tidak menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk
menyelubungi kejahatan-kejahatan yang ada (ayat nas).
Karena kita telah dimerdekakan dalam Kristus, secara otomatis tubuh
kita bukan lagi menjadi milik kita sendiri, melainkan milik Kristus
sepenuhnya. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh
Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Inilah pernyataan Rasul Paulus, "Sebab
aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup
untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup,
tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Oleh karena itu kita harus
meresponsnya dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang
hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Tuhan (baca Roma 12:1). Sudahkah kita mempersembahkan hidup kita untuk Tuhan?
Dalam Matius 20:28 dikatakan, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa melalui
pelayananNya, maka sudah seharusnya kita pun meneladani Dia yaitu
melayani Tuhan dan juga sesama. Rasul Paulus berpesan, "...hiduplah sebagai hamba Allah." Tuhan Yesus adalah Tuan kita, sedangkan kita adalah hambaNya dan tugas seorang hamba adalah melayani, bukan minta dilayani.
Selagi ada kesempatan mari melayani Tuhan dengan penuh kesetiaan dan dedikasi karena kita telah dimerdekakanNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2012 -
Baca: Galatia 5:1-15
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi
janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk
kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh
kasih." Galatia 5:13
Sebagai orang Kristen atau pengikut Kristus kita dituntut memiliki
kehidupan yang berbeda dari orang-orang di luar Tuhan, karena status
kita adalah orang-orang percaya. Sedangkan orang-orang di luar Tuhan
tidak disebut sebagai orang percaya. Apakah orang percaya hidup setali tiga uang
dengan orang tidak percaya? Tentu tidak. Karena itu kita harus
mempertanggungjawabkan 'status' istimewa ini. Akankah kita menjadi
orang Kristen yang biasa-biasa saja dan menjalani hidup ala kadarnya
tanpa menyadari untuk apa kita dipanggil sebagai orang percaya?
Rasul Paulus menegaskan bahwa kita ini adalah orang-orang yang merdeka, karena "...Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan."
(Galatia 5:1). Tuhan Yesus telah mengorbankan nyawaNya di atas kayu
salib demi menebus dosa-dosa kita. Melalui pengorbanNya kita
diselamatkan, dilepaskan dari segala kutuk dosa dan bukan lagi menjadi
hamba dosa, "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18). Jadi ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kita dipanggil untuk merdeka.
Apa arti merdeka? Merdeka berarti bebas dari perhambaan,
penjajahan; terbebas dari tuntutan; tidak terikat atau tidak
bergantung kepada orang atau pihak lain. Berarti tidak terbelenggu oleh
segala sesuatu yang menghamba atau memperbudak. Dalam kata merdeka terkandung dua pengertian, yaitu merdeka secara de jure (hukum) dan merdeka secara de facto (nyata). Contohnya adalah keberadaan negara kita ini yang secara de jure telah merdeka pada 17 Agustus 1945, tetapi secara de facto
(kenyataannya) masyarakat Indonesia belum benar-benar merdeka, masih
terjajah secara ekonomi sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin kian dalam, ketidakadilan di bidang hukum juga masih terjadi.
Pada saat seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi, secara de jure ia sudah dimerdekakan dari dosa. Tapi secara de facto masih banyak orang percaya yang belum merdeka, masih saja terikat oleh berbagai macam keinginan daging. (Bersambung).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2012 -
Baca: Mazmur 66:1-20
"Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:1-2
Saudara suka memuji Tuhan? "Ya, ketika di gereja." Kalau di rumah? "Tergantung sikon.
Kalau lagi senang ya saya memuji Tuhan." Saudaraku, kekristenan tidak
dapat dilepaskan dari pujian, sehingga sudah sewajarnya setiap orang
Kristen tidak hanya memuji Tuhan saat mereka berada di gereja saja.
Memuji Tuhan juga tidak bergantung pada situasi dan kondisi yang ada,
melainkan setiap waktu dan keadaan. Mengapa harus memuji Tuhan setiap
waktu? Sebab Tuhan menciptakan kita dengan tujuan memuji dan menyembah
Dia; Tuhan rindu agar setiap aspek kehidupan umatNya dipenuhi dengan
pujian akan kebesaranNya. Jadi setiap orang percaya diperintahkan untuk
memuji Tuhan. "Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan!..." (Mazmur 150:6).
Pujian adalah suatu luapan kekaguman, pengagungan dan ucapan syukur
akan apa yang telah dilakukan Tuhan dengan cara yang aktif dan
demonstratif. Pujian adalah syarat untuk memasuki hadirat Tuhan.
Karena itu marilah kita melatih diri untuk menjadikan diri kita sebagai
rumah pujian bagi Tuhan, sebab Tuhan sendiri yang menetapkan bahwa bila
seseorang ingin memasuki hadirat Tuhan, haruslah melalui pujian dan
penyembahan. Jadi jika kita ingin merasakan hadirat Tuhan, kita harus
mulai dengan menaikkan pujian bagi Dia. "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam
pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah
nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Pemazmur juga memberitahukan kepada kita bahwa Tuhan "...bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Di mana ada puji-pujian di situ Tuhan hadir dan menyatakan
kuasaNya. Bait Suci Salomo dipenuhi oleh awan kemuliaan Tuhan karena
ada puji-pujian dan penyembahan di dalamnya (baca 2 Tawarikh 5:12-14).
Sudahkah kita menjadikan diri sebagai rumah pujian, Tuhan akan melawat
kita, semakin menyempurnakan kita dan memulihkan keadaan kita; perkara
besar dan ajaib akan dinyatakan!
Jika kita sudah menjadi rumah pujian bagi Tuhan, tidaklah sukar memuji Tuhan di segala keadaan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 5:1-14
"Tetapi raja Salomo dan segenap umat Israel yang sudah berkumpul di
hadapannya, berdiri di depan tabut itu, dan mempersembahkan kambing
domba dan lembu sapi yang tidak terhitung dan tidak terbilang banyaknya." 2 Tawarikh 5:6
Adalah mudah bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dirinya mengasihi
Tuhan. Tapi berkata-kata saja tidak cukup, perlu ada bukti yang konkret
yaitu melalui tindakan atau perbuatan. Salah satu bukti seseorang
mengasihi Tuhan adalah selalu ingin memberi yang terbaik kepadaNya.
Seluruh keberadaan hidupnya akan dipersembahkan kepada Tuhan: waktu,
tenaga, pikiran, talenta bahkan materi. Inilah yang dilakukan oleh
Salomo. Kesungguhan dalam berbakti kepada Tuhan dibuktikan dengan
mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, bahkan bukan hanya sesuatu, melainkan segala sesuatu.
Begitu banyaknya persembahan yang Salomo persembahkan kepada Tuhan
sehingga Alkitab mencatat bahwa jumlahnya tidak terhitung dan tidak
terbilang banyaknya (ayat nas).
Tuhan sangat menghargai setiap persembahan dari umatNya yang
diberikan dengan sukacita dan hati yang rela seperti tertulis: "...Orang
yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur
banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan
menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:6-7). Melihat korban yang
dipersembahkan raja Salomo kita tahu bahwa jumlahnya begitu besar dan
Tuhan sangat berkenan kepada persembahannya. "Kemudian Tuhan menampakkan diri kepada Salomo pada malam hari dan
berfirman kepadanya: 'Telah Kudengar doamu dan telah Kupilih tempat ini
bagi-Ku sebagai rumah persembahan.'" (2 Tawarikh 7:12).
Apakah itu berarti jumlah persembahanlah yang menentukan? Tidak.
Tuhan melihat motivasi dan hati kita dalam memberi, bukan pada jumlah
atau apa yang kelihatan oleh kasat mata. Tapi perlu diingat pula bahwa
seseorang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan pasti akan memberikan
persembahan yang terbaik dari dirinya. Inilah yang terjadi pada diri
Salomo, rela memberikan segalanya untuk Tuhan, bukan untuk pamer atau
agar dianggap 'wah'.
Jadi, seseorang yang mengasihi Tuhan pasti suka memberi!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2012 -
Baca: Yohanes 14:1-14
"...Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Yohanes 14:6
Banyak orang menganggap bahwa kehidupan manusia hanya terjadi pada saat
kita hidup di dunia ini. Setelah kita mati semuanya akan berakhir.
Makanya mumpung masih bernafas mari bersenang-senang dan menikmati hidup
ini. Begitu pendapat orang banyak. Ini salah besar! Alkitab
menegaskan bahwa masih ada kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan
kekal di dalam kerajaan sorga dan kebinasaan kekal di neraka.
Ketahuilah bahwa untuk masuk ke dalam kerajaan sorga atau neraka
kelak sangat ditentukan selagi kita masih hidup, bukan setelah kita
mati, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup,..."
(Efesus 5:15). Mungkin kita berkata, "Aku pasti masuk sorga karena
selama hidup di dunia ini aku selalu berbuat baik dan beramal."
Perhatikan ayat ini, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan
kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud
dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam
Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi
perbuatan baik tidak menjamin keselamatan atau masuk sorga. Lalu apa?
Dalam Yohanes 3:16 dikatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Jelas
dinyatakan bahwa untuk beroleh kehidupan kekal (sorga) tidak ada
jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya
jalan (ayat nas), dan keselamatan hanya ada di dalam Dia (baca Kisah 4:12).
Itulah kuncinya! Namun masih banyak orang 'alergi' mendengar nama
Yesus. Mereka bukan hanya menolak, tidak sedikit yang merendahkan,
meremehkan dan melecehkan namaNya. Lebih menyedihkan lagi jika orang
Kristen malah meninggalkan Kristus dan rela menjual imannya demi
jabatan, kekayaan atau pasangan hidup.
Selagi pintu anugerah masih terbuka jangan keraskan hati. Gunakan
kesempatan yang ada dengan baik, jangan tunda-tunda waktu sebelum nasi
menjadi bubur!
Percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka jaminan keselamatan kekal akan kita dapatkan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2012 -
Baca: Roma 15:1-13
"Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita
dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu
berlimpah-limpah dalam pengharapan." Roma 15:13
Tuhan Yesus berkata, "...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."
(Markus 11:24). Doa yang disertai dengan iman yang hidup membuka
kesempatan bagi kita untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari
Tuhan. Ditegaskan pula, "Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Jadi kuncinya adalah iman atau percaya!
Selain iman, unsur lain yang tak kalah penting dalam doa adalah
pengharapan. Ini berbicara tentang ketekunan dan kesabaran kita dalam
menantikan jawaban dari Tuhan, "dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."
(Roma 5:4). Iman dan pengharapan merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan dan saling berkaitan satu sama lain. Iman berarti percaya
kepada Tuhan dan firmanNya, sedangkan pengharapan berarti menantikan
jawaban dan pertolongan dari Tuhan dengan tekun dan sabar. Pengharpan
inilah yang mendorong kita untuk terus-menerus berdoa siang dan malam
sampai doa kita beroleh jawaban dari Tuhan.
Banyak dari kita yang doanya tidak beroleh jawaban dari Tuhan
karena kita tidak lagi bertekun saat berdoa; kita mudah kecewa, putus
asa, lalu marah kepada Tuhan. Pemazmur menegaskan, "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"
(Mazmur 25:3a). Tuhan adalah Pribadi yang tidak pernah mengecewakan
umatNya. Lain halnya jika kita menaruh pengharapan kepada manusia yang
seringkali berujung pada kekecewaan. Karena itu berdoalah dengan iman
dan tetaplah berharap kepada Tuhan. Nantikanlah Tuhan sampai Ia
bertindak, pertolonganNya tidak pernah terlambat karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..."
(Pengkotbah 3:11). Kita bisa belajar dari seorang janda yang
terus-menerus dan tak mengenal lelah datang kepada hakim yang lalim
sampai ia beroleh jawaban (baca Lukas 18:1-8).
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan
kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2012 -
Baca: Roma 5:1-11
"Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan
di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Berdoakah Saudara setiap hari? Sebagian besar dari kita pasti akan
menjawab, "Ya tentu. Bangun tidur saya berdoa, mau makan tak lupa
berdoa dan hendak beranjak tidur juga selalu berdoa." Jadi, berdoa
sudah menjadi kegiatan rutin.
Namun ternyata berdoa bukan semata-mata aktivitas fisik atau
badani, melainkan suatu perbuatan rohani. Bukan suatu tindakan yang
digerakkan oleh tubuh kita, melainkan suatu gerakan yang dilakukan dan
didasari oleh roh kita. Sebenarnya tubuh kita hanyalah membantu melaksanakan perbuatan roh kita; jadi yang berdoa adalah roh kita. Dalam Roma 8:26 dikatakan, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak
tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk
kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."
Berdoa bukan hanya sebatas meminta atau memberi laporan terperinci
tentang kebutuhan kita dengan Tuhan. Tapi berdoa adalah sarana
mempererat hubungan kita dengan Tuhan yang didalamnya terkandung pujian,
penyembahan dan ucapan syukur. Bagaimanakah supaya doa kita berkuasa
dan mampu menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak? Kita harus berdoa
dengan iman.
Ada dua jenis iman yaitu iman yang mati dan iman yang hidup. Iman
yang mati adalah percaya hanya lewat bibir atau perkataan saja tapi
tidak disertai dengan tindakan yang nyata. Iman yang demikian adalah
iman yang sia-sia, sebab "...Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi, iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan itu untuk menjadi sempurna (baca Yakobus 2:22).
Doa yang berkuasa adalah doa yang disertai dengan iman yang hidup.
Jadi kalau kita berdoa, janganlah berdoa hanya dengan pancaindera atau
daging yang seringkali dipengaruhi oleh suasana hati (perasaan),
pendengaran, penglihatan atau situasi yang ada di sekitar sehingga kita
tidak dapat berdoa dengan baik/tidak fokus. Berdoa dengan iman berarti
kita tak peduli bagaimana situasi dan kondisi yang kita alami.
Hanya dengan iman, kita dapat berdoa dengan benar; dan hanya dengan
iman saja kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2012 -
Baca: Matius 22:34-40
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Matius 22:37
Kasih adalah hukum utama bagi orang percaya, "...sebab kasih itu
berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah
dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal
Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Perihal kasih
ini Tuhan Yesus menyampaikan satu pesan penting dan sekaligus perintah
yang harus kita taati, yaitu mengasihi Tuhan dan juga sesama. Bahkan di
dalam Perjanjian Lama pesan ini sudah disampaikan: "Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari
ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan
haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu."
(Ulangan 6:5-9). Ini menunjukkan bahwa mengasihi Tuhan dengan segenap
hati, jiwa dan kekuatan merupakan suatu amanat yang sangat penting bagi
orang percaya, karena Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi kita.
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan: 1.
Memiliki hubungan karib dengan Tuhan. Senantiasa menyediakan waktu
bersekutu dengan Tuhan melalui jam-jam doa (saat teduh) dan tidak
meninggalkan jam-jam ibadah. "...Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku," (Imamat 10:3). 2. Hidup dalam ketaatan dan melakukan perintah Tuhan. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku." (Yohanes 14:21a). 3.
Setia melayani Tuhan. Setiap kita dikaruniai talenta dan potensi oleh
Tuhan dan itu harus kita kembangkan dan maksimalkan untuk pekerjaan
Tuhan. Jangan menunda-nunda waktu melayani Tuhan dengan berbagai
alasan. 4. Suka Memberi. Selalu ingin memberi yang terbaik
untuk Tuhan, tidak pernah hitung-hitungan dengan Tuhan. Dengan rela
hati dan penuh sukacita selalu ingin menabur/memberi untuk Tuhan dan
juga dengan sesama.
Karib dengan Tuhan, taat, setia dan suka memberi adalah bukti kita mengasihiNya.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2012 -
Baca: 2 Samuel 8:15-18
"Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam;" 2 Samuel 8:17a
Dalam Perjanjian Lama yang memegang jabatan imam hanyalah mereka yang
merupakan keturunan dari suku Lewi. Ada pun tugas dari seorang imam
adalah membawa orang datang kepada Tuhan dengan cara mempersembahkan
korban dan juga mendoakan umat Allah. Salah satu imam yang dimiliki
oleh bangsa Israel adalah imam Zadok. Nama 'Zadok'
berarti saleh, berbudi dan budiman. Zadok adalah seorang imam yang
hidup di zaman raja Daud, ia adalah anak Ahitub, keturunan Eleazar.
Menjadi seorang imam bukanlah pekerjaan yang gampang. Mereka adalah
orang-orang pilihan yang harus memenuhi kriteria yang dikehendaki
Tuhan. Dalam 1 Samuel 2:35 dikatakan, "Dan Aku akan mengangkat bagi-Ku seorang imam kepercayaan, yang berlaku
sesuai dengan hati-Ku dan jiwa-Ku, dan Aku akan membangunkan baginya
keturunan yang teguh setia, sehingga ia selalu hidup di hadapan orang
yang Kuurapi."
Seorang imam haruslah orang yang bisa dipercaya, setia dan memiliki
hidup yang berkenan kepada Tuhan, dan Zadok adalah contoh seorang imam
yang patut diteladani dalam hal kesetiaan dan pengabdiannya yang luar
biasa. Pada masa pemerintahan raja Daud terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh Absalom. Berbagai upaya dilakukan Absalom untuk mencari
dukungan, hingga "...Hati orang Israel telah condong kepada Absalom."
(2 Samuel 15:13). Tetapi hati Zadok tetap teguh dan tidak
terprovokasi. Ia tetap berpegang kepada kebenaran firman Allah, ia tahu
bahwa Allah sendiri yang memilih, menetapkan dan mengurapi Daud sebagai
raja; karena itu ia tetap setia mengikuti raja Daud. Begitu juga
ketika terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Adonia, Zadok tetap
setia kepada raja Daud dan tidak memihak kepada Adonia.
Karena kesetiaannya, Zadok beroleh peninggian dari Tuhan seperti tertulis: "dan bilik yang mukanya menghadap ke utara, adalah bagi imam-imam yang
bertugas di mezbah; mereka ini adalah bani Zadok dan hanya golongan
inilah dari bani Lewi yang boleh mendekat kepada TUHAN untuk
menyelenggarakan kebaktian." (Yehezkiel 40:46). Kaum Zadok
mendapatkan hak istimewa untuk melayani kebaktian. Jika kita dipercaya
untuk melayani Tuhan, mari kita lakukan dengan segenap hati dan penuh
kesetiaan.
"Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" Amsal 19:22a
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2012 -
Baca: Yakobus 3:13-18
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Yakobus 3:16
Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain,
bukan lagi hidup untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri
(egois). Namun banyak orang Kristen yang menjalani hidupnya dengan
berpusat pada diri sendiri, istilah Jakartanya loe..loe.. gue..gue.
Akibatnya hidup tidak menjadi berkat bagi orang lain. Menurut kamus Webster, egois atau mementingkan diri sendiri (selfish)
bisa diartikan: memperhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau
berlebihan; mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain. Orang yang egois adalah orang yang
menjadikan dirinya sebagai pusat, lebih mengutamakan kepentingan dan
perasaannya sendiri tapi tidak mempedulikan kepentingan dan perasaan
orang lain.
Mengapa kita tidak boleh menjadi orang Kristen yang egois atau
mementingkan diri sendiri? Karena dari sifat ini akan timbul kekacauan
dan segala macam perbuatan jahat (ayat nas). Kita tahu bahwa orang yang
egois akan melakukan apa saja demi mewujudkan apa yang diinginkan,
tidak peduli hal itu menyakiti atau mengorbankan perasaan orang lain.
Bila sifat egois atau mementingkan diri sendiri terus dipelihara, maka
dalam dirinya akan timbul sifat baru yaitu kikir alias tidak punya
kemurahan hati terhadap orang lain. Ini sangat bertentangan dengan
firman Tuhan! Padahal Alkitab menegaskan, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Dikatakan pula, "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Matius 5:7).
Jadi Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya memiliki kemurahan
hati, bukan kikir. Bahkan Alkitab mencatat bahwa orang kikir sama
dengan orang yang melakukan kejahatan lainnya seperti percabulan,
penyembahan berhala, pencuri, penipu dan lain-lain yang kesemuanya tidak
akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Buang sifat egois atau mementingkan diri sendiri dan hiduplah sebagai
orang-orang Kristen yang punya kemurahan hati (tidak kikir), sehingga
hidup kita berkenan kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain;
untuk itulah kita dipanggil!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2012 -
Baca: 1 Raja-Raja 18:20-46
"Lalu turunlah api Tuhan menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu
dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya." 1 Raja-Raja 18:38
Tuhan bangsa Israel adalah Tuhan yang hidup! Salah satu buktinya adalah
Dia sanggup menolong dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib di
tepi sungai Kerit dan juga memberkati janda di Sarfat. Bukit lain
terjadi di atas gunung Karmel. Kisah ini bermula ketika Elia bertemu
dengan raja Ahab yang dikenal sebagai raja yang melakukan kejahatan dan
menyimpang dari jalan Tuhan. Elia meminta raja Ahab untuk mengumpulkan
seluruh bangsa Israel di gunung Karmel dan juga nabi-nabi Baal berjumlah
450 orang dan juga nabi-nabi Asyera sebanyak 400 orang. Di gunung
Karmel itu akan terjadi pembuktian siapa Tuhan yang sesungguhnya, yang
layak disembah dan harus diikuti oleh bangsa Israel, karena pada waktu
bangsa Israel telah menyimpang dari jalan Tuhan dan menyembah dewa-dewa
Baal.
Setelah semuanya berkumpul, Elia menantang para nabi Baal itu untuk memanggil allah mereka. Maka berkatalah Elia, "...Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin
ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum
terjaga." (1 Raja-Raja 18:27). Meski para nabi Baal telah
melakukan ritualnya untuk memanggil allah, tapi tidak ada jawaban,
bahkan sampai menyiksa diri pun tetap tidak ada jawaban dari allah
mereka. Tiba gilirannya Elia bertindak; dengan hati yang teguh ia
membuat sebuah mezbah, dan setelah selesai ia berseru memanggil Tuhan
Allahnya, maka "...turunlah api Tuhan menyambar habis korban
bakaran, kayu api, batu dan
tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya. Ketika
seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata:
"TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!" (1 Raja 18:38-39). Ini membuktikan bahwa Tuhan yang Elia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa!
Jadi, masih ragukah Saudara akan kuasa Tuhan dengan berkata,
"Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku? Mungkinkah persoalanku ada
jalan ke luarnya?" Lalu, Saudara mencari pertolongan di luar Tuhan.
Bila Tuhan mendengar dan menjawab seruan Elia tepat pada waktunya,
kita pun harus yakin bahwa Dia sanggup menolong kita karena Dia Tuhan
yang hidup!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2012 -
Baca: Pengkotbah 3:1-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkotbah 3:1
Salomo sangat jelas menyatakan, "Untuk segala sesuatu ada masanya," artinya
tidak ada yang abadi di dunia ini; segala sesuatu yang terjadi dalam
kehidupan manusia bisa berubah. Salomo menambahkan, "Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;..." (ayat 2).
Ada berpendapat bahwa kehidupan ini seperti roda yang terus
berputar, tidak selamanya berada di atas, kadangkala berada di bawah.
Pendapat itu ada benarnya! Ada saatnya seseorang berada di puncak
karir, berhasil dan punya segalanya, tapi ada waktunya ia harus
mengalami kegagalan dan harus merangkak dari bawah lagi. Ada kalanya
kita bersukacita karena hal-hal yang menyenangkan, tapi suatu waktu kita
juga harus menangis, bersedih dan berduka karena mengalami masalah atau
kesesakan. Suatu kali kita bisa berbangga hati memiliki tubuh atletis,
sehat dan kencang, tapi itu tak akan bertahan lama, dalam beberapa
tahun kemudian tubuh kita tak seindah dulu; masa-masa itu pasti akan
lewat. Oleh karena itu Salomo menasihati, "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."
(Amsal 27:1). Tidak ada alasan bagi kita memegahkan diri dan sombong
sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hati. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap
dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam
jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang,
kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkotbah 9:12).
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus percaya bahwa segala sesuatu
yang diijinkan terjadi dalam kehidupan kita bukan tanpa maksud, semuanya
pasti mendatangkan kebaikan. Dia ingin membentuk dan memurnikan iman
kita. Ketika masa-masa sukar dan kelam terjadi, jangan mengeluh,
percayalah bahwa kita tidak sendirian, Tuhan ada bersama kita:
menuntun, menyertai, bahkan akan menggendong kita (baca Yesaya 46:4).
Milikilah penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam
segala perkara, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa." Yohanes 15:5b.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2012 -
Baca: Yeremia 17:1-18
"Aku, Tuhan, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi
balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal
dengan hasil perbuatannya." Yeremia 17:10
Setiap orang pasti memiliki motivasi dalam hidupnya. Pentingkah
motivasi? Sangat penting! Karena motivasi adalah faktor atau kekuatan
yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu.
Kata 'motivasi' berasal dari bahasa Inggris 'motivation' yang artinya dorongan; kata kerjanya adalah 'to motive'
yang berarti mendorong dan dan daya penggerak. Jarang sekali orang
mengerjakan sesuatu tanpa motivasi. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa
motivasi itu penting bagi kita dalam melakukan sesuatu, karena dengan
adanya motivasi kita akan lebih bersemangat karena ada sasaran yang
hendak dicapai. Sebaliknya orang yang melakukan sesuatu tanpa ada
motivasi yang kuat akan kurang 'greget' dan cepat putus asa jika ada
kendala di tengah jalan. Namun persoalannya: ada motivasi positif dan
negatif, yang tidak pernah lepas dari perhatian Tuhan! Dia selalu
memperhatikan motivasi seseorang dalam mengerjakan sesuatu, "...sebab Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita..."
(1 Tawarikh 28:9). Itulah sebabnya kita harus selalu menjaga agar
motivasi kita sesuai kehendak Tuhan sehingga semua yang kita hasilkan
adalah baik dan berkenan kepadaNya. Seseorang dapat menyimpan
rapat-rapat motivasi yang ada dalam hatinya, tapi pada saatnya pasti
akan terlihat dan terungkap.
Apa motivasi Saudara melayani Tuhan? Semata-mata untuk hormat dan
kemuliaan namaNya? Ada orang yang memutuskan diri terlibat dalam
pelayanan bukan karena terpanggil dan mengasihi Tuhan, tetapi karena
alasan lain: mencari keuntungan, supaya terkenal, mencari penghasilan
atau relasi bisnis.p Rasul Paulus berkata, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia."
(Kisah 25:16); ia melayani Tuhan dan rela meninggalkan segala-galanya
semata-mata karena Kristus, tidak ada motivasi terselubung di balik itu.
Milikilah motivasi yang benar dalam melayani Tuhan, karena tidak ada yang tersembunyi bagi Dia!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2012 -
Baca: Yesaya 1:10-20
"Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku." Yesaya 1:13a
Penyembahan yang berasal dari hati; tanpa hati, penyembahan bukanlah
penyembahan. Karena itu ketika kita datang kepada Tuhan untuk menyembah
Dia kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan hanya sebatas
ucapan bibir belaka. Tuhan Yesus berkata, "...Bangsa ini memuliakan
Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka
beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah
perintah manusia." (Markus 7:6b-7). Buka hati dan ijinkan Roh Kudus
membimbing, menuntun dan menyucikan hati kita supaya kita dapat
menyembah Tuhan secara benar. Jika Roh kudus memegang kendali hidup
kita, pikiran dan hati kita akan benar-benar siap dan terfokus kepada
Tuhan sepenuhnya, tidak lagi bercabang.
Menyembah dalam kebenaran berkenaan dengan hidup kita yang berkenan
kepada Tuhan. Jika kita dalam keadaan 'tidak benar' alias masih ada
dosa yang belum dibereskan, kita tidak layak untuk masuk ke dalam
hadiratNya yang kudus, "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."
(1 Petrus 1:16). Hidup dalam kebenaran (kekudusan) adalah inti
penyembahan orang percaya. Penyembahan orang yang hidupnya benar dan
berkenan kepada Tuhan akan menjadi persembahan yang harum bagi Dia.
Sebaliknya penyembahan yang tidak sungguh-sungguh, "...baunya adalah kejijikan bagi-ku."
(Yesaya 1:13a) Tuhan tidak suka dengan penyembah-penyembah yang tidak
benar, kelihatan rohaniah, beribadah kepadaNya tetapi hatinya menjauh
dari Dia. Itulah sebabnya Tuhan tidak asal mencari penyembah-penyembah,
yang Ia cari adalah penyembah-penyembah yang benar, yang menyembah Dia
dengan kesungguhan hati dalam roh dan kebenaran.
Sekarang bukan waktunya kita bermain-main dalam hal penyembahan
kepada Tuhan; mari lakukan dengan sungguh seperti yang dilakukan oleh
perempuan yang datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa buli-buli berisi
minyak wangi (baca Lukas 7:37-38).
Jadi untuk menjadi penyembah yang benar ada harga yang harus kita
bayar. Abraham rela mempersembahkan Ishak kepada Tuhan sebagai bukti ia
mengasihi Tuhan lebih dari apa pun juga.
Tanpa kesungguhan hati dan ketaatan, penyembahan kita akan sia-sia!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2012 -
Baca: Yohanes 4:20-26
"Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa
penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;
sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian." Yohanes 4:23
Penyembahan adalah bagian penting dalam kehidupan orang percaya, bahkan
seharusnya menjadi gaya hidup. Siapa yang harus kita sembah? Allah
yang hidup saja, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing." (Mazmur 81:10).
Dalam pelaksanaannya, penyembahan tidak dibatasi oleh waktu dan
tempat, sehingga kapan pun dan di mana pun dapat dilakukan. Pada zaman
Perjanjian Lama orang melakukan penyembahan Allah dengan cara-cara yang
dinilai secara fisik, yaitu yang meniktikberatkan pada aktivitas
jasmaniah, di mana ada aturan yang sangat ketat dan rumit sebagai syarat
untuk dapat datang kepada Allah. Tidak semua orang dapat datang kepada
Allah, hanya orang-orang tertentu saja. Pada bangsa Israel biasanya
diwakili oleh kaum Lewi yang biasa disebut para iman. Tetapi hal ini
berbeda di zaman Perjanjian Baru setelah Tuhan Yesus datang ke dunia
menebus dosa manusia di atas kayu salib, di mana Ia telah mendamaikan
manusia dengan Allah yang secara simbolik dinyatakan dengan tabir bait
suci terbelah dua, maka semua orang bisa datang kepada Allah. "Jadi,
saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat
masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan
yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri."
(Ibrani 10:19-20). Meski demikian kita tidak boleh datang kepada Tuhan
dan menyembah Dia dengan sembarangan. Kita harus menyembah Dia dengan
benar dan tulus. Penyembah yang sejati bukan berdasarkan lagu atau
musik yang kita mainkan, tetapi inti penyembahkan adalah saat hati, jiwa
dan seluruh keberadaan hidup kita memberikan penyembahan kepada Tuhan.
Penyembahkan haruslah mengalir dari 'dalam' menuju ke 'luar' yaitu
penyembahan yang terjadi di dalam hati (dalam roh), bukan hanya
menonjolkan aktivitas fisik semata.
Penyembahan juga bukan berbicara masalah tempat, waktu atau musik
yang cocok, karena perhatian utama Tuhan bukanlah bagian luar, tetapi "...Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2012 -
Baca: Mazmur 34:1-23
"Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Pemungut cukai yang merasa dirinya najis, berdosa dan tidak layak di hadapan Tuhan "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit,
melainkan ia memukul diri dan berkata: 'Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini.'" (Lukas 18:13). Dengan menyadari dirinya sebagai
orang berdosa, pemungut cukai datang kepada Tuhan dan mengakui segala
dosa-dosanya; ia pun beroleh pengampunan dari Tuhan Allah dan
dibenarkanNya. Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."
Sedangkan orang Farisi yang merasa dirinya benar, doanya tidak berkenan
kepada Tuhan, malahan menjadi kebencian bagi Dia karena Ia sangat
menentang orang-orang yang congkak, tapi mengasihani orang yang rendah
hati (baca 1 Petrus 5:5).
Seseorang yang menyadari 'siapa dirinya' di hadapan Tuhan pasti
akan merasa gentar dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ketika
bertemu dengan Tuhan dan beroleh panggilanNya, Yesaya dengan penuh
kegentaran berkata, "...Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan
aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah
melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." (Yesaya 6:5). Begitu pula Paulus yang menyatakan, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa."
(1 Timotius 1:15). Sikap doa dari orang-orang yang rendah hatilah yang
diperhatikan dan beroleh jawaban dari Tuhan. Ini menjadi pelajaran
berharga bagi kita!
Mungkin saat ini banyak orang Kristen yang doanya tidak beroleh
jawaban Tuhan karena sikap hati mereka tidak benar saat berdoa. Dalam
berdoa kita harus punya kerendahan hati karena hanya orang yang rendah
hati berkenan kepada Tuhan. Jangan malu ketika air mata kita mengalir
deras saat berdoa, karena air mata kita ditampung ke dalam kirbat-Nya
(baca Mazmur 56:9).
Dan jangan bersikap seperti orang Farisi yang datang kepada Tuhan
dengan hati sombong, memamerkan kebenaran dan kesucian hidupnya. Tidak
ada alasan bagi kita menyombongkan diri di hadapan Tuhan.
Tidak ada alasan bermegah di hadapan Tuhan karena keberadaan kita sepenuhnya anugerah Tuhan semata.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2012 -
Baca: Lukas 18:9-14
"...Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti
semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan
bukan juga seperti pemungut cukai ini;" Lukas 18:11
Doa adalah bagian terpenting dalam kehidupan orang percaya, ibarat nafas hidup kita. Doa adalah suatu keharusan dan menjadi life style orang Kristen, bukan pilihan atau sekedar saran. Alkitab menasihatkan agar kita tekun berdoa, "...mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Begitu pentingkah doa bagi kita? Ya, karena doa adalah langkah
membangun kekariban dengan Tuhan, selain membaca Alkitab. Melalui doa,
kita berkomunikasi dengan Tuhan dan membaca Alkitab, kita belajar
mendengarkan apa yang Tuhan firmankan sehingga kita mengerti
kehendakNya. Banyak orang Kristen menganggap enteng dan sepele perihal
doa.
Hari ini kita belajar bagaimana harus berikap saat berdoa. Sikap
hati seseorang saat berdoa sangat menentukan apakah doanya berkenan dan
beroleh jawaban dari Tuhan. Perhatikan orang Farisi dan pemungut cukai
dalam bacaan saat mereka berdoa. Mereka sama-sama masuk ke Bait Tuhan
untuk berdoa, namun sikap kedua orang ini ketika berdoa berbeda. Dalam
kehidupannya sehari-hari orang Farisi suka mengenakan jubah panjang dan
jumbai yang bertuliskan ayat-ayat Alkitab, selalu duduk di barisan
terdepan saat ibadah, suka berdiri di tempat-tempat umum di hadapan
orang banyak dan berdoa dengan suara nyaring sehingga semua orang
menjadi sangat segan dan hormat kepadanya karena ia orang yang 'suci'.
Ayat nas di atas jelas menyatakan betapa orang Farisi ini selalu
menempatkan dirinya lebih dari orang lain. Dengan langkah tegap sambil
membusungkan dada ia masuk ke Bait Tuhan lalu berkata, "...aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang
lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;"
(Lukas 18:11). Di dalam Bait Tuhan yang kudus pun ia menuding dan
menghakimi orang lain. Sikap doanya jelas menunjukkan betapa ia sangat
tinggi hati dan congkak. Namun Firman Tuhan berkata, "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;..." (Yesaya 2:11).
Siapakah kita sehingga menganggap diri kita lebih suci dan benar dari orang lain?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2012 -
Baca: Rut 2:1-23
"Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya
dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang di bawah
sayap-Nya engkau datang berlindung." Rut 2:12
Nama 'Rut' (bahasa Ibrani) berarti 'belas kasih'. Sesuai dengan arti namanya, Rut juga beroleh belas kasih dari Tuhan, hidupnya mengalami pemulihan dan diberkati Tuhan.
Menarik sekali jika memperhatikan kisah perjalanan hidup Rut
beserta Naomi, ibu mertuanya ini. Rut, meski telah ditinggal mati
suaminya, tetap berkomitmen mengabdi dan mendampingi ibu mertuanya yang
juga janda. Inilah permintaan Rut dan Naomi, "...Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak
mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi,
dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah
bangsaku dan Allahmulah Allahku;" (Rut 1:21a). Di tengah
keterbatasan dan pergumulan yang berat keduanya terus berjuang agar
dapat bertahan hidup. Sungguh, di dalam Tuhan selalu ada pengharapan, "Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang."
(Amsal 23:18). Dengan cara-Nya yang ajaib Ia campur tangan dalam
kehidupan mereka. Sesungguhnya bisa saja Naomi minta tolong langsung
kepada Boas, seorang kaya raya, tapi ia sadar Boas bukanlah kerabatnya
melainkan kerabat mendiang suaminya. Akhirnya Rut meminta ijin kepada
mertuanya pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai yang terlewatkan
dari para pekerja, dan ternyata ladang itu milik Boas. Boas yang
melihat itu tidak marah, malah menunjukkan kasih dan kemurahannya.
Ternyata berita kesetiaan dan kebaikan hati Rut terhadap mertuanya
sampai ke telinga Boas.
Mungkin kita berkata itu kebetulan. Namun di dalam Tuhan tidak ada
perkara yang kebetulan. Ia punya banyak cara untuk menolong umatNya.
Cara Tuhan tidak pernah terpikirkan oleh kita. Melalui Boas hidup Rut
dan Naomi dipulihkan.
Karena kesetiaan dan ketekunannya, Rut ditolong dan diberkati Tuhan dengan caraNya yang ajaib!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2012 -
Baca: Yosua 24:1-28
"Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan
tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu
telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah
kepada Tuhan." Yosua 24:14
Setelah berhasil membawa bangsa Israel menduduki dan mendiami Tanah
Perjanjian untuk beberapa waktu lamanya, usia Yosua semakin bertambah
tua. Menyadari bahwa masa hidupnya tidak akan lama lagi, Yosua
mengumpulkan seluruh orang Israel termasuk para pemimpin tiap-tiap suku
di Sikhem. Untuk apa? Dalam tradisi Israel, bila seorang pemimpin
sudah berusia lanjut, di mana masa tugasnya akan berakhir dan
kematiannya sudah sangat dekat, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya
untuk menyampaikan pidato perpisahan yang berisi nasihat atau
pesan-pesan terakhir.
Saat berada di Sikhem ini selain menyampaikan pidato perpisahan,
Yosua juga hendak mengingatkan kembali komitmen bangsa Israel kepada
Tuhan. Mengapa perlu diingatkan? Karena selama ini mereka sering
mengalami jatuh bangun di dalam dosa, hati gampang berubah dan tidak
lagi setia kepada Tuhan padahal mereka telah mengecap kasih dan kebaikan
Tuhan begitu limpahnya. Saat ke luar dari perbudakan, perjalanan di
padang gurun hingga tiba dan menikmati Kanaan, perkara-perkara besar dan
ajaib telah dinyatakan Tuhan atas mereka. Karena itu Yosua menghendaki
agar mereka membuat pilihan yang benar dan tegas kepada siapa mereka
akan beribadah! Memilih beribadah kepada allah nenek moyang di seberang
sungai Efrat, allah orang Amori atau kepada Allah yang hidup? Akan
halnya Yosua sendiri, dengan tegas ia menyatakan, "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (ayat 15b).
Akhirnya umat Israel pun membuat pilihan yang sama yaitu berjanji
dan tetap beribadah kepada Allah yang hidup. Mereka tidak boleh
main-main dengan apa yang telah diucapkan, janji itu harus benar-benar
ditepati. Ini komitmen mereka, "...Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!"
(ayat 16). Jika mereka ingkar, lalu beribadah kepada allah asing,
Tuhan tidak segan-segan akan menghukum mereka karena Dia adalah Allah
yang kudus dan Pencemburu.
Pilihan hidup yang benar menentukan masa depan kita, dan kita harus
sungguh-sungguh mengerjakannya karena Tuhan tidak bisa dipermainkan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2012 -
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu
karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi
Injil-Nya oleh kekuatan Allah." 2 Timotius 1:1-18
Rasul Paulus sadar bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding
dengan penderitaan Kristus di atas salib. Paulus menganggap sebagai
hutang bila ia tidak memberitakan Injil Kristus. Bagaimana dengan
kita? Memberitakan Injil adalah tugas dan tanggung jawab setiap orang
percaya tanpa terkecuali. Selagi ada waktu dan kesempatan, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Meski harus dipenjara karena Kristus Rasul Paulus tidak pernah
merasa minder dan malu, bahkan menghadapi kematian pun ia tidak takut
karena baginya hidup "...adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Baginya, hidup adalah bekerja untuk menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah. "Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu."
(Filipi 3:17). Rasul Paulus telah meninggalkan teladan hidup yang luar
biasa bagi kita, terlebih bagi para pelayan Tuhan dan layak kita ikuti
jejaknya. Memang, tetap kuat dan bersukacita di tengah penderitaan
bukanlah pekerjaan mudah. Tidak sedikit orang Kristen yang kecewa dan
mundur dari pelayanan hanya karena tersinggung oleh kata-kata rekan
sepelayanan, fasilitas yang disediakan kurang memadai dan sebagainya,
padahal belum mengalami seperti yang dialami Paulus. Adalah mudah
melayani Tuhan apabila fasilitas yang disediakan serba wah dan kebutuhan
materi tercukupi. Jika yang terjadi sebaliknya, masih dapatkan kita
mengucap syukur dan tetap semangat?
Bagi Paulus, dipercaya menjadi hambaNya sudah merupakan anugerah yang tak ternilai sehingga ia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."
(Filipi 1:22a). Hidup Paulus benar-benar membawa dampak yang luar
biasa: Injil semakin maju dan hidupnya menjadi berkat bagi jiwa-jiwa.
Seberat apa pun beban dan pergumulan, tetaplah semangat melayani
Tuhan dan memberitakan Injil-Nya, upah besar disediakan bagi yang
bertahan sampai akhir!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2012 -
Baca: Filipi 1:12-26
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Mendengar kata penjara di benak kita pasti terlintas suatu tempat yang
menyeramkan, pengap dan penuh sesak oleh orang-orang pesakitan. Penjara
adalah tempat bagi para penjahat dan orang-orang yang terlibat dalam
kasus kriminal alias pelanggar hukum. Penjara pada zaman Romawi sangat
berbeda dengan penjara yang ada di negara kita saat ini. Di Indonesia
banyak penjara yang memiliki fasilitas cukup baik, ada yang ber-AC, bahkan kalau pejabat yang dipenjarakan fasilitasnya tidak kalah dengan hotel berbintang.
Penjara-penjara Romawi adalah penjara yang letaknya di bawah tanah,
gelap dan pengap; dan makin berat perbuatan seorang hukuman semakin ia
ditaruh ke bagian yang lebih bawah. Inilah yang dialami oleh Rasul
Paulus, ia harus mendekam di dalam penjara. Apa kesalahan Paulus? Ia
dipenjara bukan karena telah melakukan kesalahan atau melanggar hukum,
tetapi justru karena menyampaikan kebenaran melalui pemberitaan Injil. "...aku dipenjarakan karena Kristus."
(Filipi 1:13). Meski harus mendekam dipenjara apakah ia sedih, kecewa
dan marah kepada Tuhan? Tidak! Penjara tak membuat Paulus kehilangan
semangat untuk melayani Tuhan, rohnya tetap menyala-nyala bagi Dia.
Tembok penjara tak mampu membelenggu Paulus. Justru saat dibalik terali
besi inilah ia tetap sanggup menguatkan jemaat Tuhan dengan surat-surat
yang ia kirimkan. Kokohnya tembok penjara juga tidak mampu merampas
sukacitanya karena di penjara pun ia senantiasa bersukacita.
Apakah dengan pemenjaraan terhadap Paulus Injil Kristus berhenti
diberitakan dan jemaat Tuhan menjadi takut, lalu mereka bersembunyi dan
meninggalkan iman Kristen? Tidak! Pemenjaraan terhadap Paulus justru
membawa berkat dan dampak yang luar biasa. "...apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil." (Filipi 1:12). Bahkan jemaat Tuhan pada waktu itu malah semakin berani untuk memberitakan Injil, mereka "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (Filipi 1:14).
"Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu
seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2
Timotius 2:9).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2012 -
Baca: Markus 8:31-38
"... Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Markus 8:34
Ada sisi lain yang tidak boleh kita abaikan dalam pengiringan kepada Tuhan yaitu salib bagi orang percaya. Gereja Tuhan tidak boleh lupa membritakan tentang salib Kristus.
Datang kepada Tuhan untuk meminta berkat dan kelimpahan tidaklah
salah. Tetapi kalau selama bertahun-tahun menjadi Kristen hanya itu
yang kita lakukan tanpa pernah mau mengerti bahwa terkadang Tuhan
mengijinkan ujian dan penderitaan terjadi dalam kehidupan kita, sampai
kapan pun kita tidak akan pernah menjadi seorang Kristen yang dewasa,
karena ujian dan penderitaan adalah bagian dari proses pembentukan
Tuhan. Namun kita percaya bahwa dalam segala perkara Tuhan turut
bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (baca Roma 8:28).
Jadi kita dalam kondisi diberkati atau belum diberkati, disembuhkan
atau belum disembuhkan dan sebagainya harus tetap bersungguh-sungguh di
dalam mengiring Tuhan.
Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;"
(Mazmur 34:20). Ini menunjukkan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus bukan
berarti bebas dari masalah. Persoalan tetap ada, tetapi berbeda ketika
kita memiliki Tuhan Yesus karena Dia akan selalu menopang, menguatkan
dan memberikan jalan keluar bagi kita.
Kekristenan tak dapat dipisahkan dari penyangkalan diri dan pikul
salib. Apa maksudnya? Penyangkalan diri berarti harus menyalibkan
segala keinginan daging kita, rela meninggalkan dosa dan berkomitmen
untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan. Memikul salib berarti harus
rela dibenci dan dimusuhi oleh dunia ini karena nama Yesus. Bahkan
dikatakan, "...siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya;
tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia
akan menyelamatkannya." (Markus 8:35). Jadi, mengikut Kristus
benar-benar membutuhkan komitmen yang tinggi, tidak boleh
setengah-setengah. Memikul salib juga berarti mengalami penderitaan
karena namaNya.
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Matius 5:10