Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 24:1-34
"Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." Amsal 24:10
Tiada terasa hari-hari dalam bulan Agustus ini telah kita lewati. Hari
ini hari terakhir di bulan ini, apakah yang Saudara rasakan? Masihkah
kita memiliki hati yang tawar? Setiap orang pasti pernah mengalami apa
yang disebut dengan tawar hati, terlebih-lebih ketika mereka sedang
diperhadapkan pada pergumulan yang berat. Tawar hati menunjuk pada
suatu kondisi hati yang dilanda kekecewaan mendalam karena beratnya
beban yang harus ditanggung oleh seseorang. Tawar hati inilah yang
mengakibatkan seseorang menjadi lemah, kehilangan semangat dan putus
asa. Ayat nas menyatakan bahwa jika kita tawar hati pada masa
kesesakan, kecillah kekuatan kita.
Ketika mendapat mandat untuk memimpin bangsa Israel menggantikan Musa, Tuhan mengingatkan Yosua, "Janganlah kecut dan tawar hati, sebab Tuhan, Allahmu, menyertai engkau, ke manapun engkau pergi."
(Yosua 1:9b). Jika Yosua terus tawar hati, niscaya dia tidak akan
mampu membawa bangsa Israel merebut tanah Kanaan. Akhirnya Yosua terus
berjalan dengan iman memimpin bangsa Israel, dikuatkan dengan janji
Tuhan bahwa "Setiap tempat yang akan diinjak oleh telapak kakimu Kuberikan kepada kamu, seperti yang telah Kujanjikan kepada Musa."
(Yosua 1:3). Berjalan dengan iman bukanlah suatu tindakan yang nekat
tanpa dasar, tapi tindakan yang disertai dengan keyakinan akan firman
Tuhan, mempercayakan diri kepadaNya, dan taat kepadaNya. Berjalan dalam
iman berarti "...tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak
kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak
kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Dalam Ibrani 11:1 dikatakan, "Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat."
Saudaraku yang terkasih, percaya pada pemeliharaan Tuhan adalah hal
yang mutlak bagi setiap orang percaya. Yakinlah bahwa Tuhan tidak
pernah memberikan pencobaan melampaui batas kekuatan kita. Pada saat
yang tepat Dia pasti akan menolong dan memberikan jalan ke luar yang
terbaik. Karena itu jangan lupa untuk selalu bersyukur dalam segala
keadaan dan mengamini setiap janji Tuhan dalam hidup kita.
Sambutlah hari esok dengan iman dan jangan tawar hati lagi!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Agustus 2012 -
Baca: 2 Tesalonika 3:1-15
"Sebab, juga waktu kami berada di antara kamu, kami memberi peringatan
ini kepada kamu: jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia makan." 2 Tesalonika 3:10
Tidak sedikit orang yang menganggap bahwa pekerjaan hanyalah sebagai
kewajiban rutin belaka yang harus kita kerjakan setiap hari di kantor,
pabrik, atau toko demi memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tak jarang
dari kita yang menjadikan pekerjaan itu sebagai beban, sehingga ketika
kita mendapat kesibukan dengan intensitas yang sangat tinggi kita
menjadi mudah marah, mengeluh, menggerutu, mengomel atau jengkel kepada
teman kerja. Kita pun bekerja dengan setengah hati. Tidak ada pimpinan
atau bos sering kita anggap sebagai kesempatan untuk berleha-leha.
Lalu kita pun mulai kehilangan semangat dalam bekerja (malas) dan
akhirnya bekerja secara asal-asalan.
Hal ini akan berbeda bila kita menganggap bahwa pekerjaan itu
sebagai anugerah dari Tuhan, di mana kita akan bekerja dengan tulus
ikhlas, rela melayani dan tidak hitung-hitungan. Apa pun bentuk tugas
dan tanggung jawab yang diberikan, kita akan mengerjakannya dengan penuh
ucapan syukur. Tidak ada keluh kesah apalagi umpatan karena
ketidakpuasan terhadap pimpinan atau rekan kerja, karena kita menyadari
bahwa melalui pekerjaan Tuhan memberkati dan memelihara hidup kita.
Dengan bekerja kita mendapatkan upah, bahkan tidak hanya itu, Tuhan juga
memberkati kita dengan jabatan, tunjangan dan fasilitas lainnya.
Itulah sebabnya Rasul Paulus menegur keras orang Kristen yang tidak mau
bekerja, bermalas-malasan saja dan lebih suka mengharapkan uluran tangan
dari orang lain padahal usia mereka masih produktif.
Hari ini melalui firmanNya Tuhan mengingatkan kita agar sebagai
karyawan atau pekerja bekerja, dengan penuh tanggung jawab dan selalu
ingin memberi yang terbaik. Tertulis: "Apapun juga yang kamu
perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan
untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian
yang ditentukan bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24). Kita harus
sadar bahwa melalui pekerjaan juga segala talenta atau bakat yang ada
pada kita semakin dipertajam oleh Tuhan.
Jadi di mana pun saat ini Saudara ditempatkan Tuhan untuk bekerja,
bekerjalah dengan sepenuh hati, jangan curang dan lakukan yang terbaik,
maka Tuhan akan memberkati kita melalui pekerjaan kita itu!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 23:1-35
"Jangan menolak didikan dari anakmu ia tidak akan mati kalau engkau memukulnya dengan rotan." Amsal 23:13T
Tuhan menaruh tanggung jawab kepada orangtua untuk mengajar, mendidik,
mendisiplin serta memberi teladan yang baik kepada mereka. Orang tua
harus memberi teladan yang benar bagaimana mereka harus hidup sesuai
dengan firman Tuhan, sehingga pada saat anak-anak dewasa nanti mereka
sudah membangun kebiasaan untuk melakukan hal-hal yang benar. Bila
anak-anak dilatih untuk belajar dari kesalahan dan menerima teguran yang
benar, kita telah mendidik mereka dengan benar. Ingat, tidak ada jalan
pintas di dalam mengajar anak-anak! Semua harus melalui proses yang
cukup panjang dimulai sejak anak-anak lahir dan terus berlangsung selama
bertahun-tahun. Terkadang anak-anak berani menolak ajaran dari orang
tua, tapi Alkitab dengan tegas mengatakan bahwa anak-anak yang tidak
patuh haarus menerima teguran dan tongkat. Mari, "Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu." (Amsal 22:6).
Dalam Ulangan 11:19 dikatakan, "Kamu harus mengajarkannya kepada anak-anakmu dengan membicarakannya,
apabila engkau duduk di rumahmu dan apabila engkau sedang dalam
perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun;"
Alkitab menunjukkan bahwa mengajar bukanlah usaha yang hanya sekali
dilakukan. Mengajar harus dilakukan orangtua dengan berulang-ulang
siang dan malam karena hal ini akan memudahkan anak untuk mengerti apa
yang kita ajarkan. Dalam mendidik anak, seharusnya orangtua tidak hanya
banyak bicara, tetapi lebih banyak memberikan teladan hidup kepada
anak. Jadi seandainya orangtua hendak mengajarkan firman Tuhan kepada
anak, mereka harus terlebih dahulu mempraktekkan dan menunjukkan kepada
anak.
Dengan menerapkan firman Tuhan sebagai dasar pendidikan kepada
anak, kita akan menerima berkat dari Tuhan sebagai orangtua; mendidik,
mendisiplinkan dan menegur anak-anak dengan kasih akan membantu mereka
untuk hidup sesuai dengan firman Tuhan.
Anak adalah harta Tuhan yang sangat berharga yang Tuhan titipkan
kepada kita, karena itu kita harus menjaganya secara bertanggung jawab!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 29:1-27
"Tongkat dan teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan ibunya." Amsal 29:15
Angkatan cucu-cucu Yosua tidak lagi hidup menurut firman Tuhan karena
kealpaan orangtua mereka untuk mendidik mereka. Belum lagi sisa-sisa
pengaruh bangsa kafir yang masih tinggal di tanah kanaan, di mana mereka
menyembah kepada berhala. Tertulis: "Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang." (Amsal 13:20); Firman Tuhan juga menegaskan, "Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik." (1 Korintus 15:33). Tidaklah mengherankan kalau akhirnya bangsa Israel terbawa arus dan mengikuti pola hidup yang tidak benar.
Sesungguhnya yang menjadi inti permasalahan bukan pada bangsa kafir
itu, tetapi pada tanggung jawab untuk umat Israel untuk mendidik
anak-anak mereka. Padahal Musa selalu mengingatkan bangsa Israel akan
tanggung jawab para orangtua terhadap anak-anak dan cucu-cucu mereka, "Tetapi waspadalah dan berhati-hatilah, supaya jangan engkau melupakan
hal-hal yang dilihat oleh matamu sendiri itu, dan supaya jangan semuanya
itu hilang dari ingatanmu seumur hidupmu. Beritahukanlah kepada
anak-anakmu dan kepada cucu cicitmu semuanya itu," (Ulangan 4:9).
Mereka lebih memberikan harta yang bersifat materi daripada meninggalkan
warisan rohani yaitu mengajar anak-anaknya tentang firman Tuhan.
Akibatnya pendidikan rohani anak-anak mereka menjadi sangat rapuh
sehingga bangsa-bangsa lain dengan mudahnya memberikan pengaruh yang
buruk kepada mereka. Ini yang menyebabkan bangsa Israel makin lama
makin jauh dari Tuhan. Mereka mengalami kemerosotan rohani yang luar
biasa, bahkan tak segan-segannya mereka menyembah kepada berhala.
Jangan pernah menyalahkan lingkungan, tetapi perhatikan bagaimana
tanggung jawab kita selaku orangtua untuk mendidik anak-anak kita.
Anak-anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita dan hal ini
merupakan sebuah kepercayaan yang harus kita pertanggungjawabkan
kepadaNya. Oleh karena itu sebagai orang percaya kita memerlukan
pedoman firman Tuhan untuk membesarkan dan mendidik mereka agar menjadi
anak-anak yang berkenan kepada Tuhan! (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Agustus 2012 -
Baca: Yosua 23:1-16
"Kuatkanlah benar-benar hatimu dalam memelihara dan melakukan segala yang
tertulis dalam kitab hukum Musa, supaya kamu jangan menyimpang ke kanan
atau ke kiri, dan supaya kamu jangan bergaul dengan bangsa-bangsa yang masih tinggal
di antaramu itu, serta mengakui nama allah mereka dan bersumpah demi
nama itu, dan beribadah atau sujud menyembah kepada mereka." Yosua 23:6-7
Yosua merupakan angkatan pertama yang diam di tanah Kanaan, dan pada
saat itu bangsa Israel setia kepada Tuhan dan beribadah kepadaNya dengan
sungguh-sungguh. Apa yang dilakukan oleh generasi Yosua? Para
orangtua tak henti-hentinya mengajarkan anak-anaknya tentang firman
Tuhan dan mengingatkan mereka tentang perbuatan-perbuatan ajaib dan
dahsyat yang Tuhan nyatakan atas bangsa Israel di bawah kepemimpinan
Musa. Itu mereka ajarkan berulang-ulang sehingga anak-anak memiliki
pengenalan yang benar akan Tuhan. Bahkan di usianya yang sudah tua
Yosua kembali mengingatkan bangsanya untuk senantiasa memiliki hati yang
takut akan Tuhan, "Tetapi kamu harus berpaut pada Tuhan, Allahmu,
seperti yang kamu lakukan sampai sekarang. Maka demi nyawamu,
bertekunlah mengasihi Tuhan, Allahmu." (Yosua 23:8, 11).
Setelah Yosua mati ketaatan mereka tidak bertahan lama, bangsa
Israel mengalami kemerosotan rohani; angkatan cucu-cucu Yosua mulai
menyimpang dari hukum Tuhan. Mereka tidak lagi hidup seturut dengan
kehendak Tuhan dan melakukan perzinahan rohani. Tertulis: "Setelah
seluruh angkatan itu dikumpulkan kepada nenek moyangnya,
bangkitlah sesudah mereka itu angkatan yang lain, yang tidak mengenal
Tuhan ataupun perbuatan yang dilakukan-Nya bagi orang Israel. Lalu
orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah
kepada para Baal. Mereka meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka
yang telah membawa
mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara
allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya,
sehingga mereka menyakiti hati Tuhan." (Hakim-Hakim 2:10-12).
Pertanyaannya: mengapa generasi Yosua dan anak-anak mereka hidup
berkenan kepada Tuhan, namun pada generasi berikutnya yaitu angkatan
cucu-cucu Yosua mulai hidup menyimpang dari kebenaran firman Tuhan,
bahkan menyembah Baal?
Suatu tindakan yang menyakiti Tuhan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Agustus 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 2:1-12
"juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu,
maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian
sebagai rasul-rasul Kristus." 1 Tesalonika 2:6
Kata 'pelayanan' tidaklah asing di telinga setiap orang Kristen, bahkan
hampir semua anak Tuhan kini sudah terlibat dalam pelayanan, tidak hanya
melayani di gereja di mana mereka berjemaat, namun kini sudah melangkah
ke luar menjangkau jiwa-jiwa yang tinggal di daerah-daerah: desa
terpencil, lereng pegunungan atau pedalaman. Pertanyaannya: apa yang
menjadi motivasi kita sehingga kita rela berjerih lelah untuk pekerjaan
Tuhan? Melalui renungan ini kita diingatkan tentang motivasi kita dalam
pelayanan, jangan sampai ada ambisi pribadi atau tendensi mencari
pujian, hormat, popularitas, keuntungan untuk diri sendiri. Jangan pula
kita mengerjakan tugas pelayanan ini hanya sebatas aktivitas rohani
atau rutinitas belaka.
Mari kita belajar dan meneladani Rasul Paulus. Melalui suratnya
kepada jemaat di Tesalonika, Rasul Paulus menegaskan keberadaannya dalam
melayani Tuhan. ia menekankan kembali perihal motivasinya dalam
melayani, "...karena Allah telah menganggap kami layak untuk mempercayakan Injil
kepada kami, karena itulah kami berbicara, bukan untuk menyukakan
manusia, melainkan untuk menyukakan Allah yang menguji hati kita."
(ayat 4). Jangan sampai kita melayani Tuhan hanya karena sungkan dengan
bapak gembala atau hanya untuk menyenangkan manusia sehingga kita
selalu bermulut manis atau berkata yang muluk-muluk. Apa yang dilakukan
Paulus?" "...kami tidak pernah bermulut manis-hal itu kamu ketahui-dan tidak pernah
mempunyai maksud loba yang tersembunyi-Allah adalah saksi-" (ayat
5). Hal ini jelas menunjukkan bahwa Rasul Paulus memiliki motivasi yang
tulus dalam melayani: tidak mempunyai maksud yang tidak murni, tidak
ada tipu daya, bukan untuk menyukakan manusia.
Mari harus berhati-hati dalam pelayanan, jangan sampai kita
menyampaikan kebenaran Injil tapi kita memiliki motivasi atau ambisi
yang tidak benar, "Sebab itu aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia."
(Kisah 24:16). Dipercaya Tuhan untuk dapat melayaniNya dalam anugerah,
maka segala pujian, hormat dan kemuliaan hanya bagi Tuhan saja.
"Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil." Yohanes 3:30
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 75:1-11
"Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun
datangnya peninggian itu, tetapi Allah adalah Hakim: direndahkan-Nya
yang satu dan ditinggikan-Nya yang lain." Mazmur 75:7-8
Firman Tuhan hari ini mengajarkan kepada kita bahwa peninggian atau
promosi bagi seseorang bukan dari timur, barat, laut, gunung dan juga
bukan dari tempat lain datangnya, tetapi dari Tuhan. Banyak orang
menempuh segala cara untuk membuat dirinya berbeda, menonjol, dikenal,
dihargai dan dihormati oleh orang lain. Inilah yang disebut dengan
ambisi. Kata ambisi sendiri diserap dari bahasa Inggris 'ambition' dan berasal dari bahasa Latin 'ambitio' yang
berarti hasrat besar seseorang terhadap kekuasaan, kehormatan,
kemasyuran atau apa saja yang memberikan keunggulan dan keistimewaan;
keinginan seseorang untuk membedakan diri dari orang lain. Ambisi bisa
juga bisa diartikan usaha seseorang untuk memajukan diri.
Tidaklah salah kita memiliki ambisi asal jalan yang kita tempuh
untuk mewujudkan ambisi itu sesuai dengan kehendak Tuhan dan tidak
menyimpang dari kebenaran. Tetapi ambisi untuk meninggikan diri,
mencari kedudukan dengan mempromosikan diri sendiri, atau mencari hormat
dan pujian dari manusia adalah perbuatan yang dicela oleh Tuhan. Korah
mengangkat dirinya sendiri sebagai pemimpin dan mengajak orang-orang
untuk memberontak melawan Musa, pemimpin yang dipilih oleh Tuhan.
Akhirnya perbuatan Korah ini menjadi bumerang bagi dirinya sendiri dan
juga semua orang yang mengikuti dia (baca Bilangan 16).
Suatu ketika ibu Yakobus dan Yohanes datang kepada Yesus dan
meminta agar kedua anaknya beroleh kedudukan tinggi dalam Kerajaan
Allah. Bagaimana respons Yesus? "Barangsiapa ingin menjadi besar di
antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin
menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;"
(Matius 20:26-27). Sebagai orang percaya, terlebih-lebih yang sudah
melayani Tuhan, kita tidak diperkenankan mencari kedudukan dan hormat
bagi diri sendiri seperti yang dilakukan oleh orang-orang dunia. Kita
harus percaya sepenuhnya kepada Tuhan karena Dialah yang berkuasa untuk
meninggikan atau merendahkan seseorang.
Jangan sampai ada motivasi terselubung di balik pelayanan kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 1:27-30
"Hanya, hendaklah hidupmu berpadanan dengan Injil Kristus, supaya,
apabila aku datang aku melihat, dan apabila aku tidak datang aku
mendengar, bahwa kamu teguh berdiri dalam satu roh, dan sehati sejiwa
berjuang untuk iman yang timbul dari Berita Injil," Filipi 1:27
Sebagai komandan kita, Tuhan tau persis maksud dan tujuan dari perintah
yang Ia berikan kepada kita. Yang pasti perintahNya bukan untuk
mencelakakan kita, tapi membawa kita kepada kemenangan demi kemenangan.
Jika kita fokus kepada perintah Tuhan dan percaya kepadaNya dengan
sepenuh hati, kita akan dapat menyelesaikan misi yang Tuhan berikan bagi
kita. Karena itu kita harus hidup dalam kebenaran dan berkenan kepada
Tuhan supaya kita menjadi prajurit yang baik di hadapanNya.
2. Disiplin berlatih. Ada kata bijak dalam bahasa Inggris: "Pratice makes perfect."
Artinya latihan membuat sempurna; semakin banyak berlatih kita akan
semakin disempurnakan, artinya kualitas kita akan meningkat.
Kedisiplinan rohani sangat penting bagi setiap anak Tuhan agar kita
sanggup melawan musuh yaitu Iblis: disiplin dalam hal bersaat teduh,
ibadah dan juga pelayanan. FirmanNya menasihatkan, "Latihan badani terbatas gunanya, tetapi ibadah itu berguna dalam segala
hal, karena mengandung janji, baik untuk hidup ini maupun untuk hidup
yang akan datang." (1 Timotius 4:7b-8). Kehidupan seorang prajurit
tidak jauh berbeda dari olahragawan, hari-harinya dipenuhi dengan
latihan dan latihan. Tanpa kedisiplinan dalam berlatih kita pasti akan
menjadi lemah, gagal dan tidak akan menjadi pemenang. Sebaliknya jika
kita terus melatih tubuh rohani kita dengan disiplin, tubuh rohani kita
akan semakin kuat, tangguh dalam menghadapi lawan kita. Jadi kita
dituntut untuk hidup benar dan tidak serupa dengan dunia ini;
kedagingan kita harus benar-benar mati, dan itu sakit.
Itulah panggilan Tuhan bagi kita sebagai prajurit-prajuritNya,
harus ikut menderita demi Injil Kristus telah menderita untuk kita dan
telah meninggalkan teladan bagi kita supaya kita mengikuti jejakNya
(baca 1 Petrus 2:21).
Prajurit Kristus yang tangguh tidak akan pernah mengeluh saat
menghadapi ujian dan tantangan, tapi tetap kuat dan akan tampil sebagai
pemenang!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Agustus 2012 -
Baca: 2 Timotius 2:1-13
"Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus." 2 Timotius 2:3
Menjadi pengikut Kristus merupakan panggilan yang sangat mulia karena
kita tidak hanya diangkat sebagai anak-anak Allah, seperti tertulis: "Sebab kamu semua adalah anak-anak Allah karena iman di dalam Yesus Kristus."
(Galatia 3:26), tetapi kita juga dipersiapkan untuk menjadi
prajurit-prajuritNya. Alkitab dengan tegas menyatakan bahwa setiap
orang percaya sedang diperhadapkan dengan peperangan rohani yaitu
berperang melawan "...pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan
penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara."
(Efesus 6:12). Oleh karena itu kita harus benar-benar menjadi seorang
prajurit yang tangguh supaya kita dapat melawan dan mematahkan segala
tipu muslihat Iblis. Ketahuilah bahwa Iblis selalu menjalankan taktik
liciknya dengan berbagai macam cara untuk menjatuhkan iman anak-anak
Tuhan. Jika kita tidak melawannya, kita akan terseret dan termakan oleh
bujuk rayu Iblis. Rasul Petrus menasihatkan, "Lawanlah dia dengan iman yang teguh, sebab kamu tahu, bahwa semua saudaramu di seluruh dunia menanggung penderitaan yang sama." (1 Petrus 5:9).
Memang untuk menjadi prajurit yang benar-benar tangguh di akhir zaman tidaklah mudah, ada harga yang harus kita bayar: 1. Fokus kepada Tuhan sepenuhnya. Dikatakan, "Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan
soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada
komandannya." (2 Timotius 2:4). Seorang prajurit yang masih harus
terus disibukkan dengan urusan pribadi dan mengesampingkan
perkara-perkara rohani tidak akan berkenan kepada Tuhan. Banyak orang
Kristen yang tidak lagi mengutamakan Tuhan dalam hidupnya: jam-jam
doanya berkurang, tidak lagi tekun membaca dan merenungkan firman Tuhan
dan mulai malas beribadah dengan alasan capai atau sibuk bekerja.
Sangatlah berbahaya bila seorang prajurit telah kehilangan fokus saat
berperang meski itu hanya sesaat saja karena ia bisa kehilangan
nyawanya.
Tuhan adalah komandan kita, dan sebagai prajurit kita harus taat
kepadaNya. Apa pun yang diperintahkan komandan kita harus kerjakan
dengan sepenuh hati tanpa ada perbantahan! (Bersambung).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Agustus 2012 -
Baca: 2 Korintus 1:12-24
"Sebab Kristus adalah 'ya' bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan "Amin" untuk memuliakan Allah." 2 Korintus 1:20
Sebelum melangkah lebih jauh di hari yang baru ini, kita kembali diingatkan, "Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk Tuhan?" (Kejadian 18:14a). Tidak ada! Ayat nas di atas juga menegaskan bahwa semua janji Tuhan itu ya dan amin. Daud, seorang yang memiliki banyak pengalaman pribadi bersama Tuhan dan telah mengecap kebaikanNya, pun mencatat bahwa: "Janji Tuhan adalah janji yang murni, bagaikan perak yang teruji, tujuh kali dimurnikan dalam dapur peleburan di tanah."
(Mazmur 12:7). Karena itu mari kita jalani hari ini dengan penuh
iman. Yakinlah bahwa Tuhan sanggup melakukan segala sesuatu dan tidak
ada rencanaNya yang gagal (baca Ayub 42:2).
Jika kita terus ragu akan kuasa Tuhan, mustahil kita akan mengalami
penggenapan janji Tuhan. Jangan mau diprovokasi oleh Iblis yang tiada
henti-hentinya membisikkan hal-hal negatif ke telinga orang percaya
supaya takut, cemas dan kuatir.
Tuhan selalu punya cara untuk menolong kita; Ia dapat menggunakan
cara-cara yang sederhana untuk menyelesaikan masalah-masalah besar.
Bangsa Israel dipelihara Tuhan secara ajaib selama 40 tahun di padang
gurun; tembok Yerikho yang terkenal sangat kuat akhirnya runtuh ketika
bangsa Israel mengelilinginya sebanyak tujuh kali dengan disertai tiupan
sangkakala; Goliat, si raksasa dari Filistin, tewas di tangan Daud
hanya dengan ketapel dan batu; Elia dipelihara Tuhan di tepi sungai
Kerit melalui burung gagak; Tuhan Yesus hanya dengan lima roti dan dua
ikan sanggup memberi makan 5000 orang. Adakah sesuatu yang terlalu
besar untuk dilakukan Tuhan?
Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan
tercampaklah ke dalam laut! asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya,
bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi
baginya." (Markus 11:23). Jadi tidak ada gunung persoalan yang tak
dapat terselesaikan di dalam Tuhan. Di masa-masa sekarang ini banyak
sekali kesukaran terjadi tetapi kita pasti akan mampu melewatinya sebab
ada Tuhan Yesus yang menjadi jaminan hidup kita, di mana pertolonganNya
tidak pernah terlambat!
Itulah sebabnya "...kepada Tuhan akau percaya dengan tidak ragu-ragu." Mazmur 26:1b
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Agustus 2012 -
Baca: Markus 9:14-29
"Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!" Markus 9:23
Sebagai orang percaya, kita patut bersyukur karena kita memiliki Tuhan
yang hidup, yang tak terbatas kuasaNya dan Mahasanggup di dalam nama
Tuhan Yesus Kristus. Karena kuasaNya yang tak terbatas, tidak ada
mustahil bagi Dia. Sebesar apa pun persoalan atau masalah yang kita
hadapi Tuhan sanggup menolong kita.
Ayat firman Tuhan yang kita baca hari ini menyatakan bahwa ada seorang anak yang kerasukan roh hingga dia menjadi bisu, "Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke
tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi
kejang." (Markus 9:18a). Lalu anak ini dibawa kepada Tuhan Yesus. Tuhan berkata, "'...jika
Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!' Segera
ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya
ini!'" (Markus 9:23-24). Dan mujizat pun terjadi, "...keluarlah
roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu
dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga
banyak orang yang berkata: 'Ia sudah mati.' Tetapi Yesus memegang
tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri.'" (Markus 9:26-27). Luar biasa!
Seringkali kita bertanya dalam hati, "Mungkinkah mujizat terjadi
dalam hidupku? Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku?" Bukankah hal
ini menunjukkan bahwa kita belum mengenal siapa Tuhan kita, betapa besar
dan hebat kuasaNya? Ingat, kuasa Tuhan tidak pernah berubah! Kalau
dahulu Dia sanggup melakukan mujizat, hari ini juga ia tetap sanggup.
Alkitab menegaskan, "Yesus Kristus tetap sama, baik kemarin maupun hari ini dan sampai selama-lamanya."
(Ibrani 13:8). Karena itu buang segala keraguan dan kebimbangan yang
ada. Perihal doa dan permohonan, Yakobus mengingatkan, "Hendaklah ia memintanya dalam iman, dan sama sekali jangan bimbang,
sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang
diombang-ambingkan kian ke mari oleh angin. Orang yang demikian janganlah mengira, bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan." (Yakobus 1:6-7). Jika kita percaya dengan sungguh akan kuasa Tuhan, Ia mewujudkan apa pun yang kita imani.
Jika bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil dan bagi orang
percaya juga tidak ada yang mustahil, apakah yang membuat sesuatu
menjadi mustahil bagi kita? Jawabnya adalah karena keraguan kita.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 2:12-18
"Sambil berpegang pada firman kehidupan, agar aku dapat bermegah pada
hari Kristus, bahwa aku tidak percuma berlomba dan tidak percuma
bersusah-susah." Filipi 2:16
Yakobus dalam suratnya berkata, "Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh
keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan
apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila
dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut." (Yakobus 1:14-15).
Segala keinginan dan hawa nafsu bila sudah dibuahi akan menghasilkan
dosa, dan bila dosa itu tidak segera kita bereskan di hadapan Tuhan akan
membuat kita makin jauh dari Tuhan, artinya kita akan terlempar dari
kompetisi iman. Alkitab menyatakan, "Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala
kejahatan." (1 Yohanes 1:9), bahkan "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti
salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih
seperti bulu domba." (Yesaya 1:18). Jika ada dosa segeralah datang
kepada Tuhan dan mohon pengampunan kepadaNya dengan sungguh, Dia pasti
akan mengampuni dosa kita.
2. Kita harus memusatkan perhatian kepada Kristus. "Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus," (Ibrani 12:2). Artinya, fokus 'mata' kita hanya tertuju kepada Tuhan Yesus. Dalam Ibrani 12:14 disampaikan bahwa "...tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Tuhan."
Jadi hanya orang-orang yang hidup dalam kekudusan yang dapat melihat
Tuhan. "Melihat Tuhan" di sini mungkin tidak harus kasat mata, tetapi
'mata iman' kita terarah kepadaNya yaitu kepada salib Kristus. Dengan
memandang salib kristus kita tidak hanya diingatkan akan penderitaan dan
pengorbanan Tuhan Yesus, tapi juga kemuliaanNya. Rasul Paulus
mengingatkan kita, "Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu
salib. Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan
kepada-Nya nama di atas segala nama," (Filipi 2:8-9).
Dalam perlombaan iman kita diperhadapkan dengan ujian dan
penderitaan. Namun kita tidak boleh menjadi lemah atau putus asa (baca Ibrani 12:3).
Kita harus tetap kuat dalam perlombaan iman ini, sebab penderitaan zaman
sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan
dinyatakan kepada kita (baca Roma 8:18).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Agustus 2012 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi
kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu
merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang
diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Kejuaraan olahraga multi event terakbar sedunia yaitu Olimpiade
London yang sedang berlangsung dari tanggal 27 Juli 2012 sampai 12
Agustus 2012 baru saja usai hingar-bingarnya. Semua atlet terbaik dari
seluruh negara di penjuru dunia telah berkumpul di sana, saling
berkompetisi untuk memperebutkan yang terbaik dari tiap-tiap cabang
olahraga. Para juara telah memperoleh mahkotanya dalam wujud medali
emas (emas, perak dan perunggu). Suatu prestasi yang sangat
membanggakan karena mereka telah mengharumkan nama bangsa dan negaranya
di kancah internasional.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata kompetisi atau
perlombaan sama dengan persaingan; pertandingan untuk meraih yang
terbaik; sistem pertandingan olahraga yang mengharuskan semua pihak
saling bertanding. Dengan kata lain, esensi sebuah kompetisi adalah
bersaing, bertanding, berlomba, dan saling mendahului satu dengan yang
lain untuk meraih yang terbaik. Karena itu setiap orang yang masuk
dalam sebuah kompetisi harus mempersiapkan dirinya sedemikian rupa
supaya tampil sebagai pemenang. Tekun berlatih, pantang menyerah dan
memiliki kesiapan mental adalah kunci untuk mencapai goal yaitu
kemenangan. Tanpa itu semua, it's just in the sky (hanya angan-angan belaka)!
Dalam konsep kehidupan rohani orang percaya kita ini diibaratkan
sebagai atlet-atlet yang sedang berkompetisi/berlomba untuk mendapatkan
mahkota kehidupan bagi siapa saja yang berhasil memenangi pertandingan.
Alkitab menasihatkan bahwa untuk bisa tampil sebagai pemenang dalam
perlombaan iman ini langkah yang harus kita tempuh adalah: 1.
Kita harus menanggalkan semua beban dan dosa. Apa yang menjadi beban
dan pergumulan Saudara selama ini? Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu."
(Matius 11:28). Bawa semua beban dan permasalahan hidup ini kepada
Tuhan, Dia pasti akan menolong dan memberi pertolongan kepada kita.
Seseorang yang berbeban berat dan letih lesu tidak akan mungkin berhasil
dalam kompetisi/perlombaan iman, itu hanya akan menjadi penghalang bagi
kita untuk melangkah maju! (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Agustus 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:16-24
"Karena kami memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." 2 korintus 8:21
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa siapa kita adalah apa yang kita pikirkan. Dalam Amsal 23:7a dikatakan, "Sebab seperti orang yang membuat perhitungan dalam dirinya sendiri demikianlah ia."
Oleh karena itu, kita harus menjaga pikiran kita agar tetap positif dan
bersih. Mari kita belajar seperti Rasul Paulus yang senantiasa, "...memikirkan yang baik, bukan hanya di hadapan Tuhan, tetapi juga di hadapan manusia." Jangan
remehkan apa yang ada di dalam pikiran kita! Jika kita terus
mengembangkan pikiran-pikiran negatif, suatu saat pasti akan menuai
kegagalan, kemiskinan, kesusahan, kehancuran, sakit-penyakit, atau
kekurangan. Mulai sekarang berpikirlah tentang hal-hal besar tentang
keberhasilan, kesuksesan, kesembuhan, hidup yang diberkati.
Allah dengan jelas menasihatkan, "...saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil,
semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang
disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."
(Filipi 4:8). Berpikiran positif berarti pikiran yang diubah dan
dipenuhi oleh firman Tuhan. Perhatikan pula yang disampaikan Tuhan
kepada Yosua, "Janganlah engkau lupa memperkatakan kitab Taurat ini, tetapi
renungkanlah itu siang dan malam, supaya engkau bertindak hati-hati
sesuai dengan segala yang tertulis di dalamnya, sebab dengan demikian
perjalananmu akan berhasil dan engkau akan beruntung." (Yosua 1:8).
Bila kita ingin memiliki hidup yang berkemenangan, berhasil dan
diberkati Tuhan, kita harus selalu berpikiran positif karena pikiran
kita dapat menentukan perkataan dan perbuatan kita. Bila pikiran kita
senantiasa baik, maka kata-kata yang keluar dari mulut kita dan juga
perbuatan kita pun akan baik. Demikian pula sebaliknya! Mengapa kita
harus selalu berpikiran positif? Dengan berpikiran positif berarti kita
memiliki pikiran Kristus, sebab "Tuhan itu baik dan benar; sebab itu Ia menunjukkan jalan kepada orang yang sesat." (Mazmur 25:8).
Ini menegaskan bahwa segala yang baik dan benar itu datangnya dari
Tuhan dan bila kita ingin mendapatkan hal-hal yang baik dari Dia,
pikiran kita pun harus sesuai dengan firmanNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Agustus 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku
akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan
negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Merdeka! Merdeka! Merdeka! Hari ini kita memperingati hari
kemerdekaan bangsa kita yang ke-67 tahun. Bagi manusia umur 67 tahun
adalah usia lanjut, tapi bagi suatu negara masih tergolong sangat muda
jika dibandingkan dengan negara-negara lain yang telah merdeka ratusan
tahun, semisal Amerika Serikat yang merdeka sejak 4 Juli 1776. Namun
kita patut bersyukur kepada Tuhan karena bangsa kita telah terbebas dari
perbudakan dan penjajahan bangsa lain. Ini adalah anugerah Tuhan yang
tak ternilai dan patut disyukuri!
Sayang, meski telah mencapai usia 67 tahun, negara ini belum juga
berhasil menegakkan kebenaran, keadilan maupun mendatangkan
kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. Di sana-sini masih banyak
ketimpangan dalam hal pemerataan pembangunan; belum lagi korupsi yang
kian mewabah dan sepertinya telah menjadi trend di kalangan
pejabat tinggi negara, maraknya demo, kekerasan atau pertikaian
antargolongan, padahal dunia mengakui Indonesia sangat kaya hasil bumi
dan laut nya, juga komoditas pariwisata plus sumber daya manusianya
sehingga menjadi pengekspor TKI terbesar di dunia.
Mengapa bisa terjadi? Ini dikarenakan banyak pemimpin negara kita
yang hidup tidak takut akan Tuhan, akibatnya berkat-berkat Tuhan menjadi
terhalang. Dosa bangsa ini menghambat segala yang baik dari tuhan!
Itulah sebabnya seluruh umat Kristiani di dunia dan Indonesia terpanggil
doa bersama bagi dunia, teristimewa bagi kebangkitan bangsa Indonesia
dalam tajuk World Prayer Assembly (WPA) beberapa waktu lalu. Kita
berdoa bagi para pemimpin bangsa ini supaya memiliki hati yang taat
kepada Tuhan, berdoa bagi kesejahteraan kota di mana kita tinggal. Ayat
nas menyatakan bila umat Tuhan merendahkan diri, berdoa dan mencari
wajahNya, Ia akan turun tangan memulihkan bangsa kita! Hidup dalam
pertobatan yang sungguh adalah kunci pemulihan!
Tuhan akan mencurahkan berkatNya bagi bangsa ini asal kita hidup dalam pertobatan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Agustus 2012 -
Baca: 2 Samuel 12:1-25
"Lalu berkatalah Daud kepada Natan: 'Aku sudah berdosa kepada Tuhan.' Dan
Natan berkata kepada Daud: 'Tuhan telah menjauhkan dosamu itu: engkau
tidak akan mati.'" 2 Samuel 12:13
Setiap orang pernah melakukan kesalahan, namun hendaknya kita mampu
memperbaiki kesalahan itu dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
Jadikan itu sebagai pengalaman yang berharga karena pengalaman adalah
guru yang terbaik. Makna dari "pengalaman adalah guru terbaik" adalah
adanya suatu kejadian atau peristiwa yang menimpa hidup kita di masa
lalu, baik menyenangkan atau pun tidak menyenangkan, kemudian kita
menjadikannya sebagai suatu pelajaran, peringatan dan motivasi yang
berharga dalam menyikapi dan menentukan langkah perjalanan hidup kita
selanjutnya.
Ada pepatah mengatakan: "Keledai akan terperosok ke lubang yang
sama." Jika kita tidak mau belajar dari pengalaman, suatu saat kita
akan melakukan kesalahan yang sama bahkan mungkin lebih parah dari yang
sebelumnya dan itu justru akan membawa kita kepada kehancuran. Hal ini
pernah terjadi dalam kehidupan raja Daud. Ia jatuh dalam dosa
perzinahan dengan Batsyeba, padahal Batsyeba adalah isteri Uria,
panglimanya sendiri (baca 2 Samuel 11).
Apa yang dilakukan Daud ini adalah suatu kekejian di hadapan Tuhan, dan
serapat-rapatnya Daud ini menyimpan dosa di depan manusia, di hadapan
Tuhan semua itu terbuka jelas. "Dan tidak ada suatu makhlukpun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab
segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya
kita harus memberikan pertanggungan jawab." (Ibrani 4:13). Tuhan
tidak tinggal diam sehingga Ia mengutus Natan untuk menegur dan
memperingatkan Daud. Akhirnya Daud menyesal dan Tuhan pun mengampuni
kesalahannya, namun setiap dosa selalu membawa konsekuensi, "...anak yang lahir bagimu itu akan mati." (2 Samuel 12:14).
Pengalaman Daud kiranya menjadi guru terbaik bagi kita sekalian,
karena belajar dari pengalaman orang lain adalah cara yang paling mudah
dan efisien. Ingat! Setiap perbuatan dosa selalu membawa dampak yang
sangat mengerikan, oleh karena itu jangan main-main dengan dosa.
Segeralah bertobat, pasti Tuhan mengampuni dan memulikan keadaan kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tuhan, pada waktu pagi Engkau mendengar seruanku, pada waktu pagi aku mengatur persembahan bagi-Mu, dan aku menunggu-nunggu." Mazmur 5:4
Membiasakan diri untuk bangun pagi-pagi adalah pekerjaan yang tidak
mudah bagi kebanyakan orang, perlu latihan dan disiplin yang keras.
Banyak kali kita bangun serba terburu-buru dan mepet dengan jadwal ke
kantor atau beraktivitas. Bangun pagi saja begitu susah kita lakukan,
apalagi disertai dengan bersaat teduh seperti yang dilakukan oleh Daud,
yang senantiasa mengatur persembahan kepada Tuhan dan memuji-muji Tuhan
pada waktu pagi (baca juga Mazmur 59:17).
Namun, bangun pagi-pagi adalah gambaran dari sebuah kerja keras yang
merupakan motto orang-orang yang berhasil dalam hidupnya. Dengan kata
lain, orang-orang yang berhasil adalah mereka yang sangat menghargai
waktu dan kerja keras. Mereka tidak pernah menyia-nyiakan waktu yang
ada; tiap detik, menit, jam tak pernah luput dari hal-hal yang bermakna
dan berkualitas.
Tuhan Yesus selama pelayanan di bumi juga bangun pagi-pagi untuk berdoa kepada Bapa di sorga. Tertulis: "Pagi-pagi benar, waktu hari masih gelap, Ia bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ke tempat yang sunyi dan berdoa di sana."
(Markus 1:35). Sebelum bertemu dan berbicara dengan banyak orang Ia
terlebih dahulu mencari hadirat Bapa. Harus kita akui bahwa dengan
bangun pagi-pagi kita dapat mengerjakan lebih banyak perkara dibanding
jika kita selalu bangun dengan terlambat. Orang-orang pilihan Tuhan di
dalam Alkitab juga melakukan hal yang sama. Ketika Sodom dan Gomora
dimusnahkan Tuhan, Abraham "...pagi-pagi pergi ke tempat ia berdiri di hadapan Tuhan itu,"
(Kejadian 19:27) dan melihat kejadian tersebut; Yosua juga bangun
pagi-pagi saat bersama para imam mengelilingi tembok Yerikho (Yosua
6:12), dan mjizat pun terjadi. Bahkan Salomo dalam amsalnya juga
menyinggung tentang kebiasaan dari isteri yang cakap: "Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi
rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan." (Amsal 31:15).
Ingin menjadi orang yang diberkati? Jangan malas, hargai waktu dengan baik.
"Tak berkesudahan kasih setia Tuhan, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!" Ratapan 3:22-23
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Agustus 2012 -
Baca: 1 Tawarikh 17:16-27
"Ya Tuhan, oleh karena hamba-Mu ini dan menurut hati-Mu Engkau telah
melakukan segala perkara yang besar ini dengan memberitahukan segala
perkara yang besar itu." 1 Tawarikh 17:19
Bagaimana supaya kita bisa menjadi orang kepercayaan, baik di hadapan
Tuhan dan juga manusia? Supaya dapat menjadi orang kepercayaan, kita
harus terlebih dahulu membuktikan diri bahwa kita ini layak dipercaya.
Ini berbicara tentang kesetiaan, ketekunan dan loyalitas! Ada harga
yang harus kita bayar! Jika kita tidak setia, tidak tekun, tidak loyal
dan tidak bersungguh-sungguh, bagaimana kita bisa dipercaya untuk
hal-hal yang lebih besar. Tuhan Yesus berkata, "Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga
pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang
lebih besar dari pada itu." (Yohanes 14:12a). Abraham, Musa, Daud,
Yosua, Rasul Paulus adalah beberapa dari sekian banyak tokoh Alkitab
yang dipercaya Tuhan dan karenanya perkara-perkara yang besar dan
dahsyat senantiasa mengikuti perjalanan hidup mereka.
Jika Tuhan mempercayai kita, Ia juga akan menyertai, menguatkan,
menolong dan memberikan kita kemampuan untuk mengerjakan segala perkara
melalui kuasa Roh KudusNya dan menunjukkan jalan atau cara yang harus
kita tempuh. Sebagaimana "Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel."
(Mazmur 103:7). Ia juga memakai apa yang kita miliki, bukan dengan apa
yang tidak kita miliki, sebagai modal dalam mewujudkan apa yang Ia
percayakan.
Haruslah selalu kita ingat bahwa jika kita dipercaya oleh Tuhan
bukan karena kita hebat, semua semata-mata karena kemurahan dan
anugerahNya atas kita. Karena itu kita harus menangkap setiap
kepercayaan yang ada dengan iman yang sungguh kepada Tuhan dan
mengerjakannya dengan penuh ketaatan. Jangan sekali-kali melepaskan
setiap kepercayaan yang ada, peliharalah itu dengan baik, karena ada
upah besar menanti!
"...aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu
kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memeliharakan
apa yang telah dipercayakan-Nya kepadaku hingga pada hari Tuhan." 2 Timotius 1:12
DIPERCAYA TUHAN DAN SESAMA: Modal Sukses!
Baca: Kolose 1:24-29
"Aku telah menjadi pelayan jemaat itu sesuai dengan tugas yang dipercayakan Allah kepadaku untuk meneruskan firman-Nya dengan sepenuhnya kepada kamu," Kolose 1:25
Menjadi orang kepercayaan adalah modal sukses bagi setiap orang, suatu prestasi yang tidak bisa dianggap sepele. Ketika kita dipercaya oleh pimpinan di tempat bekerja, dipercaya oleh dosen menjadi asistennya di kampus, dipercaya oleh masyarakat menjadi wakilnya di lembaga pemerintah adalah sesuatu yang sangat membanggakan. Terlebih yang mempercayakan tugas dan tanggung jawab itu adalah Tuhan, itu suatu anugerah yang tak ternilai harganya; menjadi orang kepercayaan bukanlah hal yang mudah.
Rasul Paulus merespons kepercayaan dari Tuhan dengan segenap hati dan penuh sukacita: "Sekarang aku bersukacita bahwa aku boleh menderita karena kamu, dan menggenapkan dalam dagingku apa yang kurang pada penderitaan Kristus, untuk tubuh-Nya, yaitu jemaat. Dialah yang kami beritakan, apabila tiap-tiap orang kami nasihati dan tiap-tiap orang kami ajari dalam segala hikmat, untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan dalam Kristus. Itulah yang kuusahakan dan kupergumulkan dengan segala tenaga sesuai dengan kuasa-Nya, yang bekerja dengan kuat di dalam aku." (1 Kolose 1:24, 28, 29). Ia sadar bahwa memperoleh kepercayaan dari Tuhan bukan berarti perjalanan hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya hidup ini akan menjadi mudah, mulus dan tanpa rintangan. Adakalanya kita harus diperhadapkan pada ujian dan tantangan yang berat. Tapi Rasul Paulus tetap kuat dan bersukacita; mengapa? Karena jika Tuhan mempercayai kita, kuasaNya akan senantiasa menyertai kita, dan melalui kita Ia akan mengerjakan perkara-perkara yang besar, heran, ajaib dan penuh mujizat. Tuhan berkata kepada Paulus, "'Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu terlebih suka aku bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." (2 Korintus 12:9).
Ingat! Tidak semua orang beroleh kesempatan untuk dipercaya oleh Tuhan, karena itu jika saat ini kita dipercaya Tuhan, jangan pernah sia-siakan.
Mari kita kerjakan kepercayaan itu dengan setia, sepenuh hati dan segenap keberadaan hidup kita, karena beroleh kepercayaan dari Tuhan adalah modal untuk mengalami campur tanganNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Agustus 2012 -
Baca: Amsal 12:1-28
"Setiap orang dikenyangkan dengan kebaikan oleh karena buah perkataan,
dan orang mendapat balasan dari pada yang dikerjakan tangannya." Amsal 12:14
Allah menciptakan langit dan bumi serta isinya dengan kata-katanya yang diucapkan melalui mulutNya. "Jadilah terang." (Kejadian 1:3), maka terang itu jadi. "Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari air."
(Kejadian 1:6), maka terjadilah apa yang diperkatakan Allah itu.
Perkataan adalah unsur yang penting dalam proses penciptaan alam semesta
ini. Jadi semua kata yang ke luar dari mulut Allah berkuasa. Juga
ketika Yesus berada di bumi, semua perkataanNya penuh kuasa. Dengan
berkata-kata Dia sanggup menyembuhkan sakit-penyakit, membangkitkan
Lazarus yang sudah mati empat hari (baca Yohanes 11:43-44), angin ribut diredakan (baca Markus 4:39).
Karena kita ini diciptakan menurut gambar dan rupaNya, maka setiap
perkataan yang ke luar dari mulut kita pun mengandung kuasa. Apa pun
yang kita perkatakan akan berdampak terhadap masa depan kita. Maka
marilah kita bersedia tak henti-hentinya diingatkan agar berhati-hati
dengan perkataan kita. Perhatikan kata Yakobus, "Dan lihat saja
kapal-kapal, walaupun amat besar dan digerakkan oleh
angin keras, namun dapat dikendalikan oleh kemudi yang amat kecil
menurut kehendak jurumudi. Demikian juga lidah, walaupun suatu anggota
kecil dari tubuh, namun dapat memegahkan perkara-perkara yang besar" (Yakobus 3:4-5a).
Masihkah kita semborono dengan perkataan kita? Dengan perkataan,
kita daat membangun masa depan yang baik, tapi dapat pula menghancurkan
masa depan kita sendiri. Dengan perkataan, kita dapat menguatkan,
menghibur, melemahkan dan juga menyakiti orang lain. Janganlah
jemu-jemu memperkatakan yang positif, karena apa yang kita percayai,
bila kita ucapkan dengan iman, cepat atau lambat akan terwujud dalam
alam nyata. Ucapkan janji firman Tuhan setiap hari dan berhentilah
memperkatan yang negatif! Karena perkataan kita besar kuasanya, maka
apa pun yang kita ucapkan harus selalu dalam pimpinan Roh Kudus dan
sesuai dengan firman Tuhan.
"Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia,
semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah
semuanya itu." Filipi 4:8
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 92:1-16
"Sebab telah Kaubuat aku bersukacita, ya Tuhan, dengan pekerjaan-Mu, karena perbuatan tangan-Mu aku akan bersorak-sorai." Mazmur 92:5
Jika setiap hari muka kita murung, ditekuk dan sama sekali tidak
menyiratkan sukacita, apakah bedanya kita dengan orang-orang di luar
Tuhan? Bagaimana kita bisa menjadi berkat bila dalam kehidupan kita
sehari-hari tidak ada kemenangan dan sukacita?
Kepada jemaat di Korintus Rasul Paulus menasihati, "...saudara-saudaraku, bersukacitalah, usahakanlah dirimu supaya sempurna.
Terimalah segala nasihatku! Sehati sepikirlah kamu, dan hiduplah dalam
damai sejahtera; maka Allah, sumber kasih dan damai sejahtera akan
menyertai kamu!" (2 Korintus 13:11). Kata 'sempurna' yang
dimaksud adalah semakin dewasa dalam menyikapi segala sesuatu, dan di
segala keadaan tetap bisa bersukacita karena kita tahu kepada siapa kita
berharap dan percaya bahwa perbuatan tangan Tuhan selalu heran dan
ajaib, dan kita yakin bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan
bagi mereka yang mengasihi Dia," (Roma 8:28). Oleh karena itu
belajarlah mengucap syukur dalam segala hal, bahkan hal-hal yang tidak
menyenangkan pun harus kita syukuri. Yang tidak boleh kita lupakan
adalah selalu mengingat-ingat kebaikan Tuhan! Pemazmur berkata, "Aku hendak mengingat perbuatan-perbuatan Tuhan, ya, aku hendak mengingat keajaiban-keajaiban-Mu dari zaman purbakala."
(Mazmur 77:12). Memang sangat mudah bersukacita ketika kita sedang
dalam kelimpahan atau tanpa masalah. Bagaimana saat tekanan hidup
melanda dan badai hidup datang menerpa? Tuhan menghendaki kita mampu
bersyukur karena di situlah akan terpancar kepercayaan kita kepada
Tuhan. Inilah yang disebut korban syukur.
Seorang Kristen yang dewasa pasti menghasilkan buah-buah Roh dalam
hidupnya dan salah satu buah Roh itu adalah sukacita. Artinya jika
hidup kita senantiasa dipimpin oleh Roh Kudus, sukacita dan menjadi
bagian dari karakter kita. Jadi dalam keadaan apa pun jangan putus asa
dan kehilangan harapan, percayakan segalnaya pada Tuhan dan tetaplah
bersukacita.
Sukacita sejati datangnya dari Tuhan, bukan tergantung dari kondisi
yang kita alami; karena itu melekatlah kepada Tuhan senantiasa.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 5:1-13
"Tetapi semua orang yang berlindung pada-Mu akan bersukacita, mereka akan
bersorak-sorai selama-lamanya, karena Engkau menaungi mereka; dan
karena Engkau akan bersukaria orang-orang yang mengasihi nama-Mu." Mazmur 5:12
Ada banyak alasan untuk tidak bersukacita: ada masalah berat,
sakit-penyakit, sulit mencari pekerjaan, harga-harga kebutuhan hidup
yang makin mahal, biaya pendidikan kian melangit dan sebagainya sehingga
banyak orang Kristen hidupnya dikendalikan oleh ketakutan, kekuatiran,
kecemasan dan keputusasaan. Padahal, kehendak Tuhan bagi anak-anakNya
adalah "Bersukacitalah senantiasa..." (1 Tesalonika 5:16).
Kata 'senantiasa' berarti selalu, di segala keadaan dan terus-menerus.
Namun, mana mungkin kita bisa bersukacita senantiasa di tengah dunia
yang serbasulit dan penuh problematika ini?
Bersukacita senantiasa bagi orang percaya adalah sangat mungkin!
Memang, kita tidak akan mampu bersukacita dengan kekuatan sendiri.
Untuk dapat bersukacita senantiasa kita harus tinggal di dalam Tuhan: "Jikalau
kamu menuruti perintah-Ku, kamu akan tinggal di dalam kasih-Ku,
seperti Aku menuruti perintah Bapa-Ku dan tinggal di dalam kasih-Nya.
Semuanya itu Kukatakan kepadamu, supaya sukacita-Ku ada di dalam kamu
dan sukacitamu menjadi penuh." (Yohanes 15:10-11). Tinggal di
dalam Tuhan dan mengasihi namaNya akan beroleh sukacita. Jadi, rahasia
beroleh sukacita di segala keadaan adalah ada di dalam Tuhan, sebab Dia
adalah sumber sukacita.
Rasul Paulus berkata, "Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak
kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak
kelihatan adalah kekal." (2 Korintus 4:18). Bila fokus kita hanya
tertuju pada besarnya masalah dan situasi yang ada, kita akan kehilangan
sukacita. Tetapi Paulus enantiasa mengarahkan pandangan kepada hal-hal
yang tidak kelihatan. Iulah sebabnya di segala keadaan (di penjara,
tertindas, terjepit, teraniaya, mengalami kapal karam) ia tetap bisa
bersukacita, karena ia tahu bahwa "...penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan
kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada
penderitaan kami." (Korintus 4:17).
(Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 142:1-8
"Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya, kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya." Mazmur 142:3
Ketika sedang tertimpa masalah yang rumit dan berbeban berat acapkali
kita membutuhkan orang lain untuk berbagi, berkeluh-kesah, mengadu dan
membagi beban hidup kita. Kita mencurahkan segala unek-unek kita kepada
hamba Tuhan, saudara seiman, teman atau sahabat sehingga hati kita
terasa plong atau lega. Namun ada pula yang enggan dan malu
menceritakan masalah kita kepada orang lain, semua kita pendam sendiri
dan akhirnya kita pun merasakan beban itu semakin berat untuk kita
pikul. Daud pun mengalaminya: "Hatiku bergejolak dalam diriku, menyala seperti api, ketika aku berkeluh kesah; aku berbicara dengan lidahku:" (Mazmur 39:4).
Sebagai orang percaya kita patut bersyukur karena kita memiliki
Tuhan yang begitu peduli dengan keberadaan kita, bahkan Dia bersedia
menjadi tempat untuk kita mencurahkan isi hati, mengadu dan mengeluh.
Tuhan Yesus berkata, "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu." (Matius 11:28). Di dalam Yesaya 25:4 dikatakan, "Sebab Engkau menjadi tempat pengungsian bagi orang lemah, tempat pengungsian bagi orang miskin dalam kesesakannya,"
Karena itu, seberat apa pun permasalahan yang kita alami bawalah kepada
Tuhan dan curahkan segala isi hati Saudara kepadaNya. Dia tidak hanya
siap menjadi Pendengar keluhan kita, tapi juga sebagai Penolong yang
sejati, karena "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar;" (Yesaya 59:1).
Jika ada saudara seiman yang sedang berbeban berat dan membutuhkan
tempat untuk berkeluh-kesah, kita pun tidak boleh tinggal diam. Tuhan
memberikan tugas dan tanggung jawab kepada kita untuk memperhatikan,
menopang, menolong dan menguatkan mereka. Kita harus mau memberikan
diri, waktu, tenaga dan telinga untuk mendengar keluh-kesah mereka, dan
itu sungguh sangat berarti bagi mereka.
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan
memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami,
yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Agustus 2012 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Karena mereka telah berjuang dengan aku dalam pekabaran Injil,
bersama-sama dengan Klemens dan kawan-kawanku sekerja yang lain, yang
nama-namanya tercantum dalam kitab kehidupan." Filipi 4:3b
Alangkah tragisnya hidup ini, jika ternyata nama kita kelak tidak
tercatat dalam kitab kehidupan, apalagi saat ini nanti kita sudah tidak
bisa memperbaiki keadaan. Kita patut bersyukur bila saat ini
diingatkan.
Tidak perlu takut dan putus asa, justru hal ini menjadi pendorong
bagi kita untuk mempersiapkan diri. Mumpung masih ada kesempatan
marilah melakukan yang terbaik supaya nama kita juga tertulis pada kitab
kehidupan itu. Jadi, "Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah
dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu
tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan menerima bagian yang ditentukan
bagimu sebagai upah. Kristus adalah tuan dan kamu hamba-Nya.
Barangsiapa berbuat kesalahan, ia akan menanggung kesalahannya itu,
karena Tuhan tidak memandang orang." (Kolose 3:23-25).
Inilah langkah agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan: 1. Percaya kepada Yesus Kristus. "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara
orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Percaya
kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat adalah langkah awal
agar nama kita tercatat dalam kitab kehidupan, karena "...keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab
di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada
manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Pemilik kitab kehidupan itu adalah Tuhan Yesus sendiri karena kitab
kehidupan itu juga disebut kitab kehidupan dari Anak Domba, yang adalah
nama lain Tuhan Yesus Kristus. Jadi Ialah yang menentukan siapa saja
yang layak dicatat di buku itu. 2. Menjadi pelaku firman dan
hidup menurut pimpinan Roh Kudus. Percaya saja tidak cukup, tapi kita
juga harus hidup dalam kebenaran dan menanggalkan 'manusia lama' kita.
Dengan karunia dan talenta yang ada mari persembahkan hidup kita untuk
melayani Tuhan sampai akhir hidup kita.
Jerih lelah melayani Tuhan dan mempertahankan hidup tidak bercela
tidak akan sia-sia karena nama kita akan tertulis dalam kitab kehidupan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Agustus 2012 -
Baca: Wahyu 20:11-15
"Dan setiap orang yang tidak ditemukan namanya tertulis di dalam kitab kehidupan itu, ia dilemparkan ke dalam lautan api itu." Wahyu 20:15
Seringkali kita bertanya dalam hati mengapa orang-orang di luar Tuhan
sepertinya hidup mujur tanpa masalah meski mereka hidup tidak sesuai
dengan firman Tuhan (hidup dalam daging dan mengumbar hawa nafsu);
sedangkan perjuangan kita setiap hari untuk hidup dalam kebenaran,
menabur kebaikan, setia melayani Tuhan rasa-rasanya tidak ada hasil
alias sia-sia. Hal ini juga pernah dirasakan oleh pemazmur yang
berkata, "Sia-sia sama sekali aku mempertahankan hati yang bersih,
dan membasuh tanganku, tanda tak bersalah. Namun sepanjang hari aku
kena tulah, dan kena hukum setiap pagi." (Mazmur 73:13-14). Namun kita diingatkan: "Jangan marah karena orang yang berbuat jahat, jangan iri hati kepada orang yang berbuat curang;" (Mazmur 37:1).
Sesungguhnya tidak ada kata sia-sia kita hidup dalam kebenaran;
karena segala sesuatu yang kita yang lakukan untuk Tuhan dan juga sesama
ada di bawah pengawasan Tuhan, secara mendetail dicatat dan
diperhitungkan oleh Tuhan. Secara terperinci Tuhan mencatatnya dalam
sebuah buku yang disebut dengan kitab kehidupan. Tertulis: "Dan aku melihat orang-orang mati, besar dan kecil, berdiri di depan
takhta itu. Lalu dibuka semua kitab. Dan dibuka juga sebuah kitab lain,
yaitu kitab kehidupan. Dan orang-orang mati dihakimi menurut perbuatan
mereka, berdasarkan apa yang ada tertulis di dalam kitab-kitab itu."
(Wahyu 20:12). Bukan saja dicatat di dalam kitab kehidupan, namun
segala perbuatan yang kita lakukan di bumi ini juga akan mendapat upah
dan pahala yang setimpal. Kepada jemaat di Galatia, Rasul Paulus juga
mengingatkan bahwa "...apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya. Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan
dari dagingnya, tetapi barangsiapa menabur dalam Roh, ia akan menuai
hidup yang kekal dari Roh itu." (Galatia 6:7b-8).
Oleh karena itu, selama kita masih hidup di dunia ini dan memiliki banyak kesempatan, "Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." (Galatia 6:9).
Jangan tunda-tunda waktu lagi sebelum semuanya terlambat dan nasi
menjadi bubur, karena waktu terus berjalan maju dan kita tidak
Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Agustus 2012 -
Baca: Mazmur 62:1-13
"Percayalah kepada-Nya setiap waktu, hai umat, curahkanlah isi hatimu di hadapan-Nya; Allah ialah tempat perlindungan kita." Mazmur 62:9
Meski telah menyandang status sebagai orang percaya masih ada juga orang
Kristen yang tidak memiliki iman dan percaya yang total kepada Tuhan.
Mereka lebih cenderung mengandalkan uang, harta, kekayaan, kepintaran
dan kekuatan sendiri. Tuhan tidak menjadi yang utama dalam hidupnya.
Mereka berpikir bahwa dengan memiliki uang mereka dapat membeli
segalanya. Benarkah? Memang dalam hidup ini kita membutuhkan uang,
tapi uang bukanlah segala-galanya karena uang tidak sepenuhnya dapat
menyelesaikan masalah. Dapatkah keselamatan, kebahagiaan, ketentraman,
sukacita, damai sejahtera atau kesehatan kita beli dengan uang?
Pembacaan firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa untuk
mendapatkan kebahagiaan hidup yang sejati dan beroleh pertolongan di
segala keadaan tidak ada jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan.
Artinya kita memiliki penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dialah
pemegang kendali hidup kita. Hidup kita ini hanya ditentukan oleh
perkataan Tuhan dan kuasaNya. Karena itu dalam segala perkara kita
harus berserah kepada kehendak Tuhan. Kehendak Tuhan adalah yang
terbaik bagi kita. "Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi Tuhanlah yang menentukan arah langkahnya." (Amsal 16:9). Jika Tuhan yang berkehendak, siapa yang dapat menahannya? Dengan tegas Tuhan mengatakan, "Keputusan-Ku akan sampai, dan segala kehendak-Ku akan Kulaksanakan,"
(Yesaya 46:10). Tapi mengapa masih ada orang Kristen yang ragu dan
tidak percaya kepada Tuhan? Dalam menghadapi persoalan yang rumit kita
malah lari mencari pertolongan secara instan kepada manusia.
Alkitab mengatakan, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5). Percaya kepada Tuhan berarti membawa segala sesuatu kepadaNya dalam doa. Tuhan berkata, "Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu." (Matius 7:7).
Tidak ada pilihan selain percaya saja kepada Tuhan karena bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Agustus 2012 -
Baca: Roma 16:17-20
"Semoga Allah, sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di
bawah kakimu. Kasih karunia Yesus, Tuhan kita, menyertai kamu!" Roma 16:20
Iman yang dimaksud adalah percaya penuh kepada Tuhan Yesus. Iman inilah yang mampu menghancurkan pekerjaan Iblis. Tertulis: "sebab
semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan
yang mengalahkan dunia: iman kita. Siapakah yang mengalahkan dunia,
selain dari pada dia yang percaya, bahwa Yesus adalah Anak Allah?" (1 Yohanes 5:4-5). 6.
Ketopong keselamatan. Ketopong berfungsi untuk melindungi kepala
kita. Di dalam kepala ada otak untuk berpikir. Jadi ketopong ini akan
menjaga pikiran kita dari panah-panah musuh. Pikiran kita adalah pusat
dari segala sesuatu. Melalui pikiran, kita dapat mengarahkan perisai
dan pedang dan juga semua gerakan dari tubuh kita untuk menghindar atau
melawan musuh. Karena itu kita harus menjaga dan melindungi pikiran
kita sedemikian rupa karena kita tahu bahwa pikiran kita adalah medan
peperangan antara daging dan roh. Karena itu kita harus bisa "...menawan segala pikiran dan menaklukannya kepada Kristus," (2 Korintus 10:5b) sehingga kita "...memiliki pikiran Kristus."
(1 Korintus 2:16b). 'Area pikiran' kita inilah yang selalu menjadi
sasaran empuk si Iblis untuk menyerang. Saat kita mengenakan ketopong
keselamatan ini sebenaranya kita sedang mengenakan 'pikiran' Kristus. 7.
Pedang Roh. Pedang adalah untuk bertahan dan juga menyerang. Pedang
dapat menahan prajurit dari serangan musuh dan digunakan untuk melukai
atau membunuh lawan. Pedang dibawa di tangan kanan dan merupakan
lambang dari kuasa dan otoritas. Pedang Roh adalah firman Tuhan yang
dipertajam dan dihidupkan oleh Roh kudus. Tertulis: "...firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua
manapun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh,
sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran
hati kita." (Ibrani 4:12). Selain firman, pedang Roh kita adalah doa dan permohonan. Karena itu, "Berdoalah
setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan
permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus," (Efesus 6:18b). Kalau kita senantiasa berjaga-jaga, Iblis tidak akan mampu menyerang kita.
Dengan perlengkapan senjata Allah ini, kita siap menghancurkan pekerjaan Iblis!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Sebab itu ambillah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat
mengadakan perlawanan pada hari yang jahat itu dan tetap berdiri,
sesudah kamu menyelesaikan segala sesuatu." Efesus 6:13
Untuk tampil sebagai pemenang saat berperang melawan kuasa kegelapan Rasul Paulus menasihatkan beberapa hal: 1. Berdiri tegap. Artinya tidak boleh pesimis, kepala tertunduk dan takut, tapi harus tegas, "Bersikaplah sebagai laki-laki!" (1 Korintus 16:13c, d). 2.
Berikatpinggangkan kebenaran. Pinggang adalah gambaran dari kekuatan
dan semangat, sedangkan sabuk yang dikenakan di pinggang berfungsi untuk
menjaga agar senjata tetap pada tempatnya. Kita harus tetap hidup
dalam kebenaran dan tidak berkompromi dengan dosa sedikitpun. 3. Berbajuzirahkan
keadilan. Baju zirah berfungsi untuk melindungi organ-organ vital
seorang prajurit (jantung, paru-paru, hati dan sebagainya) dari serangan
senjata musuh. Dengan terlindunginya organ-organ vital, seorang
prajurit akan semakin yakin dalam menghadapi musuh tanpa rasa takut
sedikit pun. Baju zirah keadilan menjaga dan melindungi hati dan
pikiran kita dari hal-hal yang berlawanan dengan kebenaran. Hati kita
harus terbebas dari kekecewaan, ketidakadilan, kepahitan, sakit
hati/dendam, kebencian, motivasi yang salah dan sebagainya, karena
semuanya itu hanya akan merusak persekutuan di antara umat Tuhan dan
akan menjadi titik lemah yang bisa dimanfaatkan Iblis untuk menyerang. 4.
Berkasutkan kerelaan memberitakan injil. Artinya kita harus makin giat
melayani Tuhan dengan roh yang menyala-nyala dan memiliki kehidupan
yang bisa menjadi kesaksian bagi orang lain. Rasul Paulus menasihati, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2). Kita harus mengerjakan tugas pemberitaan Injil ini dengan sungguh-sungguh. 5.
Berperisai iman. Perisai berfungsi untuk melindungi diri dari serangan
musuh dan juga menggambarkan perlindungan dan keamanan. Dalam
peperangan, perisai harus digunakan secara aktif. Kita pun harus
memiliki iman yang aktif. Dikatakan, "Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17).
Iman yang aktif inilah yang mampu melindungi kita dari serangan Iblis.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Agustus 2012 -
Baca: Efesus 6:10-20
"Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;" Efesus 6:11
Kehidupan orang percaya tak lepas dari peperangan. Melawan siapa?
Apakah melawan mertua yang galak, tetangga yang sok usik, atasan yang
bawel, rekan sepelayanan yang jadi saingan terberat? Bukan. Alkitab
dengan jelas menyatakan bahwa "...karena perjuangan kita bukanlah melawan darah dan daging, tetapi melawan
pemerintah-pemerintah, melawan penguasa-penguasa, melawan
penghulu-penghulu dunia yang gelap ini, melawan roh-roh jahat di udara." (ayat 12). Iblislah yang harus kita perangi! Karena ia selalu ingin menghancurkan kehidupan anak-anak Tuhan: "Pencuri (Iblis - Red.) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;" (Yohanes 10:10a). Iblis selalu mengincar kelemahan dan kelengahan orng percaya, dengan "...berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:8).
Iblis sangat benci terhadap orang Kristen yang rajin beribadah,
tekun berdoa, tekun membaca Alkitab dan aktif dalam pelayanan pekerjaan
Tuhan. Karena itu ia selalu berusaha menjauhkan kita dari kasih karunia
Tuhan dengan menebarkan ketakutan, kekuatiran, kekecewaan, kepahitan,
kebencian, putus asa dan hal-hal negatif lainnya yang membuat kita makin
ragu dan tidak percaya akan kuasa firman Tuhan. Menghadapi pekerjaan
Iblis ini kita tidak boleh tinggal diam, apalagi menyerah kalah, karena
"...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b) dan "...Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." (2 Timotius 1:7).
Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus memberikan kunci untuk bisa
menang melawan Iblis: kita harus mengenakan seluruh perlengkapan
senjata Allah sebagai pertahanan (ayat 11) dan pada saat yang tepat kita
juga harus bertindak aktif untuk menyerang (ayat 13). Di akhir zaman
ini Iblis tidak asal-asalan dalam menyerang kehidupan orang percaya,
justru ia akan menghimpun kekuatan yang berlipat-lipat dan semakin giat
dengan menerapkan 1001 macam cara.
"Sebab itu siapa yang menyangka, bahwa ia teguh berdiri, hati-hatilah supaya ia jangan jatuh!" 1 Korintus 10:12
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sesudah itu sampailah mereka di Elim; di sana ada dua belas mata air dan
tujuh puluh pohon korma, lalu berkemahlah mereka di sana di tepi air
itu." Keluaran 15:27
Berapa banyak dari kita yang tidak sabar menantikan pertolongan Tuhan
sehingga yang keluar dari mulut kita hanyalah omelan dan persungutan,
"Mengapa Tuhan membiarkan aku dalam kesulitan? Mengapa Tuhan tidak
segera menolongku?" Kita tidak tahan dan gampang putus asa ketika
situasi dan kondisi yang tidak menyenangkan atau menyesakkan terjadi.
Sebagai orang percaya tidak seharusnya kita bersikap demikian. Mari
belajar seperti Musa yang bertindak dengan benar dan tetap bisa menjaga
hati saat masalah datang.
Musa tidak menyalahkan Tuhan atau lari dari masalah tapi ia datang
kepada Tuhan, berdoa dengan sepenuh hati dan berharap kepadaNya saja
karena ia percaya bahwa Tuhan sanggup melakukan perbuatan-perbuatan yang
dahsyat dan ajaib. Tatkala menyeberangi laut Teberau Musa
diperintahkan Tuhan mengulurkan tangannya ke atas laut, maka terkuaklah
"...air laut dengan perantaraan angin timur yang keras, membuat laut
itu menjadi tanah kering; maka terbelahlah air itu. Demikianlah orang
Israel berjalan dari tengah-tengah laut di tempat
kering; sedang di kiri dan di kanan mereka air itu sebagai tembok bagi
mereka." (Keluaran 14:21-22). Musa pun percaya bahwa tidaklah terlalu sulit bagi Tuhan untuk mengubah air yang pahit menjadi manis.
Sepahit apa pun masalah yang kita alami: sakit-penyakit, masalah
keuangan, masalah keluarga dan sebagainya, berhentilah
bersungut-sungut. Sebaliknya, tetaplah bertahan dan bersabar menantikan
pertolongan dari Tuhan, karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya," (Pengkotbah 3:11a) dan milikilah keyakinan seperti rasul Paulus yang sanggup berkata, "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."
(Filipi 4:13). Ketika Musa percaya kepada Tuhan, apa yang disediakan
Tuhan jauh melebihi apa yang terpikirkan; saat tiba di Elim, di sana
terdapat dua belas mata air dan tujuh puluh pohon korma!
"Berserulah kepada-Ku, maka Aku akan menjawab engkau dan akan
memberitahukan kepadamu hal-hal yang besar dan yang tidak terpahami,
yakni hal-hal yang tidak kauketahui." Yeremia 33:3
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Agustus 2012 -
Baca: Keluaran 15:22-27
"Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air yang di
Mara itu, karena pahit rasanya. Itulah sebabnya dinamai orang tempat itu
Mara." Keluaran 15:23
Perjalanan kekristenan kita tidak selamanya berjalan mulus tanpa
pencobaan, masalah, ujian dan tantangan. Adakalanya kita harus melewati
jalan yang penuh kerikil, berbatu, terjal, curam, berliku. Pengalaman
hidup yang manis dan pahit pun harus kita rasakan.
Ketahuilah satu hal ini: "Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang
tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia
tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu
dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat
menanggungnya." (1 Korintus 10:13). Pengalaman ini juga dialami oleh bangsa Israel, "...tiga
hari lamanya mereka berjalan di padang gurun itu dengan tidak mendapat
air. Sampailah mereka ke Mara, tetapi mereka tidak dapat meminum air
yang di Mara itu, karena pahit rasanya." (Keluaran 15:22b-23a).
Kita bisa bayangkan rasa pahit itu bagaimana, suatu rasa yang tidak enak
seperti rasa empedu, suatu gambaran dari kesukaran dan kesesakan.
Tentunya itu berbeda dari rasa manis seperti gula dan madu yang
menggambarkan suatu kehidupan yang menyenangkan dan indah.
Bagaimana sikap hati kita tatkala dihadapkan pada yang 'pahit'
ini? Tetapkah kita bisa mengucap syukur atau berlaku seperti bangsa
Israel yang tak berhenti untuk bersungut-sungut dengan berkata, "Apakah yang akan kami minum?"
(Keluaran 15:24). Bangsa Israel lupa begitu saja dengan
pertolongan-pertolongan Tuhan di waktu-waktu sebelumnya. Mengeluh,
mengomel dan bersungut-sungut adalah tanda ketidakpercayaan mereka
terhadap kuasa Tuhan. Tetapi Musa sama sekali tidak terpengaruh oleh
persungutan mereka dan tetap berharap kepada Tuhan. Ketika ia
berseru-seru kepada Tuhan, Tuhan memberikan jalan ke luar dengan
menunjukkan kepadanya sepotong kayu, lalu "...Musa melemparkan kayu itu ke dalam air; lalu air itu menjadi manis." (Keluaran 15:25a). Oleh pertolongan Tuhan air yang pahit itu berubah menjadi manis dan mereka pun dapat meminum air itu.
Asal kita percaya kepada Tuhan tidak ada perkara yang mustahil, dan perkara besar pasti terjadi karena Dia Mahakuasa!