Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 September 2012 -
Baca: Mazmur 66:1-20
"Bersorak-sorailah bagi Allah, hai seluruh bumi, mazmurkanlah kemuliaan nama-Nya, muliakanlah Dia dengan puji-pujian!" Mazmur 66:1-2
Saudara suka memuji Tuhan? "Ya, ketika di gereja." Kalau di rumah? "Tergantung sikon.
Kalau lagi senang ya saya memuji Tuhan." Saudaraku, kekristenan tidak
dapat dilepaskan dari pujian, sehingga sudah sewajarnya setiap orang
Kristen tidak hanya memuji Tuhan saat mereka berada di gereja saja.
Memuji Tuhan juga tidak bergantung pada situasi dan kondisi yang ada,
melainkan setiap waktu dan keadaan. Mengapa harus memuji Tuhan setiap
waktu? Sebab Tuhan menciptakan kita dengan tujuan memuji dan menyembah
Dia; Tuhan rindu agar setiap aspek kehidupan umatNya dipenuhi dengan
pujian akan kebesaranNya. Jadi setiap orang percaya diperintahkan untuk
memuji Tuhan. "Biarlah segala yang bernafas memuji Tuhan!..." (Mazmur 150:6).
Pujian adalah suatu luapan kekaguman, pengagungan dan ucapan syukur
akan apa yang telah dilakukan Tuhan dengan cara yang aktif dan
demonstratif. Pujian adalah syarat untuk memasuki hadirat Tuhan.
Karena itu marilah kita melatih diri untuk menjadikan diri kita sebagai
rumah pujian bagi Tuhan, sebab Tuhan sendiri yang menetapkan bahwa bila
seseorang ingin memasuki hadirat Tuhan, haruslah melalui pujian dan
penyembahan. Jadi jika kita ingin merasakan hadirat Tuhan, kita harus
mulai dengan menaikkan pujian bagi Dia. "Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam
pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah
nama-Nya!" (Mazmur 100:4). Pemazmur juga memberitahukan kepada kita bahwa Tuhan "...bersemayam di atas puji-pujian orang Israel." (Mazmur 22:4).
Di mana ada puji-pujian di situ Tuhan hadir dan menyatakan
kuasaNya. Bait Suci Salomo dipenuhi oleh awan kemuliaan Tuhan karena
ada puji-pujian dan penyembahan di dalamnya (baca 2 Tawarikh 5:12-14).
Sudahkah kita menjadikan diri sebagai rumah pujian, Tuhan akan melawat
kita, semakin menyempurnakan kita dan memulihkan keadaan kita; perkara
besar dan ajaib akan dinyatakan!
Jika kita sudah menjadi rumah pujian bagi Tuhan, tidaklah sukar memuji Tuhan di segala keadaan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 September 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 5:1-14
"Tetapi raja Salomo dan segenap umat Israel yang sudah berkumpul di
hadapannya, berdiri di depan tabut itu, dan mempersembahkan kambing
domba dan lembu sapi yang tidak terhitung dan tidak terbilang banyaknya." 2 Tawarikh 5:6
Adalah mudah bagi seseorang untuk mengatakan bahwa dirinya mengasihi
Tuhan. Tapi berkata-kata saja tidak cukup, perlu ada bukti yang konkret
yaitu melalui tindakan atau perbuatan. Salah satu bukti seseorang
mengasihi Tuhan adalah selalu ingin memberi yang terbaik kepadaNya.
Seluruh keberadaan hidupnya akan dipersembahkan kepada Tuhan: waktu,
tenaga, pikiran, talenta bahkan materi. Inilah yang dilakukan oleh
Salomo. Kesungguhan dalam berbakti kepada Tuhan dibuktikan dengan
mempersembahkan sesuatu kepada Tuhan, bahkan bukan hanya sesuatu, melainkan segala sesuatu.
Begitu banyaknya persembahan yang Salomo persembahkan kepada Tuhan
sehingga Alkitab mencatat bahwa jumlahnya tidak terhitung dan tidak
terbilang banyaknya (ayat nas).
Tuhan sangat menghargai setiap persembahan dari umatNya yang
diberikan dengan sukacita dan hati yang rela seperti tertulis: "...Orang
yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur
banyak, akan menuai banyak juga. Hendaklah masing-masing memberikan
menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:6-7). Melihat korban yang
dipersembahkan raja Salomo kita tahu bahwa jumlahnya begitu besar dan
Tuhan sangat berkenan kepada persembahannya. "Kemudian Tuhan menampakkan diri kepada Salomo pada malam hari dan
berfirman kepadanya: 'Telah Kudengar doamu dan telah Kupilih tempat ini
bagi-Ku sebagai rumah persembahan.'" (2 Tawarikh 7:12).
Apakah itu berarti jumlah persembahanlah yang menentukan? Tidak.
Tuhan melihat motivasi dan hati kita dalam memberi, bukan pada jumlah
atau apa yang kelihatan oleh kasat mata. Tapi perlu diingat pula bahwa
seseorang yang sungguh-sungguh mengasihi Tuhan pasti akan memberikan
persembahan yang terbaik dari dirinya. Inilah yang terjadi pada diri
Salomo, rela memberikan segalanya untuk Tuhan, bukan untuk pamer atau
agar dianggap 'wah'.
Jadi, seseorang yang mengasihi Tuhan pasti suka memberi!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 September 2012 -
Baca: Yohanes 14:1-14
"...Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku." Yohanes 14:6
Banyak orang menganggap bahwa kehidupan manusia hanya terjadi pada saat
kita hidup di dunia ini. Setelah kita mati semuanya akan berakhir.
Makanya mumpung masih bernafas mari bersenang-senang dan menikmati hidup
ini. Begitu pendapat orang banyak. Ini salah besar! Alkitab
menegaskan bahwa masih ada kehidupan setelah kematian, yaitu kehidupan
kekal di dalam kerajaan sorga dan kebinasaan kekal di neraka.
Ketahuilah bahwa untuk masuk ke dalam kerajaan sorga atau neraka
kelak sangat ditentukan selagi kita masih hidup, bukan setelah kita
mati, "Karena itu, perhatikanlah dengan saksama, bagaimana kamu hidup,..."
(Efesus 5:15). Mungkin kita berkata, "Aku pasti masuk sorga karena
selama hidup di dunia ini aku selalu berbuat baik dan beramal."
Perhatikan ayat ini, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan
kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud
dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam
Kristus Yesus sebelum permulaan zaman." (2 Timotius 1:9). Jadi
perbuatan baik tidak menjamin keselamatan atau masuk sorga. Lalu apa?
Dalam Yohanes 3:16 dikatakan, "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya
kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." Jelas
dinyatakan bahwa untuk beroleh kehidupan kekal (sorga) tidak ada
jalan lain selain harus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, satu-satunya
jalan (ayat nas), dan keselamatan hanya ada di dalam Dia (baca Kisah 4:12).
Itulah kuncinya! Namun masih banyak orang 'alergi' mendengar nama
Yesus. Mereka bukan hanya menolak, tidak sedikit yang merendahkan,
meremehkan dan melecehkan namaNya. Lebih menyedihkan lagi jika orang
Kristen malah meninggalkan Kristus dan rela menjual imannya demi
jabatan, kekayaan atau pasangan hidup.
Selagi pintu anugerah masih terbuka jangan keraskan hati. Gunakan
kesempatan yang ada dengan baik, jangan tunda-tunda waktu sebelum nasi
menjadi bubur!
Percayalah kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, maka jaminan keselamatan kekal akan kita dapatkan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 September 2012 -
Baca: Roma 15:1-13
"Semoga Allah, sumber pengharapan, memenuhi kamu dengan segala sukacita
dan damai sejahtera dalam iman kamu, supaya oleh kekuatan Roh Kudus kamu
berlimpah-limpah dalam pengharapan." Roma 15:13
Tuhan Yesus berkata, "...apa saja yang kamu minta dan doakan, percayalah bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu."
(Markus 11:24). Doa yang disertai dengan iman yang hidup membuka
kesempatan bagi kita untuk mengalami mujizat dan pertolongan dari
Tuhan. Ditegaskan pula, "Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya." (Markus 11:23b). Jadi kuncinya adalah iman atau percaya!
Selain iman, unsur lain yang tak kalah penting dalam doa adalah
pengharapan. Ini berbicara tentang ketekunan dan kesabaran kita dalam
menantikan jawaban dari Tuhan, "dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan."
(Roma 5:4). Iman dan pengharapan merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan dan saling berkaitan satu sama lain. Iman berarti percaya
kepada Tuhan dan firmanNya, sedangkan pengharapan berarti menantikan
jawaban dan pertolongan dari Tuhan dengan tekun dan sabar. Pengharpan
inilah yang mendorong kita untuk terus-menerus berdoa siang dan malam
sampai doa kita beroleh jawaban dari Tuhan.
Banyak dari kita yang doanya tidak beroleh jawaban dari Tuhan
karena kita tidak lagi bertekun saat berdoa; kita mudah kecewa, putus
asa, lalu marah kepada Tuhan. Pemazmur menegaskan, "...semua orang yang menantikan Engkau takkan mendapat malu;"
(Mazmur 25:3a). Tuhan adalah Pribadi yang tidak pernah mengecewakan
umatNya. Lain halnya jika kita menaruh pengharapan kepada manusia yang
seringkali berujung pada kekecewaan. Karena itu berdoalah dengan iman
dan tetaplah berharap kepada Tuhan. Nantikanlah Tuhan sampai Ia
bertindak, pertolonganNya tidak pernah terlambat karena "Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya,..."
(Pengkotbah 3:11). Kita bisa belajar dari seorang janda yang
terus-menerus dan tak mengenal lelah datang kepada hakim yang lalim
sampai ia beroleh jawaban (baca Lukas 18:1-8).
"Sebab kamu memerlukan ketekunan, supaya sesudah kamu melakukan
kehendak Allah, kamu memperoleh apa yang dijanjikan itu." Ibrani 10:36
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 September 2012 -
Baca: Roma 5:1-11
"Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan
di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita." Roma 5:5
Berdoakah Saudara setiap hari? Sebagian besar dari kita pasti akan
menjawab, "Ya tentu. Bangun tidur saya berdoa, mau makan tak lupa
berdoa dan hendak beranjak tidur juga selalu berdoa." Jadi, berdoa
sudah menjadi kegiatan rutin.
Namun ternyata berdoa bukan semata-mata aktivitas fisik atau
badani, melainkan suatu perbuatan rohani. Bukan suatu tindakan yang
digerakkan oleh tubuh kita, melainkan suatu gerakan yang dilakukan dan
didasari oleh roh kita. Sebenarnya tubuh kita hanyalah membantu melaksanakan perbuatan roh kita; jadi yang berdoa adalah roh kita. Dalam Roma 8:26 dikatakan, "Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak
tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk
kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan."
Berdoa bukan hanya sebatas meminta atau memberi laporan terperinci
tentang kebutuhan kita dengan Tuhan. Tapi berdoa adalah sarana
mempererat hubungan kita dengan Tuhan yang didalamnya terkandung pujian,
penyembahan dan ucapan syukur. Bagaimanakah supaya doa kita berkuasa
dan mampu menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak? Kita harus berdoa
dengan iman.
Ada dua jenis iman yaitu iman yang mati dan iman yang hidup. Iman
yang mati adalah percaya hanya lewat bibir atau perkataan saja tapi
tidak disertai dengan tindakan yang nyata. Iman yang demikian adalah
iman yang sia-sia, sebab "...Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati." (Yakobus 2:17). Jadi, iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan itu untuk menjadi sempurna (baca Yakobus 2:22).
Doa yang berkuasa adalah doa yang disertai dengan iman yang hidup.
Jadi kalau kita berdoa, janganlah berdoa hanya dengan pancaindera atau
daging yang seringkali dipengaruhi oleh suasana hati (perasaan),
pendengaran, penglihatan atau situasi yang ada di sekitar sehingga kita
tidak dapat berdoa dengan baik/tidak fokus. Berdoa dengan iman berarti
kita tak peduli bagaimana situasi dan kondisi yang kita alami.
Hanya dengan iman, kita dapat berdoa dengan benar; dan hanya dengan
iman saja kita akan mengalami penggenapan janji-janji Tuhan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 September 2012 -
Baca: Matius 22:34-40
"Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu." Matius 22:37
Kasih adalah hukum utama bagi orang percaya, "...sebab kasih itu
berasal dari Allah; dan setiap orang yang mengasihi, lahir dari Allah
dan mengenal Allah. Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal
Allah, sebab Allah adalah kasih." (1 Yohanes 4:7-8). Perihal kasih
ini Tuhan Yesus menyampaikan satu pesan penting dan sekaligus perintah
yang harus kita taati, yaitu mengasihi Tuhan dan juga sesama. Bahkan di
dalam Perjanjian Lama pesan ini sudah disampaikan: "Kasihilah
TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan
dengan segenap kekuatanmu. Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari
ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya
berulang-ulang kepada anak-anakmu dan
membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang
dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun.
Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan
haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau
menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu."
(Ulangan 6:5-9). Ini menunjukkan bahwa mengasihi Tuhan dengan segenap
hati, jiwa dan kekuatan merupakan suatu amanat yang sangat penting bagi
orang percaya, karena Tuhan sudah terlebih dahulu mengasihi kita.
Ada beberapa hal yang menunjukkan bahwa seseorang mengasihi Tuhan: 1.
Memiliki hubungan karib dengan Tuhan. Senantiasa menyediakan waktu
bersekutu dengan Tuhan melalui jam-jam doa (saat teduh) dan tidak
meninggalkan jam-jam ibadah. "...Kepada orang yang karib kepada-Ku Kunyatakan kekudusan-Ku, dan di muka seluruh bangsa itu akan Kuperlihatkan kemuliaan-Ku," (Imamat 10:3). 2. Hidup dalam ketaatan dan melakukan perintah Tuhan. "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku." (Yohanes 14:21a). 3.
Setia melayani Tuhan. Setiap kita dikaruniai talenta dan potensi oleh
Tuhan dan itu harus kita kembangkan dan maksimalkan untuk pekerjaan
Tuhan. Jangan menunda-nunda waktu melayani Tuhan dengan berbagai
alasan. 4. Suka Memberi. Selalu ingin memberi yang terbaik
untuk Tuhan, tidak pernah hitung-hitungan dengan Tuhan. Dengan rela
hati dan penuh sukacita selalu ingin menabur/memberi untuk Tuhan dan
juga dengan sesama.
Karib dengan Tuhan, taat, setia dan suka memberi adalah bukti kita mengasihiNya.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 September 2012 -
Baca: 2 Samuel 8:15-18
"Zadok bin Ahitub dan Ahimelekh bin Abyatar menjadi imam;" 2 Samuel 8:17a
Dalam Perjanjian Lama yang memegang jabatan imam hanyalah mereka yang
merupakan keturunan dari suku Lewi. Ada pun tugas dari seorang imam
adalah membawa orang datang kepada Tuhan dengan cara mempersembahkan
korban dan juga mendoakan umat Allah. Salah satu imam yang dimiliki
oleh bangsa Israel adalah imam Zadok. Nama 'Zadok'
berarti saleh, berbudi dan budiman. Zadok adalah seorang imam yang
hidup di zaman raja Daud, ia adalah anak Ahitub, keturunan Eleazar.
Menjadi seorang imam bukanlah pekerjaan yang gampang. Mereka adalah
orang-orang pilihan yang harus memenuhi kriteria yang dikehendaki
Tuhan. Dalam 1 Samuel 2:35 dikatakan, "Dan Aku akan mengangkat bagi-Ku seorang imam kepercayaan, yang berlaku
sesuai dengan hati-Ku dan jiwa-Ku, dan Aku akan membangunkan baginya
keturunan yang teguh setia, sehingga ia selalu hidup di hadapan orang
yang Kuurapi."
Seorang imam haruslah orang yang bisa dipercaya, setia dan memiliki
hidup yang berkenan kepada Tuhan, dan Zadok adalah contoh seorang imam
yang patut diteladani dalam hal kesetiaan dan pengabdiannya yang luar
biasa. Pada masa pemerintahan raja Daud terjadi pemberontakan yang
dilakukan oleh Absalom. Berbagai upaya dilakukan Absalom untuk mencari
dukungan, hingga "...Hati orang Israel telah condong kepada Absalom."
(2 Samuel 15:13). Tetapi hati Zadok tetap teguh dan tidak
terprovokasi. Ia tetap berpegang kepada kebenaran firman Allah, ia tahu
bahwa Allah sendiri yang memilih, menetapkan dan mengurapi Daud sebagai
raja; karena itu ia tetap setia mengikuti raja Daud. Begitu juga
ketika terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh Adonia, Zadok tetap
setia kepada raja Daud dan tidak memihak kepada Adonia.
Karena kesetiaannya, Zadok beroleh peninggian dari Tuhan seperti tertulis: "dan bilik yang mukanya menghadap ke utara, adalah bagi imam-imam yang
bertugas di mezbah; mereka ini adalah bani Zadok dan hanya golongan
inilah dari bani Lewi yang boleh mendekat kepada TUHAN untuk
menyelenggarakan kebaktian." (Yehezkiel 40:46). Kaum Zadok
mendapatkan hak istimewa untuk melayani kebaktian. Jika kita dipercaya
untuk melayani Tuhan, mari kita lakukan dengan segenap hati dan penuh
kesetiaan.
"Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;" Amsal 19:22a
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 September 2012 -
Baca: Yakobus 3:13-18
"Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat." Yakobus 3:16
Tuhan memanggil kita untuk menjadi berkat dan kesaksian bagi orang lain,
bukan lagi hidup untuk diri sendiri atau mementingkan diri sendiri
(egois). Namun banyak orang Kristen yang menjalani hidupnya dengan
berpusat pada diri sendiri, istilah Jakartanya loe..loe.. gue..gue.
Akibatnya hidup tidak menjadi berkat bagi orang lain. Menurut kamus Webster, egois atau mementingkan diri sendiri (selfish)
bisa diartikan: memperhatikan diri sendiri secara tidak pantas atau
berlebihan; mendahulukan kenyamanan dan keuntungan diri sendiri dengan
mengorbankan kepentingan orang lain. Orang yang egois adalah orang yang
menjadikan dirinya sebagai pusat, lebih mengutamakan kepentingan dan
perasaannya sendiri tapi tidak mempedulikan kepentingan dan perasaan
orang lain.
Mengapa kita tidak boleh menjadi orang Kristen yang egois atau
mementingkan diri sendiri? Karena dari sifat ini akan timbul kekacauan
dan segala macam perbuatan jahat (ayat nas). Kita tahu bahwa orang yang
egois akan melakukan apa saja demi mewujudkan apa yang diinginkan,
tidak peduli hal itu menyakiti atau mengorbankan perasaan orang lain.
Bila sifat egois atau mementingkan diri sendiri terus dipelihara, maka
dalam dirinya akan timbul sifat baru yaitu kikir alias tidak punya
kemurahan hati terhadap orang lain. Ini sangat bertentangan dengan
firman Tuhan! Padahal Alkitab menegaskan, "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati." (Lukas 6:36). Dikatakan pula, "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan." (Matius 5:7).
Jadi Tuhan menghendaki agar setiap orang percaya memiliki kemurahan
hati, bukan kikir. Bahkan Alkitab mencatat bahwa orang kikir sama
dengan orang yang melakukan kejahatan lainnya seperti percabulan,
penyembahan berhala, pencuri, penipu dan lain-lain yang kesemuanya tidak
akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (baca 1 Korintus 6:9-10).
Buang sifat egois atau mementingkan diri sendiri dan hiduplah sebagai
orang-orang Kristen yang punya kemurahan hati (tidak kikir), sehingga
hidup kita berkenan kepada Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain;
untuk itulah kita dipanggil!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 September 2012 -
Baca: 1 Raja-Raja 18:20-46
"Lalu turunlah api Tuhan menyambar habis korban bakaran, kayu api, batu
dan tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya." 1 Raja-Raja 18:38
Tuhan bangsa Israel adalah Tuhan yang hidup! Salah satu buktinya adalah
Dia sanggup menolong dan memelihara Elia dengan caraNya yang ajaib di
tepi sungai Kerit dan juga memberkati janda di Sarfat. Bukit lain
terjadi di atas gunung Karmel. Kisah ini bermula ketika Elia bertemu
dengan raja Ahab yang dikenal sebagai raja yang melakukan kejahatan dan
menyimpang dari jalan Tuhan. Elia meminta raja Ahab untuk mengumpulkan
seluruh bangsa Israel di gunung Karmel dan juga nabi-nabi Baal berjumlah
450 orang dan juga nabi-nabi Asyera sebanyak 400 orang. Di gunung
Karmel itu akan terjadi pembuktian siapa Tuhan yang sesungguhnya, yang
layak disembah dan harus diikuti oleh bangsa Israel, karena pada waktu
bangsa Israel telah menyimpang dari jalan Tuhan dan menyembah dewa-dewa
Baal.
Setelah semuanya berkumpul, Elia menantang para nabi Baal itu untuk memanggil allah mereka. Maka berkatalah Elia, "...Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin
ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum
terjaga." (1 Raja-Raja 18:27). Meski para nabi Baal telah
melakukan ritualnya untuk memanggil allah, tapi tidak ada jawaban,
bahkan sampai menyiksa diri pun tetap tidak ada jawaban dari allah
mereka. Tiba gilirannya Elia bertindak; dengan hati yang teguh ia
membuat sebuah mezbah, dan setelah selesai ia berseru memanggil Tuhan
Allahnya, maka "...turunlah api Tuhan menyambar habis korban
bakaran, kayu api, batu dan
tanah itu, bahkan air yang dalam parit itu habis dijilatnya. Ketika
seluruh rakyat melihat kejadian itu, sujudlah mereka serta berkata:
"TUHAN, Dialah Allah! TUHAN, Dialah Allah!" (1 Raja 18:38-39). Ini membuktikan bahwa Tuhan yang Elia sembah adalah Tuhan yang hidup dan berkuasa!
Jadi, masih ragukah Saudara akan kuasa Tuhan dengan berkata,
"Sanggupkah Tuhan menyembuhkan sakitku? Mungkinkah persoalanku ada
jalan ke luarnya?" Lalu, Saudara mencari pertolongan di luar Tuhan.
Bila Tuhan mendengar dan menjawab seruan Elia tepat pada waktunya,
kita pun harus yakin bahwa Dia sanggup menolong kita karena Dia Tuhan
yang hidup!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 September 2012 -
Baca: Pengkotbah 3:1-15
"Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya." Pengkotbah 3:1
Salomo sangat jelas menyatakan, "Untuk segala sesuatu ada masanya," artinya
tidak ada yang abadi di dunia ini; segala sesuatu yang terjadi dalam
kehidupan manusia bisa berubah. Salomo menambahkan, "Ada waktu untuk lahir, ada waktu untuk meninggal, ada waktu untuk menanam, ada waktu untuk mencabut yang ditanam;..." (ayat 2).
Ada berpendapat bahwa kehidupan ini seperti roda yang terus
berputar, tidak selamanya berada di atas, kadangkala berada di bawah.
Pendapat itu ada benarnya! Ada saatnya seseorang berada di puncak
karir, berhasil dan punya segalanya, tapi ada waktunya ia harus
mengalami kegagalan dan harus merangkak dari bawah lagi. Ada kalanya
kita bersukacita karena hal-hal yang menyenangkan, tapi suatu waktu kita
juga harus menangis, bersedih dan berduka karena mengalami masalah atau
kesesakan. Suatu kali kita bisa berbangga hati memiliki tubuh atletis,
sehat dan kencang, tapi itu tak akan bertahan lama, dalam beberapa
tahun kemudian tubuh kita tak seindah dulu; masa-masa itu pasti akan
lewat. Oleh karena itu Salomo menasihati, "Janganlah memuji diri karena esok hari, karena engkau tidak tahu apa yang akan terjadi hari itu."
(Amsal 27:1). Tidak ada alasan bagi kita memegahkan diri dan sombong
sebab kita tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hati. "Karena manusia tidak mengetahui waktunya. Seperti ikan yang tertangkap
dalam jala yang mencelakakan, dan seperti burung yang tertangkap dalam
jerat, begitulah anak-anak manusia terjerat pada waktu yang malang,
kalau hal itu menimpa mereka secara tiba-tiba." (Pengkotbah 9:12).
Sebagai anak-anak Tuhan kita harus percaya bahwa segala sesuatu
yang diijinkan terjadi dalam kehidupan kita bukan tanpa maksud, semuanya
pasti mendatangkan kebaikan. Dia ingin membentuk dan memurnikan iman
kita. Ketika masa-masa sukar dan kelam terjadi, jangan mengeluh,
percayalah bahwa kita tidak sendirian, Tuhan ada bersama kita:
menuntun, menyertai, bahkan akan menggendong kita (baca Yesaya 46:4).
Milikilah penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan andalkan Dia dalam
segala perkara, "...sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat
apa-apa." Yohanes 15:5b.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 September 2012 -
Baca: Yeremia 17:1-18
"Aku, Tuhan, yang menyelidiki hati, yang menguji batin, untuk memberi
balasan kepada setiap orang setimpal dengan tingkah langkahnya, setimpal
dengan hasil perbuatannya." Yeremia 17:10
Setiap orang pasti memiliki motivasi dalam hidupnya. Pentingkah
motivasi? Sangat penting! Karena motivasi adalah faktor atau kekuatan
yang mendorong kita untuk melakukan sesuatu.
Kata 'motivasi' berasal dari bahasa Inggris 'motivation' yang artinya dorongan; kata kerjanya adalah 'to motive'
yang berarti mendorong dan dan daya penggerak. Jarang sekali orang
mengerjakan sesuatu tanpa motivasi. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa
motivasi itu penting bagi kita dalam melakukan sesuatu, karena dengan
adanya motivasi kita akan lebih bersemangat karena ada sasaran yang
hendak dicapai. Sebaliknya orang yang melakukan sesuatu tanpa ada
motivasi yang kuat akan kurang 'greget' dan cepat putus asa jika ada
kendala di tengah jalan. Namun persoalannya: ada motivasi positif dan
negatif, yang tidak pernah lepas dari perhatian Tuhan! Dia selalu
memperhatikan motivasi seseorang dalam mengerjakan sesuatu, "...sebab Tuhan menyelidiki segala hati dan mengerti segala niat dan cita-cita..."
(1 Tawarikh 28:9). Itulah sebabnya kita harus selalu menjaga agar
motivasi kita sesuai kehendak Tuhan sehingga semua yang kita hasilkan
adalah baik dan berkenan kepadaNya. Seseorang dapat menyimpan
rapat-rapat motivasi yang ada dalam hatinya, tapi pada saatnya pasti
akan terlihat dan terungkap.
Apa motivasi Saudara melayani Tuhan? Semata-mata untuk hormat dan
kemuliaan namaNya? Ada orang yang memutuskan diri terlibat dalam
pelayanan bukan karena terpanggil dan mengasihi Tuhan, tetapi karena
alasan lain: mencari keuntungan, supaya terkenal, mencari penghasilan
atau relasi bisnis.p Rasul Paulus berkata, "...aku senantiasa berusaha untuk hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah dan manusia."
(Kisah 25:16); ia melayani Tuhan dan rela meninggalkan segala-galanya
semata-mata karena Kristus, tidak ada motivasi terselubung di balik itu.
Milikilah motivasi yang benar dalam melayani Tuhan, karena tidak ada yang tersembunyi bagi Dia!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 September 2012 -
Baca: Yesaya 1:10-20
"Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku." Yesaya 1:13a
Penyembahan yang berasal dari hati; tanpa hati, penyembahan bukanlah
penyembahan. Karena itu ketika kita datang kepada Tuhan untuk menyembah
Dia kita harus melakukannya dengan hati yang tulus, bukan hanya sebatas
ucapan bibir belaka. Tuhan Yesus berkata, "...Bangsa ini memuliakan
Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka
beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah
perintah manusia." (Markus 7:6b-7). Buka hati dan ijinkan Roh Kudus
membimbing, menuntun dan menyucikan hati kita supaya kita dapat
menyembah Tuhan secara benar. Jika Roh kudus memegang kendali hidup
kita, pikiran dan hati kita akan benar-benar siap dan terfokus kepada
Tuhan sepenuhnya, tidak lagi bercabang.
Menyembah dalam kebenaran berkenaan dengan hidup kita yang berkenan
kepada Tuhan. Jika kita dalam keadaan 'tidak benar' alias masih ada
dosa yang belum dibereskan, kita tidak layak untuk masuk ke dalam
hadiratNya yang kudus, "sebab ada tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus."
(1 Petrus 1:16). Hidup dalam kebenaran (kekudusan) adalah inti
penyembahan orang percaya. Penyembahan orang yang hidupnya benar dan
berkenan kepada Tuhan akan menjadi persembahan yang harum bagi Dia.
Sebaliknya penyembahan yang tidak sungguh-sungguh, "...baunya adalah kejijikan bagi-ku."
(Yesaya 1:13a) Tuhan tidak suka dengan penyembah-penyembah yang tidak
benar, kelihatan rohaniah, beribadah kepadaNya tetapi hatinya menjauh
dari Dia. Itulah sebabnya Tuhan tidak asal mencari penyembah-penyembah,
yang Ia cari adalah penyembah-penyembah yang benar, yang menyembah Dia
dengan kesungguhan hati dalam roh dan kebenaran.
Sekarang bukan waktunya kita bermain-main dalam hal penyembahan
kepada Tuhan; mari lakukan dengan sungguh seperti yang dilakukan oleh
perempuan yang datang kepada Tuhan Yesus dengan membawa buli-buli berisi
minyak wangi (baca Lukas 7:37-38).
Jadi untuk menjadi penyembah yang benar ada harga yang harus kita
bayar. Abraham rela mempersembahkan Ishak kepada Tuhan sebagai bukti ia
mengasihi Tuhan lebih dari apa pun juga.
Tanpa kesungguhan hati dan ketaatan, penyembahan kita akan sia-sia!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 September 2012 -
Baca: Yohanes 4:20-26
"Tetapi saatnya akan datang dan sudah tiba sekarang, bahwa
penyembah-penyembah benar akan menyembah Bapa dalam roh dan kebenaran;
sebab Bapa menghendaki penyembah-penyembah demikian." Yohanes 4:23
Penyembahan adalah bagian penting dalam kehidupan orang percaya, bahkan
seharusnya menjadi gaya hidup. Siapa yang harus kita sembah? Allah
yang hidup saja, di dalam nama Tuhan Yesus Kristus. "Janganlah ada di antaramu allah lain, dan janganlah engkau menyembah kepada allah asing." (Mazmur 81:10).
Dalam pelaksanaannya, penyembahan tidak dibatasi oleh waktu dan
tempat, sehingga kapan pun dan di mana pun dapat dilakukan. Pada zaman
Perjanjian Lama orang melakukan penyembahan Allah dengan cara-cara yang
dinilai secara fisik, yaitu yang meniktikberatkan pada aktivitas
jasmaniah, di mana ada aturan yang sangat ketat dan rumit sebagai syarat
untuk dapat datang kepada Allah. Tidak semua orang dapat datang kepada
Allah, hanya orang-orang tertentu saja. Pada bangsa Israel biasanya
diwakili oleh kaum Lewi yang biasa disebut para iman. Tetapi hal ini
berbeda di zaman Perjanjian Baru setelah Tuhan Yesus datang ke dunia
menebus dosa manusia di atas kayu salib, di mana Ia telah mendamaikan
manusia dengan Allah yang secara simbolik dinyatakan dengan tabir bait
suci terbelah dua, maka semua orang bisa datang kepada Allah. "Jadi,
saudara-saudara, oleh darah Yesus kita sekarang penuh keberanian dapat
masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan
yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diri-Nya sendiri."
(Ibrani 10:19-20). Meski demikian kita tidak boleh datang kepada Tuhan
dan menyembah Dia dengan sembarangan. Kita harus menyembah Dia dengan
benar dan tulus. Penyembah yang sejati bukan berdasarkan lagu atau
musik yang kita mainkan, tetapi inti penyembahkan adalah saat hati, jiwa
dan seluruh keberadaan hidup kita memberikan penyembahan kepada Tuhan.
Penyembahkan haruslah mengalir dari 'dalam' menuju ke 'luar' yaitu
penyembahan yang terjadi di dalam hati (dalam roh), bukan hanya
menonjolkan aktivitas fisik semata.
Penyembahan juga bukan berbicara masalah tempat, waktu atau musik
yang cocok, karena perhatian utama Tuhan bukanlah bagian luar, tetapi "...Tuhan melihat hati." (1 Samuel 16:7b). (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 September 2012 -
Baca: Mazmur 34:1-23
"Tuhan itu dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya." Mazmur 34:19
Pemungut cukai yang merasa dirinya najis, berdosa dan tidak layak di hadapan Tuhan "...berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit,
melainkan ia memukul diri dan berkata: 'Ya Allah, kasihanilah aku orang
berdosa ini.'" (Lukas 18:13). Dengan menyadari dirinya sebagai
orang berdosa, pemungut cukai datang kepada Tuhan dan mengakui segala
dosa-dosanya; ia pun beroleh pengampunan dari Tuhan Allah dan
dibenarkanNya. Pemazmur berkata, "Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah."
Sedangkan orang Farisi yang merasa dirinya benar, doanya tidak berkenan
kepada Tuhan, malahan menjadi kebencian bagi Dia karena Ia sangat
menentang orang-orang yang congkak, tapi mengasihani orang yang rendah
hati (baca 1 Petrus 5:5).
Seseorang yang menyadari 'siapa dirinya' di hadapan Tuhan pasti
akan merasa gentar dan memiliki hati yang takut akan Dia. Ketika
bertemu dengan Tuhan dan beroleh panggilanNya, Yesaya dengan penuh
kegentaran berkata, "...Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan
aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah
melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam." (Yesaya 6:5). Begitu pula Paulus yang menyatakan, "Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa, dan di antara mereka akulah yang paling berdosa."
(1 Timotius 1:15). Sikap doa dari orang-orang yang rendah hatilah yang
diperhatikan dan beroleh jawaban dari Tuhan. Ini menjadi pelajaran
berharga bagi kita!
Mungkin saat ini banyak orang Kristen yang doanya tidak beroleh
jawaban Tuhan karena sikap hati mereka tidak benar saat berdoa. Dalam
berdoa kita harus punya kerendahan hati karena hanya orang yang rendah
hati berkenan kepada Tuhan. Jangan malu ketika air mata kita mengalir
deras saat berdoa, karena air mata kita ditampung ke dalam kirbat-Nya
(baca Mazmur 56:9).
Dan jangan bersikap seperti orang Farisi yang datang kepada Tuhan
dengan hati sombong, memamerkan kebenaran dan kesucian hidupnya. Tidak
ada alasan bagi kita menyombongkan diri di hadapan Tuhan.
Tidak ada alasan bermegah di hadapan Tuhan karena keberadaan kita sepenuhnya anugerah Tuhan semata.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 September 2012 -
Baca: Lukas 18:9-14
"...Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti
semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan
bukan juga seperti pemungut cukai ini;" Lukas 18:11
Doa adalah bagian terpenting dalam kehidupan orang percaya, ibarat nafas hidup kita. Doa adalah suatu keharusan dan menjadi life style orang Kristen, bukan pilihan atau sekedar saran. Alkitab menasihatkan agar kita tekun berdoa, "...mereka harus selalu berdoa dengan tidak jemu-jemu." (Lukas 18:1).
Begitu pentingkah doa bagi kita? Ya, karena doa adalah langkah
membangun kekariban dengan Tuhan, selain membaca Alkitab. Melalui doa,
kita berkomunikasi dengan Tuhan dan membaca Alkitab, kita belajar
mendengarkan apa yang Tuhan firmankan sehingga kita mengerti
kehendakNya. Banyak orang Kristen menganggap enteng dan sepele perihal
doa.
Hari ini kita belajar bagaimana harus berikap saat berdoa. Sikap
hati seseorang saat berdoa sangat menentukan apakah doanya berkenan dan
beroleh jawaban dari Tuhan. Perhatikan orang Farisi dan pemungut cukai
dalam bacaan saat mereka berdoa. Mereka sama-sama masuk ke Bait Tuhan
untuk berdoa, namun sikap kedua orang ini ketika berdoa berbeda. Dalam
kehidupannya sehari-hari orang Farisi suka mengenakan jubah panjang dan
jumbai yang bertuliskan ayat-ayat Alkitab, selalu duduk di barisan
terdepan saat ibadah, suka berdiri di tempat-tempat umum di hadapan
orang banyak dan berdoa dengan suara nyaring sehingga semua orang
menjadi sangat segan dan hormat kepadanya karena ia orang yang 'suci'.
Ayat nas di atas jelas menyatakan betapa orang Farisi ini selalu
menempatkan dirinya lebih dari orang lain. Dengan langkah tegap sambil
membusungkan dada ia masuk ke Bait Tuhan lalu berkata, "...aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang
lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini;"
(Lukas 18:11). Di dalam Bait Tuhan yang kudus pun ia menuding dan
menghakimi orang lain. Sikap doanya jelas menunjukkan betapa ia sangat
tinggi hati dan congkak. Namun Firman Tuhan berkata, "Manusia yang sombong akan direndahkan, dan orang yang angkuh akan ditundukkan;..." (Yesaya 2:11).
Siapakah kita sehingga menganggap diri kita lebih suci dan benar dari orang lain?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 September 2012 -
Baca: Rut 2:1-23
"Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya
dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang di bawah
sayap-Nya engkau datang berlindung." Rut 2:12
Nama 'Rut' (bahasa Ibrani) berarti 'belas kasih'. Sesuai dengan arti namanya, Rut juga beroleh belas kasih dari Tuhan, hidupnya mengalami pemulihan dan diberkati Tuhan.
Menarik sekali jika memperhatikan kisah perjalanan hidup Rut
beserta Naomi, ibu mertuanya ini. Rut, meski telah ditinggal mati
suaminya, tetap berkomitmen mengabdi dan mendampingi ibu mertuanya yang
juga janda. Inilah permintaan Rut dan Naomi, "...Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak
mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi,
dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam: bangsamulah
bangsaku dan Allahmulah Allahku;" (Rut 1:21a). Di tengah
keterbatasan dan pergumulan yang berat keduanya terus berjuang agar
dapat bertahan hidup. Sungguh, di dalam Tuhan selalu ada pengharapan, "Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang."
(Amsal 23:18). Dengan cara-Nya yang ajaib Ia campur tangan dalam
kehidupan mereka. Sesungguhnya bisa saja Naomi minta tolong langsung
kepada Boas, seorang kaya raya, tapi ia sadar Boas bukanlah kerabatnya
melainkan kerabat mendiang suaminya. Akhirnya Rut meminta ijin kepada
mertuanya pergi ke ladang memungut bulir-bulir jelai yang terlewatkan
dari para pekerja, dan ternyata ladang itu milik Boas. Boas yang
melihat itu tidak marah, malah menunjukkan kasih dan kemurahannya.
Ternyata berita kesetiaan dan kebaikan hati Rut terhadap mertuanya
sampai ke telinga Boas.
Mungkin kita berkata itu kebetulan. Namun di dalam Tuhan tidak ada
perkara yang kebetulan. Ia punya banyak cara untuk menolong umatNya.
Cara Tuhan tidak pernah terpikirkan oleh kita. Melalui Boas hidup Rut
dan Naomi dipulihkan.
Karena kesetiaan dan ketekunannya, Rut ditolong dan diberkati Tuhan dengan caraNya yang ajaib!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 September 2012 -
Baca: Yosua 24:1-28
"Oleh sebab itu, takutlah akan Tuhan dan beribadahlah kepada-Nya dengan
tulus ikhlas dan setia. Jauhkanlah allah yang kepadanya nenek moyangmu
telah beribadah di seberang sungai Efrat dan di Mesir, dan beribadahlah
kepada Tuhan." Yosua 24:14
Setelah berhasil membawa bangsa Israel menduduki dan mendiami Tanah
Perjanjian untuk beberapa waktu lamanya, usia Yosua semakin bertambah
tua. Menyadari bahwa masa hidupnya tidak akan lama lagi, Yosua
mengumpulkan seluruh orang Israel termasuk para pemimpin tiap-tiap suku
di Sikhem. Untuk apa? Dalam tradisi Israel, bila seorang pemimpin
sudah berusia lanjut, di mana masa tugasnya akan berakhir dan
kematiannya sudah sangat dekat, ia akan mengumpulkan seluruh rakyatnya
untuk menyampaikan pidato perpisahan yang berisi nasihat atau
pesan-pesan terakhir.
Saat berada di Sikhem ini selain menyampaikan pidato perpisahan,
Yosua juga hendak mengingatkan kembali komitmen bangsa Israel kepada
Tuhan. Mengapa perlu diingatkan? Karena selama ini mereka sering
mengalami jatuh bangun di dalam dosa, hati gampang berubah dan tidak
lagi setia kepada Tuhan padahal mereka telah mengecap kasih dan kebaikan
Tuhan begitu limpahnya. Saat ke luar dari perbudakan, perjalanan di
padang gurun hingga tiba dan menikmati Kanaan, perkara-perkara besar dan
ajaib telah dinyatakan Tuhan atas mereka. Karena itu Yosua menghendaki
agar mereka membuat pilihan yang benar dan tegas kepada siapa mereka
akan beribadah! Memilih beribadah kepada allah nenek moyang di seberang
sungai Efrat, allah orang Amori atau kepada Allah yang hidup? Akan
halnya Yosua sendiri, dengan tegas ia menyatakan, "...aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan!" (ayat 15b).
Akhirnya umat Israel pun membuat pilihan yang sama yaitu berjanji
dan tetap beribadah kepada Allah yang hidup. Mereka tidak boleh
main-main dengan apa yang telah diucapkan, janji itu harus benar-benar
ditepati. Ini komitmen mereka, "...Jauhlah dari pada kami meninggalkan Tuhan untuk beribadah kepada allah lain!"
(ayat 16). Jika mereka ingkar, lalu beribadah kepada allah asing,
Tuhan tidak segan-segan akan menghukum mereka karena Dia adalah Allah
yang kudus dan Pencemburu.
Pilihan hidup yang benar menentukan masa depan kita, dan kita harus
sungguh-sungguh mengerjakannya karena Tuhan tidak bisa dipermainkan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 September 2012 -
Baca: 2 Timotius 1:1-18
"Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita dan janganlah malu
karena aku, seorang hukuman karena Dia, melainkan ikutlah menderita bagi
Injil-Nya oleh kekuatan Allah." 2 Timotius 1:1-18
Rasul Paulus sadar bahwa penderitaan yang dialaminya tidak sebanding
dengan penderitaan Kristus di atas salib. Paulus menganggap sebagai
hutang bila ia tidak memberitakan Injil Kristus. Bagaimana dengan
kita? Memberitakan Injil adalah tugas dan tanggung jawab setiap orang
percaya tanpa terkecuali. Selagi ada waktu dan kesempatan, "Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya,
nyatakanlah apa yang salah, tegorlah dan nasihatilah dengan segala
kesabaran dan pengajaran." (2 Timotius 4:2).
Meski harus dipenjara karena Kristus Rasul Paulus tidak pernah
merasa minder dan malu, bahkan menghadapi kematian pun ia tidak takut
karena baginya hidup "...adalah Kristus dan mati adalah keuntungan." (Filipi 1:21). Baginya, hidup adalah bekerja untuk menghasilkan buah bagi Kerajaan Allah. "Saudara-saudara, ikutilah teladanku dan perhatikanlah mereka, yang hidup sama seperti kami yang menjadi teladanmu."
(Filipi 3:17). Rasul Paulus telah meninggalkan teladan hidup yang luar
biasa bagi kita, terlebih bagi para pelayan Tuhan dan layak kita ikuti
jejaknya. Memang, tetap kuat dan bersukacita di tengah penderitaan
bukanlah pekerjaan mudah. Tidak sedikit orang Kristen yang kecewa dan
mundur dari pelayanan hanya karena tersinggung oleh kata-kata rekan
sepelayanan, fasilitas yang disediakan kurang memadai dan sebagainya,
padahal belum mengalami seperti yang dialami Paulus. Adalah mudah
melayani Tuhan apabila fasilitas yang disediakan serba wah dan kebutuhan
materi tercukupi. Jika yang terjadi sebaliknya, masih dapatkan kita
mengucap syukur dan tetap semangat?
Bagi Paulus, dipercaya menjadi hambaNya sudah merupakan anugerah yang tak ternilai sehingga ia berkata, "...jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah."
(Filipi 1:22a). Hidup Paulus benar-benar membawa dampak yang luar
biasa: Injil semakin maju dan hidupnya menjadi berkat bagi jiwa-jiwa.
Seberat apa pun beban dan pergumulan, tetaplah semangat melayani
Tuhan dan memberitakan Injil-Nya, upah besar disediakan bagi yang
bertahan sampai akhir!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 September 2012 -
Baca: Filipi 1:12-26
"Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah." Filipi 1:22a
Mendengar kata penjara di benak kita pasti terlintas suatu tempat yang
menyeramkan, pengap dan penuh sesak oleh orang-orang pesakitan. Penjara
adalah tempat bagi para penjahat dan orang-orang yang terlibat dalam
kasus kriminal alias pelanggar hukum. Penjara pada zaman Romawi sangat
berbeda dengan penjara yang ada di negara kita saat ini. Di Indonesia
banyak penjara yang memiliki fasilitas cukup baik, ada yang ber-AC, bahkan kalau pejabat yang dipenjarakan fasilitasnya tidak kalah dengan hotel berbintang.
Penjara-penjara Romawi adalah penjara yang letaknya di bawah tanah,
gelap dan pengap; dan makin berat perbuatan seorang hukuman semakin ia
ditaruh ke bagian yang lebih bawah. Inilah yang dialami oleh Rasul
Paulus, ia harus mendekam di dalam penjara. Apa kesalahan Paulus? Ia
dipenjara bukan karena telah melakukan kesalahan atau melanggar hukum,
tetapi justru karena menyampaikan kebenaran melalui pemberitaan Injil. "...aku dipenjarakan karena Kristus."
(Filipi 1:13). Meski harus mendekam dipenjara apakah ia sedih, kecewa
dan marah kepada Tuhan? Tidak! Penjara tak membuat Paulus kehilangan
semangat untuk melayani Tuhan, rohnya tetap menyala-nyala bagi Dia.
Tembok penjara tak mampu membelenggu Paulus. Justru saat dibalik terali
besi inilah ia tetap sanggup menguatkan jemaat Tuhan dengan surat-surat
yang ia kirimkan. Kokohnya tembok penjara juga tidak mampu merampas
sukacitanya karena di penjara pun ia senantiasa bersukacita.
Apakah dengan pemenjaraan terhadap Paulus Injil Kristus berhenti
diberitakan dan jemaat Tuhan menjadi takut, lalu mereka bersembunyi dan
meninggalkan iman Kristen? Tidak! Pemenjaraan terhadap Paulus justru
membawa berkat dan dampak yang luar biasa. "...apa yang terjadi atasku ini justru telah menyebabkan kemajuan Injil." (Filipi 1:12). Bahkan jemaat Tuhan pada waktu itu malah semakin berani untuk memberitakan Injil, mereka "...bertambah berani berkata-kata tentang firman Allah dengan tidak takut." (Filipi 1:14).
"Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu
seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu." (2
Timotius 2:9).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 September 2012 -
Baca: Markus 8:31-38
"... Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku." Markus 8:34
Ada sisi lain yang tidak boleh kita abaikan dalam pengiringan kepada Tuhan yaitu salib bagi orang percaya. Gereja Tuhan tidak boleh lupa membritakan tentang salib Kristus.
Datang kepada Tuhan untuk meminta berkat dan kelimpahan tidaklah
salah. Tetapi kalau selama bertahun-tahun menjadi Kristen hanya itu
yang kita lakukan tanpa pernah mau mengerti bahwa terkadang Tuhan
mengijinkan ujian dan penderitaan terjadi dalam kehidupan kita, sampai
kapan pun kita tidak akan pernah menjadi seorang Kristen yang dewasa,
karena ujian dan penderitaan adalah bagian dari proses pembentukan
Tuhan. Namun kita percaya bahwa dalam segala perkara Tuhan turut
bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita (baca Roma 8:28).
Jadi kita dalam kondisi diberkati atau belum diberkati, disembuhkan
atau belum disembuhkan dan sebagainya harus tetap bersungguh-sungguh di
dalam mengiring Tuhan.
Pemazmur menyatakan, "Kemalangan orang benar banyak, tetapi Tuhan melepaskan dia dari semuanya itu;"
(Mazmur 34:20). Ini menunjukkan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus bukan
berarti bebas dari masalah. Persoalan tetap ada, tetapi berbeda ketika
kita memiliki Tuhan Yesus karena Dia akan selalu menopang, menguatkan
dan memberikan jalan keluar bagi kita.
Kekristenan tak dapat dipisahkan dari penyangkalan diri dan pikul
salib. Apa maksudnya? Penyangkalan diri berarti harus menyalibkan
segala keinginan daging kita, rela meninggalkan dosa dan berkomitmen
untuk hidup seturut dengan kehendak Tuhan. Memikul salib berarti harus
rela dibenci dan dimusuhi oleh dunia ini karena nama Yesus. Bahkan
dikatakan, "...siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya;
tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia
akan menyelamatkannya." (Markus 8:35). Jadi, mengikut Kristus
benar-benar membutuhkan komitmen yang tinggi, tidak boleh
setengah-setengah. Memikul salib juga berarti mengalami penderitaan
karena namaNya.
"Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga." Matius 5:10
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 September 2012 -
Baca: Filipi 1:27-30
"Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia," Filipi 1:29
Setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat disebut sebagai orang-orang percaya. Orang-orang di luar
Tuhan yang memiliki kepercayaan lain tidak sebut sebagai orang percaya.
Ini adalah suatu anugerah bagi kita!
Dikaruniai untuk percaya merupakan suatu keuntungan bagi kita,
karena dengan iman dan percaya kepada Tuhan Yesus kita akan mengalami
dan menikmati berkat-berkat dari Tuhan. "Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus yang dalam Kristus
telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam sorga."
(Efesus 1:3). Berkat-berkat rohani (keselamatan, pemulihan, kesehatan,
sukacita, damai sejahtera dan sebagainya) disediakan Tuhan bagi kita.
Kita percaya berkat-berkat jasmani pun akan ditambahkan dalam kehidupan
kita sebagaimana dinyatakan oleh rasul Paulus, "Allahku akan memenuhi segala keperluanmu menurut kekayaan dan kemuliaan-Nya dalam Kristus Yesus." (Filipi 4:19).
Seringkali dalam ibadah tidak sedikit hamba-hamba Tuhan yang hanya
berkhotbah tentang berkat, kekayaan, kelimpahan, kesembuhan, mujizat dan
sebagainya. Itu tidaklah salah, sebab berkat dan kelimpahan itu
datangnya dari Tuhan. Tuhan Yesus sendiri berkata, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."
(Yohanes 10:10b). Tetapi sebagai hamba Tuhan kita tidak boleh
terus-menerus meninabobokkan jemaat dengan hal-hal yang indah-indah
saja, sehingga ketika mereka belum mengalami penggenapan janji Tuhan
(berkat Tuhan), banyak yang kecewa dan complain kepada Tuhan.
Mereka menjadi jemaat yang mudah lemah, tawar hati dan cengeng. Ketika
ada ujian dan persoalan datang menerpa langsung bersungut-sungut,
mengomel, marah-marah kepada Tuhan karena mereka mengira bahwa mengikut
Kristus pasti jalannya akan mulus, berkelimpahan berkat dan tanpa
rintangan, karena orientasinya hanya kepada berkat dan berkat. Namun
saat kenyataan tidak sesuai dengan harapan, mereka tidak lagi punya roh
yang menyala-nyala untuk Tuhan.
Lalu perlahan tapi pasti mereka mulai undur, meninggalkan Tuhan dan mencari berkat di luar Tuhan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 September 2012 -
Baca: Efesus 5:1-21
"Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang
di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," Efesus 5:8
Selain harus memiliki kasih, sebagai penurut-penurut Kristus kita harus
rela membayar harga untuk hidup dalam ketaatan dan kekudusan. Sebagai
anak-anak terang kita tidak lagi hidup dalam kegelapan, memiliki
komitmen untuk meninggalkan dosa dan hidup dalam pertobatan setiap
hari. "Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang
di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang," (2 Korintus 6:17). Hidup kita harus berbeda dari orang-orang dunia.
Hidup dalam kekudusan adalah sebuah perintah dan harus kita taati. Rasul Petrus mengatakan, "...hendaklah
kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama seperti Dia yang
kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada tertulis: Kuduslah kamu,
sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Alkitab dengan tegas menyatakan, "...tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan." (Ibrani 12:14). Secara harafiah, kata 'kudus'
berarti pemisahan atau pemotongan. Jadi kehidupan orang percaya adalah
kehidupan yang telah dipisahkan dari kegelapan kepada terangNya yang
ajaib. (baca 1 Petrus 2:9). Maka, "Janganlah
turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan
yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah
perbuatan-perbuatan itu. Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh
mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan." (Efesus
5:11-12). Sebagai anak-anak terang kita tidak diperkenankan terlibat
dalam perbuatan-perbuatan kegelapan, melainkan harus hidup dalam terang
yang berbuahkan kebaikan, keadilan dan kebenaran, suatu kehidupan yang
dapat terlihat atau terbaca oleh orang lain, tidak ada yang
disembunyikan, ditutup-tutupi, tidak ada kemunafikan di dalamnya. Tuhan
berkata, "Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi." (Matius 5:14).
Rasul Paulus menambahkan bahwa setiap orang percaya adalah surat
Kristus yang terbuka. Bagaimana kita bisa menjadi kesaksian jika masih
hidup dalam kegelapan?
Menjadi penurut Kristus berarti memiliki kasih dan tidak berkompromi dengan dosa!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 September 2012 -
Baca: Efesus 2:1-10
"Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang
besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita, telah menghidupkan kita
bersama-sama dengan Kristus, sekalipun kita
telah mati oleh kesalahan-kesalahan kita -- oleh kasih karunia kamu
diselamatkan-" Efesus 2:4-5
Menurut pandangan orang dunia, untuk dapat masuk Kerajaan Sorga atau
beroleh keselamatan kekal kita harus banyak berbuat baik. Kita harus
mengumpulkan pahala sebanyak-banyaknya, supaya nanti kalau ditimbang
oleh malaikat, pahala kita 'lebih berat' atau lebih banyak dari
dosa-dosa kita.
Sebagai manusia berdosa, berapa banyak pahala yang harus kita
kumpulkan supaya cukup menebus segala perbuatan dosa yang telah kita
perbuat? Sampai kapan pun kita takkan mampu! Alkitab menegaskan, "Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan
kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud
dan kasih karunia-Nya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam
Kristus Yesus sebelum permulaan zaman," (2 Timotius 1:9). Jelas sekali bahwa keselamatan adalah karena anugerah, kasih karunia Tuhan semata, bukan hasil usaha kita.
Untuk beroleh kasih karunia atau anugerah Tuhan ini tidak ada jalan
lain selain percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat. Sebagai orang berdosa, seharusnya kita sendiri yang
bertanggung jawab menanggung dosa yang kita perbuat, "Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita." (Roma 6:23). Jadi orang berdosa hanya dituntut beriman kepada Yesus agar anugerah keselamatan itu berlaku atasnya, "Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan
percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara
orang mati, maka kamu akan diselamatkan." (Roma 10:9). Oleh kasih
karunia Tuhan semata, kita manusia berdosa menerima apa yang seharusnya
tidak patut kita terima. Maka tidak selayaknya kita yang telah menerima
kasih karunia keselamatan itu memegahkan diri. Dan kita yang sudah
diselamatkan memiliki tugas dan kewajiban melakukan perbuatan baik.
Jadi, perbuatan baik adalah buah-buah yang harus kita hasilkan setelah diselamatkan, bukan sarana untuk mendapatkan keselamatan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 September 2012 -
Baca: Mazmur 107:23-24
"Ia berfirman, maka dibangkitkan-Nya angin badai yang meninggikan gelombang-gelombangnya." Mazmur 107:25
Perlu kita sadari bahwa tak semua penderitaan dan kesesakan yang kita
alami datangnya dari Iblis. Adakalanya itu terjadi karena: 2. Kesalahan kita sendiri. Tertulis: "Ada orang-orang menjadi sakit oleh sebab kelakuan mereka yang berdosa, dan disiksa oleh sebab kesalahan-kesalahan mereka;"
(Mazmur 107:17). Kita mengalami penderitaan dan kesesakan oleh karena
pelanggaran dan dosa-dosa kita sendiri; kita telah memberontak kepada
Tuhan, menyimpang dari jalan-jalan Tuhan sehingga hidup kita dikuasai
oleh dosa. Ada tertulis: "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang
panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam
untuk mendengar; tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu
ialah segala
kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu,
sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu." (Yesaya 59:1-2).
Karena itu tidak ada jalan lain selain segera datang kepada Tuhan,
memohon pengampunan dan bertobat. Pertobatan adalah kunci mengalami
pertolongan dan pemulihan dari Tuhan. "Maka berseru-serulah mereka
kepada Tuhan dalam kesesakan mereka, dan diselamatkan-Nya mereka dari
kecemasan mereka, disampaikan-Nya firman-Nya dan disembuhkan-Nya mereka,
diluputkan-Nya mereka dari liang kubur." (Mazmur 107:19-20).
3. Diijinkan Tuhan sebagai proses. Terkadang Tuhan ijinkan
penderitaan dan kesesakan karena ada rencanaNya yang indah, yaitu untuk
memproses, memurnikan dan mendewasakan iman kita. Tuhan ingin melatih
iman kita supaya makin kuat. "...Kita malah bermegah juga dalam
kesengsaraan kita, karena kita tahu, bahwa kesengsaraan itu menimbulkan
ketekunan, dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan
pengharapan." (Roma 5:3-4). Kita dibentuk untuk memiliki
kerendahan hati, tidak lagi mengandalkan kekuatan sendiri tapi
mengandalkan Tuhan dalam segala hal. Selain itu, melalui penderitaan
yang kita alami Tuhan hendak menyatakan kuasa dan mujizat-Nya sehingga
hidup kita dapat menjadi kesaksian bagi banyak orang.
Anda sedang mengalami penderitaan? Tetaplah mengucap syukur karena semuanya pasti mendatangkan kebaikan bagi kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 September 2012 -
Baca: Mazmur 107:1-22
"Ada orang-orang yang duduk di dalam gelap dan kelam, terkurung dalam sengsara dan besi." Mazmur 107:10
Siapa di antara kita yang tidak pernah mengalami masalah, kesesakan,
kesukaran dan penderitaan? Tak seorang pun. Selama hidup di dunia ini,
semua orang tanpa terkecuali pasti mengalami segala macam masalah,
entah itu keuangan, sakit-penyakit, rumah tangga atau anak. Pemazmur
juga menyadari akan hal ini: "Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh
tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab
berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap." (Mazmur 90:10).
Jelas sekali bahwa kesukaran dan penderitaan selalu mewarnai perjalanan
hidup manausia selama hidup di bumi. Banyak orang Kristen mengeluh dan
bersungut-sungut ketika dihadapkan pada masalah dan penderitaan dan
berkata, "Aku sudah rajin ke gereja, tapi mengapa aku masih hidup dalam
penderitaan dan kesesakan?"
Ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan mengapa penderitaan dan kesesakan masih saja sering kita alami: 1. Iblis. Penderitaan yang kita alami datangnya dari si Iblis. Alkitab menyatakan, "Pencuri (Iblis) datang hanya untuk mencuri dan membunuh dan membinasakan;"
(Yohanes 10:10a). Iblis selalu berusaha melepaskan panah apinya,
sehingga apabila panah api si jahat itu mengenai seseorang, orang
tersebut akan mengalami penderitaan dan kesesakan. Rasul Petrus pun
menasihatkan, "Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama
seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya."
(1 Petrus 5:8). Karena itu kita harus selalu berjaga-jaga dan berdoa.
Tekun berdoa, merenungkan firman setiap hari dan tidak menjauhkan diri
dari pertemuan-pertemuan ibadah adalah kunci untuk menang dari segala
tipu muslihat Iblis. Kepada jemaat di Efesus, Rasul Paulus menegaskan, "Kenakanlah seluruh perlengkapan senjata Allah, supaya kamu dapat bertahan melawan tipu muslihat Iblis;"
(Efesus 6:11). Dalam segala keadaan, kita harus mengenakan perisai
iman karena seringkali ketika masalah dan penderitaan datang, iman kita
menjadi lemah dan kita pun tawar hati.
Alkitab dengan tegas menyatakan, "Jika engkau tawar hati pada masa kesesakan, kecillah kekuatanmu." Amsal 24:10
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 September 2012 -
Baca: Mazmur 8:1-10
"Engkau membuat dia berkuasa atas buatan tangan-Mu; segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya:" Mazmur 8:7
Buah-buah Roh berkenan dengan perubahan karakter dalam kehidupan kita.
Kita tidak lagi menuruti keinginan daging, tapi tunduk pada pimpinan Roh
Kudus. Jika hidup kita dipimpin oleh Roh Kudus, secara otomatis
karakter kita pasti berubah: ada "...kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri,..."
(Galatia 5:22-23), dan akhirnya hidup kita berdampak bagi orang lain,
kita pun menjadi berkat dan kesaksian yang baik bagi banyak orang.
Akhirnya nama Tuhan dipermuliakan melalui kehidupan kita. Tuhan ingin
kehidupan kita menjadi garam dunia dan terang dunia (baca Matius 5:13-16).
3. Kita juga dirancang untuk bekerja bagi Dia. dikatakan, "Tuhan Allah mengambil manusia itu dan menempatkannya dalam taman Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman itu."
(Kejadian 2:15). Adam mendapat tugas mengusahakan dan memelihara taman
Eden milikNya. Artinya kita diciptakan dan dirancang Tuhan untuk
bekerja melayaniNya, bukan untuk bermalas-malasan. Setiap kita diberi
talenta oleh Tuhan dan itu harus kita maksimalkan, "Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar
negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada
mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang
seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia
berangkat." (Matius 25:14-15). Banyak orang Kristen enggan dan
menghindarkan diri dari pelayanan dengan berbagai macam alasan. Selagi
ada kesempatan jangan menunda melayani Tuhan sebelum semuanya terlambat.
4. Kita dirancang Tuhan untuk memiliki kuasa (ayat nas).
Anak-anak Tuhan dirancang untuk hidup berkemenangan karena di dalam kita
ada Roh Kudus dan "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia." (1 Yohanes 4:4b). Jadi, kita memiliki kuasa untuk menaklukkan musuh iblis dan segala tipu dayanya.
"...sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah
kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." 1 Yohanes 5:4
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 September 2012 -
Baca: Kejadian 1:1-13
"Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar
Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka." Kejadian 1:27
Alkitab menegaskan bahwa kita diciptakan serupa dan segambar dengan Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya
mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang
merayap di bumi." (Kejadian 1:26). Ini menunjukkan kejadian kita
ajaib dan dahsyat. Bukan secara kebetulan kita diciptakan, melainkan
dalam rencana Allah, sehingga Ia pun memiliki rancangan dalam kehidupan
kita.
Apa rancangan Tuhan atas kita? 1. Kita dirancang Tuhan untuk diberkati. "Allah memberkati mereka,"
(Kejadian 1:28a). Memang, akibat dosa dan pelanggaran manusia pertama,
berkat itu menjadi terhalang. Tapi kedatangan Tuhan Yesus ke bumi
adalah untuk mengembalikan apa yang telah dirampas oleh Iblis.
Dikatakan, "Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan."
(Yohanes 10:10b). Melalui penebusan Kristus di atas kayu salib kita
diperdamaikan dengan Allah. Kita yang percaya kepada Tuhan Yesus
diangkat sebagai anak-anak Allah (baca Galatia 3:26). Sebagai anak-anak Allah berarti kita juga "...adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah," (Roma 8:17).
Mungkin saat ini kita belum mengalami penggenapan janji
Tuhan atau belum diberkati, jangan putus asa dan kecewa. Bangun terus
persekutuan yang karib dengan Tuhan dan tetaplah hidup dalam ketaatan, "Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia." (1 Korintus 15:58b). 2. Kita dirancang Tuhan untuk memiliki keturunan atau beranak cucu (produktif). Dikatakan, "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi..."
(Kejadian 1:28). Bukan hanya keturunan ilahai yang kita hasilkan, tapi
Tuhan juga menghendaki supaya kehidupan kita menghasilkan buah. Tuhan
berkata, "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap
ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya, supaya ia lebih banyak berbuah." (Yohanes 15:2).
Karena itu "...hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." (Matius 3:8): ada buah-buah Roh, buah jiwa dan buah pelayanan.