Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Mei 2012 -
Baca: 1 Yohanes 4:1-21
"Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih." 1 Yohanes 4:8
Tuhan Yesus berkata, "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap
hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah
hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama
dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.
Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para
nabi." (Matius 22:37-40). Itulah sebabnya jika kita menguasai semua hukum atau ajaran Kristen tapi kita kehilangan kasih
sebagai inti dan yang utama, maka semua yang kita miliki dan semua yang
kita lakukan tidak ada artinya sama sekali. Bila saat ini yang kita
pikirkan hanyalah diri sendiri, kesibukan kita, kesenangan kita tanpa
kita mau mempedulikan orang lain yang sangat membutuhkan uluran tangan
kita, ini adalah tanda bahwa kasih kita mulai luntur, dan bisa
dipastikan kita tidak lagi mencintai Tuhan dengan sungguh dan terhadap
sesama kita.
Kedua, kasih adalah Allah itu sendiri. Jadi Allah bukan
saja memiliki kasih, tetapi Dia adalah kasih. Tidak ada sifat yang
lebih agung daripada kasih Allah. Bukti nyata kasih Allah adalah "...Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yohanes 3:16). Jika kita mengaku bahwa kita adalah anak-anak Allah, kasih
harus menjadi bagian hidup kita. Bukan kasih yang hanya
digembar-gemborkan melalui ucapan saja, tapi kasih yang diwujudkan dalam
tindakan yang konkrit. Jika orang Kristen yang tidak memiliki kasih ia
telah gagal dalam pengiringannya kepada Tuhan dan sia-sialah
kekristenannya. Ditegaskan: "...jikalau Allah sedemikian mengasihi kita, maka haruslah kita juga saling mengasihi."
(1 Yohanes 4:11). Sudahkah kasih itu terpancar melalui hidup kita?
Ataukah banyak orang sudah terlanjur kecewa karena melihat tidak ada
kasih di dalam kita?
Ketiga, kasih adalah perintah Tuhan. Dikatakan: "Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling
mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu
harus saling mengasihi." (Yohanes 13:34). Karena memiliki kasih itu adalah perintah dari Tuhan, maka mau tidak mau, suka tidak suka, kita harus taat.
Kasih adalah untuk membuktikan bahwa kita ini adalah murid-murid
Yesus; jika tidak ada kasih di dalam kita, kita tidak layak disebut
murid Yesus!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Mei 2012 -
Baca: 1 Korintus 13:1-13
"Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih." 1 Korintus 13:13
Jika memperhatikan keadaan yang ada di sekeliling kita, sungguh kaki
kita sudah menapak di hari-hari di mana Tuhan segera datang menjemput
umatNya. Berita-berita di surat kabar atau pun tayangan-tayangan
televisi menunjukkan betapa dunia ini dipenuhi dengan hal-hal yang
menakutkan dan mengkhawatirkan: bencana alam, konflik antargolongan,
demonstrasi diwarnai dengan kekerasan dan kebrutalan terjadi di
mana-mana, belum lagi kejahatan yang kian merajalela. Sekarang ini "Manusia
akan mencintai dirinya sendiri dan menjadi hamba uang. Mereka
akan membual dan menyombongkan diri, mereka akan menjadi pemfitnah,
mereka akan berontak terhadap orang tua dan tidak tahu berterima kasih,
tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak mau berdamai, suka
menjelekkan orang, tidak dapat mengekang diri, garang, tidak suka yang
baik, suka mengkhianat, tidak berpikir panjang, berlagak tahu, lebih
menuruti hawa nafsu dari pada menuruti Allah." (2 Timotius 3:2-4). Dunia ini benar-benar telah mengalami krisis, bahkan kehilangan kasih.
Bagaimana dengan keberadaan orang Kristen sendiri? Kasih adalah
satu aspek yang harus menjadi bagian hidup orang percaya dan itu tidak
bisa diganggu gugat. Jika kasih yang seharusnya terus memancar di
tengah-tengah kehidupan orang percaya sudah hilang dan luntur, bisa
dibayangkan betapa gelapnya dunia ini, betapa keringnya dunia ini. Di
saat kasih sudah hilang, sudah bisa ditebak, yang muncul adalah sifat
egois, sombong, dingin, kejam, manusia tidak lagi punya perasaan dan
tidak mau mengerti orang lain. Sangat menyedihkan jika di antara orang
Kristen sendiri sudah tidak memiliki kasih, padahal tugas dan tanggung
jawab orang Kristen di tengah dunia ini adalah menjadi berkat dan
menunjukkan kasih itu kepada dunia. Itulah sebabnya Tuhan tak
henti-hentinya dan begitu tegas menuntut agar kehidupan orang percaya
dipenuhi dengan kasih. Mengapa? Pertama, kasih merupakan dasar utama seluruh pengajaran Injil.
Kepada jemaat Korintus Paulus menegaskan: meskipun seseorang dapat
melakukan segala sesuatu, punya karunia yang hebat, dapat menyembuhkan
orang sakit, bisa berbahasa malaikat, memiliki pengetahuan dan menguasai
isi Alkitab, sudah melayani Tuhan sampai ujung bumi tidak ada arti
apa-apa jika ia tidak memiliki kasih.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Mei 2012 -
Baca: Matius 3:1-12
"Jadi hasilkanlah buah yang sesuai dengan pertobatan." Matius 3:8
Sebagai hamba Tuhan biarlah kita memiliki kerendahan hati dalam
pelayanan karena semua itu adalah anugerah Tuhan semata. Jika dipercaya
dan dipakai olehNya, itu bukan karena kuat dan gagah kita, bukan karena
kita pintar dan bukan karena kita kaya. Jadi tidak ada alasan sedikit
pun untuk kita menjadi sombong, apalagi sampai mencari hormat dan pujian
dari manusia. Tugas kita adalah menyatakan kebenaran dan membawa umat
kepada pertobatan.
Sarana dan prasana di mana seseorang berkhotbah itu tidak penting.
Buktinya Yohanes pembaptis tidak berkhotbah di tempat-tempat yang besar
atau gereja yang megah, tapi justru berkhotbah di padang gurun Yudea.
Baginya yang penting adalah menyelesaikn tugas dan misinya bagi Kerajaan
Sorga. Tuhan Yesus sendiri "yang walaupun dalam rupa Allah, tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia."
(Filipi 2:6-7), demi menyelesaikan tugas dari Bapa, bahkan Ia taat
sampai mati di atas kayu salib. Dalam pelayanan pun Yohanes pembaptis
adalah seorang yang tegas. Dia berkata, "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!"
(Matius 3:2). Hal ini menunjukkan bahwa ia tidak takut untuk
menyerukan supaya semua orang bertobat; ia tidak takut menelanjangi
dosa-dosa manusia; ia tidak takut menegakkan kebenaran Injil, sebab
jika manusia tidak segera bertobat mereka akan mengalami kebinasaan
kekal, sebab "...upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita."
(Roma 6:23). Satu-satunya jalan memperoleh keselamatan kekal adalah
percaya kepada Yesus Kristus, bukan yang lain, karena Dialah
satu-satunya jalan keselamatan itu. Tertulis: "Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia,
sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan
kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan." (Kisah 4:12).
Bukankah kita seringkali takut dan malu menyerukan kata pertobatan?
Kita tidak berani menyinggung dosa secara terang-terangan karena kita
takut dibenci dan dijauhi oleh teman atau rekan bisnis. Jika dengan
tegas menegur dosa, kita takut tidak diundang lagi untuk berkhotbah
sehingga isi khotbah kita pun hanyalah berbicara tentang berkat, berkat
dan berkat.
Jangan pernah takut menyerukan kebenaran Injil karena Roh Kudus turut bekerja dan menyertai kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Mei 2012 -
Baca: Matius 3:1-12
"Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya." Matius 3:3
Alkitab menyatakan bahwa Yohanes pembaptis memiliki hubungan yang dekat
dengan Yesus (sepupu) karena ibunya (Elisabet) masih ada hubungan
kekerabatan (sepupu pula) dengan Maria (ibu Yesus). Selain itu
kelahiran Yohanes pembaptis juga ajaib dan mengherankan sebab ia
dilahirkan dari seorang wanita yang sebenarnya mandul. Juga ketika ia
berada dalam kandungan, ayahnya mendadak menjadi bisu, dan baru dapat
berbicara ketika ia lahir.
Sesungguhnya ada banyak alasan bagi Yohanes untuk membanggakan diri
atau menjadi seorang yang 'besar'. Namun Yohanes tidak melakukan itu,
ia tetaplah seorang yang rendah hati. Padahal ia adalah pembuka jalan
bagi kedatangan Sang Juruselamat yang sudah dinubuatkan sejak zaman nabi
Yesaya (baca Yesaya 40:3). Yohanes berkata, "Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang
datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak
layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus
dan dengan api." (Matius 3:11). Simak pula pernyataan Yohanes, "Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil."
(Yohanes 3:30). Hal ini menunjukkan bahwa Yohanes tidak haus pujian
atau ingin dihormati, ia tetap menempatkan Yesus sebagai yang utama dan
terbesar. Dialah yang patut ditinggikan dan diagungkan, bukan dirinya.
Yohanes pembaptis telah memberikan teladan yang luar biasa bagi
setiap orang percaya, terlebih lagi bagi para pelayan Tuhan bagaimana
memiliki hati hamba dan rendah hati. Seringkali ketika seseorang sudah
dipercaya untuk melayani Tuhan, hatinya mulai berubah. Apalagi yang
sudah menyandang predikat 'hamba Tuhan' dengan 'jam terbang' yang sudah
tinggi, penuh urapan dan terkenal. Kita mulai membusungkan dada
sehingga dalam hal pelayanan kita pun pilih-pilih, bahkan berani
memasang bandrol alias pasang tarif: mau melayani asal fasilitas yang
disediakan sesuai dengan yang dikehendaki. Kita sudah lupa dengan
esensi seorang 'hamba': tugas seorang hamba adalah untuk melayani,
bukan dilayani.
Tuhan Yesus berkata, "Barangsiapa ingin menjadi besar di antara
kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu," Matius
20:26b-27
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Mei 2012 -
Baca: 1 Timotius 1:12-17
"Aku bersyukur kepada Dia, yang menguatkan aku, yaitu Kristus Yesus,
Tuhan kita, karena Ia menganggap aku setia dan mempercayakan pelayanan
ini kepadaku--" 1 Timotius 1:12
Mengapa kita harus mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan? Karena tubuh kita ini adalah milik Tuhan dan "...kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:20).
Jangan tunda-tunda waktu lagi untuk melayani Tuhan. Banyak dari
kita enggan terlibat dalam pelayanan pekerjaan Tuhan karena berbagai
alasan. Sementara, waktu kita habiskan untuk bekerja, jalan-jalan
dengan keluarga ke luar kota, shopping atau ke salon berjam-jam
yang masih bisa kita sempatkan. Atau mungkin kita berkata, "Maaf aku
sangat sibuk, nanti saja kalau ada waktu luang. Melayani Tuhan nanti
saja, kalau saya sudah menikah. Ah, terlibat dalam pelayanan itu tak
penting, toh aku sudah rajin ibadah di hari Minggu." Namun justru di
hari-hari menjelang kedatangan Tuhan yang semakin dekat kita harus giat
dalam perkara-perkara rohani. "...selama masih siang; akan datang malam, di mana tidak ada seorangpun yang dapat bekerja."
(Yohanes 9:4). Banyak hal yang bisa kita kerjakan untuk Tuhan.
Mungkin kita tidak bisa berkhotbah, suara kita fals dan tidak mungkin
menjadi worship leader. Namun mungkin kita bisa menjadi singer, anggota paduan suara, usher,
tim pendoa syafaat dan sebagainya. Jika kita tidak juga punya waktu
untuk itu, kita yang diberkati Tuhan lebih dapat mempersembahkan uang
kita untuk membantu pekerjaan Tuhan, menjadi donatur untuk siswa-siswi
sekolah teologia, memberkati hamba-hamba Tuhan di desa-desa terpencil
dan lain-lain.
Mempersembahkan hidup kepada Tuhan juga berarti kita mematikan
segala keinginan daging kita dan mau hidup dipimpin oleh Roh Kudus,
supaya persembahan hidup kita ini berkenan kepada Tuhan dan dapat
dipakai sebagai senjata kebenaran (baca Roma 6:13). Karena itu perbuatan daging dan hal-hal duniawi yang ada dalam diri kita harus benar-benar mati, "Sebab barangsiapa menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya," (Galatia 6:8). Ingat! "Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus." (1 Tesalonika 4:7). Ada harga yang harus kita bayar! Di akhir zaman ini kita jangan main-main lagi dengan dosa.
Marilah kita menjaga hidup kita tetap kudus dan tidak bercela sebagai persembahan terbaik kita bagi Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Mei 2012 -
Baca: 1 Tawarikh 29:10-19
"Aku tahu, ya Allahku, bahwa Engkau adalah penguji hati dan berkenan
kepada keikhlasan, maka akupun mempersembahkan semuanya itu dengan
sukarela dan tulus ikhlas." 1 Tawarikh 29:17a
Daud adalah salah satu tokoh besar di dalam Alkitab yang begitu
mengasihi Tuhan. Ratusan pasal yang termuat dalam Mazmur itu adalah
bukti betapa ia sangat karib dengan Tuhan dan mengasihi Dia dengan
segenap hati.
Bukti lain betapa kasih Daud kepada Tuhan adalah ketika Salomo
hendak membangun Bait Suci. Ia dengan sukarela dan tulus ikhlas
mempersembahkan harta miliknya untuk membantu pekerjaan Tuhan ini. Daud
berkata, "... karena cintaku kepada rumah Allahku, maka sebagai
tambahan pada segala
yang telah kusediakan bagi rumah kudus, aku dengan ini memberikan kepada
rumah Allahku dari emas dan perak kepunyaanku sendiri tiga ribu talenta
emas dari emas Ofir dan tujuh ribu talenta perak murni..." (1
Tawarikh 29:3-4). Begitu pula dari pemimpin-pemimpin lainnya terkumpul
5.000 talenta emas dan 10.000 talenta perak, belum termasuk
persembahan-persembahan lainnya. Bayangkan, persembahan yang demikian
besarnya diserahkan untuk pembangunan rumah Tuhan dengan sukarela, tulus
ikhlas, bahkan dengan sukacita. Persembahan seperti inilah yang
berkenan kepada Tuhan, karena Dia "...mengasihi orang yang memberi dengan sukacita."
(2 Korintus 9:7). Mereka sadar betapa Ia mengasihi umat Israel dengan
menuntun nenek moyang mereka keluar dari Mesir, berjalan di padang gurun
dengan mujizat-mujizatNya yang ajaib hingga sampai ke Tanah Perjanjian
(Kanaan). Sudah seharusnya jika mereka membalas kasih Tuhan itu dengan
apa yang mereka miliki.
Mungkin saat ini kita berpikir, "Saya tidak punya harta atau
materi yang bisa kupersembahkan untuk Tuhan. Apa yang bisa kuberikan
untuk Tuhan?" Jangan pernah berpikir bahwa yang dapat kita pesembahkan
kepada Tuhan itu hanyalah berkaitan dengan harta, materi atau uang.
Banyak hal yang dapat kita persembahkan kepada Tuhan sebagai wujud kasih
kita kepadaNya. Tertulis: "...supaya kamu mempersembahkan tubuhmu
sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada
Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati." (Roma 12:1). Kita dapat
memberikan hidup kita untuk Tuhan. Waktu, tenaga dan juga talenta yang
kita miliki dapat kita persembahkan melalui pelayanan di gereja kita
masing-masing.
Masih banyak orang Kristen yang menolak untuk melayani Tuhan!
Diambil dari bacaan e-RH (www.renunganharian.net), EDISI 25 Mei 2012 -
Baca: Yesaya 43:22-28
Ayat Mas: “…Akulah Dia yang menghapus dosa pemberontakanmu oleh karena Aku sendiri, dan Aku tidak mengingat-ingat dosamu.” (Yesaya 43:25)
Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 131, 138-139, 143-145
Amy Charmichael, seorang wanita Irlandia yang melayani di India
selama 55 tahun, termasuk penulis yang produktif. Dalam salah satu
bukunya, If (1953), ia menulis: Jika aku berkata, “Ya, aku memaafkan perbuatanmu, tetapi tidak dapat melupakannya,
” seolah-olah Allah, yang dua kali sehari membasuh semua pasir di semua
pantai di seluruh muka bumi ini, tidak dapat membasuh ingatan buruk
semacam itu dari pikiranku, maka aku tidak tahu apa-apa tentang kasih
Kalvari.
Kasih Kalvari menunjukkan pengampunan Tuhan yang luar biasa bagi
manusia yang patut dibinasakan. Perhatikan teguran Tuhan melalui Yesaya:
umat-Nya telah memberati Tuhan dengan dosa, menyusahi-Nya dengan
kesalahan (ayat 24). Sangat adil jika mereka dibinasakan. Namun, Tuhan
berkenan menghapus dosa mereka, dan tidak lagi mengingat-ingatnya (ayat
25). Bukankah Tuhan Maha Pengingat? Tak mungkin Dia lupa dengan
pemberontakan mereka. Dia tidak “mengingat-ingat” menunjukkan bahwa Dia
tidak akan mengungkit dosa-dosa itu untuk menentang dan menghakimi
mereka.
Hal “mengampuni” kerap menjadi kendala bagi banyak orang. Ketika
merasa disakiti, diperlakukan tidak adil, dirugikan, atau dikhianati,
tak jarang kita menyimpan amarah terhadap orang yang menyakiti kita,
bahkan dendam. Mungkin kita berkata bahwa kita bersedia memaafkan,
tetapi hati kita tidak. Siapakah kita? Orang-orang yang patut dimurkai
dan dibinasakan! Namun, Allah bersedia mengampuni kita dan melupakan
dosa-dosa kita! Lebih hebatkah kita dari Allah sehingga kita tidak harus
memaafkan sesama kita dan melupakan kesalahannya? Harapkanlah anugerah
dan pertolongan-Nya, lalu ampunilah dan lupakanlah. –SAR
PENGAMPUNAN ALLAH YANG SEMPURNA MEMAMPUKAN SESEORANG MELAKUKAN HAL YANG SAMA TERHADAP SESAMANYA.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Mei 2012 -
Baca: 1 Timotius 3:1-7
"Hendaklah ia juga mempunyai nama baik di luar jemaat, agar jangan ia digugat orang dan jatuh ke dalam jerat Iblis." 1 Timotius 3:7
Menjadi berkat bagi orang lain adalah syarat mutlak bagi seorang
pemimpin rohani. Karena itulah kita mempunyai tugas menunjukkan
prinsip-prinsip hidup ilahi secara nyata kepada orang lain sehingga
mereka melihat bahwa kehidupan orang Kristen itu baik dan memiliki
perilaku yang bersih. Dikatakan pula bahwa seorang pemimpin rohani
haruslah "seorang kepala keluarga yang baik, disegani dan dihormati
oleh anak-anaknya. Jikalau seorang tidak tahu mengepalai keluarganya
sendiri, bagaimanakah ia dapat mengurus Jemaat Allah?" (ayat 4-5).
Artinya, ia harus dapat mengatur rumah tangganya dengan baik: dapat
mendidik anak-anak untuk memiliki rasa takut akan Tuhan dan juga punya
rasa hormat kepada orangtua. Salomo menasihatkan, "Tongkat dan
teguran mendatangkan hikmat, tetapi anak yang dibiarkan mempermalukan
ibunya. Didiklah anakmu, maka ia akan memberikan ketenteraman kepadamu,
dan mendatangkan sukacita kepadamu." (Amsal 29:15, 17).
Jika seseorang tidak tahu bagaimana mengatur rumah tangganya,
bagaimana mungkin ia bisa mengatur jemaat? Mengatur rumah tangga yang
dimaksud bukan berbicara tentang bagaimana ia menerapkan aturan-aturan
yang keras, ketat dan otoriter, tetapi bagaimana ia sebagai pemimpin
mampu membimbing, memperlakukan dan juga mengarahkan seisi keluargaya
dengan kasih Kristus. Di samping itu seorang pemimpin rohani "Janganlah ia seorang yang baru bertobat, agar jangan ia menjadi sombong dan kena hukuman Iblis."
(1 Timotius 3:6). Seorang pemimpin rohani haruslah orang yang sudah
memiliki pengalaman alias punya "jam terbang" tinggi, terbukti
kemampuannya dan telah teruji kesetiaan dan ketekunannya melalui proses
waktu. Itulah sebabnya rasul Paulus melarang untuk menempatkan
seseorang yang masih baru pada posisi kepemimpinan. Ia harus ditempa
dan dipersiapkan terlebih dahulu melalui ujian demi ujian supaya
karakternya benar-benar kuat, dan yang lebih penting lagi dia harus
dewasa secara rohani. Jika tidak, itu akan sangat berbahaya!
Tanpa persiapan yang matang seorang pemimpin akan mudah menjadi sombong dan membanggakan diri sendiri.
Pemimpin rohani yang benar selalu menjadi teladan dalam segala hal dan teguh mengerjakan panggilan Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Mei 2012 -
Baca: 1 Timotius 3:1-7
"Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." 1 Timotius 3:1
Menjadi seorang pemimpin ternyata bukanlah pekerjaan yang mudah,
terlebih lagi menjadi seorang pemimpin rohani atau pemimpin gereja.
Seorang pemimpin rohani "...Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari
satu isteri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi
tumpangan, cakap mengajar orang, bukan peminum, bukan pemarah melainkan peramah, pendamai, bukan hamba uang,"
(ayat 2-3). Artinya ia haruslah seorang yang bisa menjadi teladan
dalam segala hal. Menjadi teladan berarti memiliki perilaku yang sangat
baik sehingga tidak ada alasan bagi orang lain untuk menuduhkan suatu
kesalahan atau memberikan dakwaan apa pun terhadap dirinya.
Seseorang tidak layak menempati posisi sebagai pemimpin dan
mengajar orang lain bagaimana seharusnya menjalani hidup dengan benar
apabila ia sendiri tidak menunjukkan tingkah laku yang benar dan
rohani. Karena itu jika kita berkeinginan untuk menjadi seorang
pemimpin, kita harus menjadi teladan bagi orang lain terlebih dahulu.
Orang lain akan mentertawakan kita jika kita begitu getol mengajar orang
lain untuk hidup benar sedangkan kita sendiri masih hidup dalam
ketidakbenaran. Bukankah kita justru akan menjadi batu sandungan bagi
orang lain? Jika demikian, kita ini "setali tiga uang" dengan
kehidupan para ahli Taurat dan orang-orang Farisi: mereka paham firman
Tuhan dan mengajar orang lain bagaimana hidup benar tetapi mereka
sendiri tidak hidup dalam kebenaran, sehingga Tuhan Yesus sangat
mengecam keras kehidupan mereka dan menyebutnya sebagai orang-orang
munafik, "...sama seperti kuburan yang dilabur putih, yang sebelah luarnya memang
bersih tampaknya, tetapi yang sebelah dalamnya penuh tulang belulang dan
pelbagai jenis kotoran. Demikian jugalah kamu, di sebelah luar kamu tampaknya benar di mata
orang, tetapi di sebelah dalam kamu penuh kemunafikan dan kedurjanaan." (Matius 23:27-28).
Seorang pemimpin rohani bukan hanya fasih bicara tapi perlu
mengoreksi diri apakah perkataannya sesuai dengan perbuatannya. Jika
tidak, mereka tidak layak menjadi seorang pemimpin.
"Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." 1 Timotius 4:12b
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Mei 2012 -
Baca: Filipi 4:1-9
"Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah
dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan
dengan ucapan syukur." Filipi 4:6
Seringkali kita berpikir bahwa memiliki kekuatiran adalah hal yang
biasa, wajar dan normal bagi kehidupan manusia. Namun bagi kehidupan
orang percaya hal itu tidak seharusnya terjadi, karena kekuatiran adalah
salah satu bentuk penjajahan Iblis. Kekuatiran membuat seseorang larut
dalam kesedihan, murung sehingga sukacita dan damai sejahtera menjadi
hilang. Ingat, ketika kita kuatir berarti kita sedang meragukan kuasa
Tuhan. Kebenarannya adalah Tuhan tidak pernah memberikan roh yang
mendatangkan kekuatiran dalam hidup orang percaya. Normalnya, hidup
seorang Kristen adalah hidup yang terbebas dari rasa kuatir. Itulah
sebabnya rasul Paulus menasihatkan, "Aku ingin, supaya kamu hidup tanpa kekuatiran."
(1 Korintus 7:32a). Mana mungkin kita hidup tanpa rasa kuatir? Tidak
ada perkara yang mustahil! Asal kita memiliki penyerahan diri penuh
kepada Tuhan.
Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau
minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu
pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu
lebih penting dari pada pakaian?" (Matius 6:25). Karena itu "Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu."
(1 Petrus 5:7). Jadi terbebas dari rasa kuatir adalah pilihan hidup
karena kekuatiran itu adalah serangan. Dengan kata lain, ketika
serangan kekuatiran itu datang, dan tidak kita lawan, ia akan menjajah
dan mengintimidasi kita. Karena itu ketika serangan kekuatiran itu
datang kita harus bertindak dan melawannya dengan percaya kepada Tuhan.
Mengapa kita tidak boleh kuatir? Karena itu merupakan perintah
Tuhan dan kita pun harus mentaatinya. Bukankah firman Tuhan tak
henti-hentinya mengingatkan kita untuk tidak kuatir? Di dalam Amsal
12:25a dikatakan, "Kekuatiran dalam hati membungkukkan orang,"
Ayat ini jelas menunjukkan bahwa kekuatiran sama sekali tidak
mendatangkan kebaikan atau keuntungan bagi hidup kita, sebaliknya, malah
merugikan. Jadi kekuatiran itu sama sekali tidak ada gunanya.
Buang semua kekuatiran karena kita memiliki Bapa yang sanggup memelihara hidup kita dan tidak pernah meninggalkan kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Mei 2012 -
Baca: Mazmur 51:1-21
"Sembunyikanlah wajah-Mu terhadap dosaku, hapuskanlah segala kesalahanku!" Mazmur 51:11
Hal kedua, Tuhan melihat kesetiaan Daud yang sangat teruji.
Sejak usia muda Daud mendapat tugas dari ayahnya untuk menggembalakan
domba. Meski jumlah dombanya hanya 2-3 ekor ia menjaganya dengan setia,
bahkan rela mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan dombanya itu dari
serangan binatang buas yang hendak memangsanya. Dalam perkara yang
kecil saja Daud begitu setia, pasti ia akan setia saat dipercaya Tuhan
untuk perkara-perkara yang lebih besar seperti memimpin bangsa Israel.
Dalam Lukas 16:10 dikatakan: "Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam
perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara
kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar." Oleh
karena itu marilah kita setia dengan apa yang dipercayakan Tuhan kepada
kita meski itu perkara kecil yang kelihatannya kurang berarti di
penilaian manusia.
Ketiga, Daud adalah seorang yang menghormati otoritas. Daud
sangat menghormati Saul yang pada waktu itu menjadi raja atas Israel.
Kita tahu bahwa Saul sangat membenci Daud sehingga berbagai upaya ia
lakukan untuk membunuh Daud, meski selalu gagal. Walau demikian Daud
tidak pernah menaruh dendam terhadap Saul. Daud berkata, "Jangan musnahkan dia, sebab siapakah yang dapat menjamah orang yang diurapi Tuhan, dan bebas dari hukuman?"
(1 Samuel 26:9). Daud sadar bahwa melawan otoritas berarti melawan
Sang Pemberi Otoritas. Hal ini juga menunjukkan bahwa Daud memiliki
hati yang suka mengampuni orang lain. Saat Saul mangkat hatinya sanagat
sedih dan benar-benar merasa kehilangan.
Keempat, Daud juga orang yang mudah bertobat, tidak
menyembunyikan dosa dan jujur kepada Tuhan. Daud pernah berbuat dosa
dan melakukan kekejian di mata Tuhan, di mana ia berzinah dengan
Betsyeba (isteri Uria), dan dengan caranya yang licik ia membunuh
Uria. Setelah ditegur oleh abdi Tuhan (Natan) Daud tidak marah,
justru ia menyatakan penyesalannya dan mau bertobat dengan sungguh.
Daud berkata, "Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu,
hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah
aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku!" (Mazmur 51:3-4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang berkenan di hati Tuhan seperti Daud?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Mei 2012 -
Baca: Yesaya 42:1-9
"Lihat, itu hamba-Ku yang Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan." Yesaya 42:1a
Pengiringan kita kepada Tuhan harus mempunyai sasaran yang harus kita
capai. Kita tidak cukup hanya menjadi orang Kristen yang rajin ke
gereja atau aktif dalam pelayanan tetapi harus lebih dari itu, karena
rajin ke gereja atau aktif dalam pelayanan tidak menjamin hidup kita
dikenan oleh Tuhan. Tuhan Yesus berkata, "Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke
dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang
di sorga." (Matius 7:21).
Yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Sorga adalah orang-orang yang
melakukan kehendak Tuhan. Kekristenan kita akan menjadi sia-sia bila
kita tidak menjadi pelaku firman, tidak hidup dalam ketaatan. Bukankah
hati kita sudah senang bukan kepalang ketika apa yang kita perbuat
dikenan oleh pimpinan di kantor, atau pelayanan kita dinilai cukup baik
oleh orang lain? Dikenan oleh manusia saja membuat kita merasa bahagia
dan bangga, coba bayangkan bila hidup kita ini dikenan oleh Tuhan, yang
adalah Bapa yang bertakhta di dalam Kerajaan Sorga, Pencipta langit dan
bumi dan juga Raja di atas segala raja. Inilah yang harus kita kejar!
Inilah sasaran hidup seorang Kristen!
Daud adalah contoh orang yang hidupnya dikenan Tuhan. Tertulis, "Setelah Saul disingkirkan, Allah mengangkat Daud menjadi raja mereka.
Tentang Daud Allah telah menyatakan: Aku telah mendapat Daud bin Isai,
seorang yang berkenan di hati-Ku dan yang melakukan segala kehendak-Ku." (Kisah 13:22). Pasti ada banyak faktor yang membuat hidup Daud berkenan di hati Tuhan. Di antaranya adalah: pertama,
Daud sangat mengasihi Tuhan. Kasihnya kepada Tuhan melebihi
segala-galanya. Kerinduannya untuk tinggal dalam hadirat Tuhan begitu
mendalam. "Betapa disenangi tempat kediaman-Mu, ya Tuhan semesta alam! Jiwaku hancur karena merindukan pelataran-pelataran Tuhan;" (Mazmur 84:2-3a). Bagi Daud, "...lebih baik satu hari di pelataran-Mu dari pada seribu hari di tempat
lain; lebih baik berdiri di ambang pintu rumah Allahku dari pada diam di
kemah-kemah orang fasik." (Mazmur 84:11). Meski sudah menjadi
raja atas Israel, tinggal di istana yang megah, perabot yang mewah,
dengan tentara yang kuat, dia tetap merasa bahwa lebih baik berada di
rumah Tuhan.
(Bersambung).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Mei 2012 -
Baca: 1 Samuel 2:1-10
"Ia menegakkan orang yang hina dari dalam debu, dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur," 1 Samuel 2:8
Dalam masyarakat Yahudi, melahirkan anak laki-laki bagi suaminya adalah
tugas dan kewajiban bagi seorang wanita yang sudah menikah. Jika wanita
itu mandul alias tidak bisa memberikan keturunan, maka hal ini akan
menimbulkan rasa malu dan menjadi celaan bagi suaminya, keluarganya dan
juga lingkungan di sekitarnya. Jadi kemandulan dianggap sebagai sesuatu
yang memalukan. Inilah yang sedang dialmi oleh Hana, di mana tanggung
jawab untuk melanjutkan garis keturunan suami ada di tangannya. Jika
tidak, ia akan menghadapi masalah yang berat: bisa saja diceraikan oleh
suaminya atau harus menanggung malu dan mengalami penolakan dari
orang-orang yang ada di sekitarnya. Bisa dibayangkan betapa remuk redam
hati Hana karena ia tidak punya anak (mandul). Belum lagi perlakuan
yang tidak baik dari Penina, 'madunya' yang justru memiliki anak. Hal
ini semakin menambah rasa sedih dan pahit di hati Hana.
Secara manusia, Hana sudah hilang pengharapan karena Tuhan telah
menutup rahimnya. Ia pun yakin satu-satunya Pribadi yang dapat
menolongnya adalah Tuhan. Karena itu segeralah ia datang kepada Tuhan.
Di baitNya yang kudus, dengan hati hancur, Hana mencurahkan segala
beban hidupnya. Meski dikira mabuk oleh iman Eli ia tidak peduli,
karena "Korban sembelihan kepada Allah ia jiwa yang hancur; hati yang patah dan remuk tidak akan Kaupandang hina, ya Allah." (Mazmur 51:19). Saat berdoa inilah Hana bernazar, "Tuhan semesta alam, jika sungguh-sungguh Engkau memperhatikan sengsara
hamba-Mu ini dan mengingat kepadaku dan tidak melupakan hamba-Mu ini,
tetapi memberikan kepada hamba-Mu ini seorang anak laki-laki, maka aku
akan memberikan dia kepada Tuhan..." (1 Samuel 1:11). Akhirnya Tuhan pun mengabulkan doa Hana, "...setahun kemudian mengandunglah Hana dan melahirkan seorang anak laki-laki. Ia menamai anak itu Samuel,..." (1 Samuel 1:20).
Mungkin Tuhan telah menutup rahim Hana selama bertahun-tahun,
tetapi Dia tidak pernah menutup telingaNya terhadap umat yang siang
malam berseru-seru kepadaNya. Ketika kita berdoa dengan hati hancur dan
berserah penuh memohon belas kasihan Tuhan, pada saatnya Dia pasti
bertindak dan pertolonganNya tidak pernah terlambat.
"Orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai." Mazmur 126:5
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Mei 2012 -
Baca: Imamat 20:1-27
"Orang yang berpaling kepada arwah atau kepada roh-roh peramal, yakni
yang berzinah dengan bertanya kepada mereka, Aku sendiri akan menentang
orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya." Imamat 20:6
Adalah perbuatan bodoh jika sampai hari ini masih banyak orang yang
mencari pertolongan kepada dukun, orang pintar, paranormal, peramal,
bahkan masih percaya kepada arwah-arwah orang mati, menyembah kepada
patung, pohon besar yang dikeramatkan dan sebagainya. Yang lebih aneh
lagi, tindakan ini tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dunia saja,
tetapi juga orang-orang Kristen yang sudah diselamatkan dan ditebus oleh
darah Kristus, yang telah mengecap kebaikan dan pertolongan Tuhan dalam
hidupnya. Apakah kita lupa dengan firman Tuhan yang berkata, "Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa,"?
(Mazmur 1:1). Alkitab juga menyatakan bahwa percaya kepada dukun,
arwah atau roh-roh peramal adalah dosa besar dan merupakan kekejian di
hadapan Tuhan: "Aku sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkan dia dari tengah-tengah bangsanya."
Jika ada orang Kristen yang tetap saja berbuat demikian dan tidak
segera bertobat, berarti ia sedang membuka peluang bagi dirinya sendiri
untuk menerima hukuman dan murka dari Tuhan. Karena dalam Ulangan
6:13-15 dikatakan, "Engkau harus takut akan Tuhan, Allahmu; kepada
Dia haruslah engkau beribadah dan demi nama-Nya haruslah engkau
bersumpah. Janganlah kamu mengikuti allah lain, dari antara allah
bangsa-bangsa sekelilingmu, sebab Tuhan, Allahmu, adalah Allah yang
cemburu di tengah-tengahmu, supaya jangan bangkit murka Tuhan, Allahmu,
terhadap engkau, sehingga Ia memunahkan engkau dari muka bumi."
Kalau kita baca secara teliti dalam Alkitab, banyak kisah orang-orang
terkenal yang harus mengalami akhir hidup tragis dan tidak luput dari
hukuman Tuhan karena mereka melakukan suatu kekejian di hadapan Tuhan.
Jika sampai hari ini kita merasa fine-fine saja padahal kita
melakukan perbuatan seperti di atas, berhati-hatilah! Saatnyalah kita
bertobat dan meninggalkan semuanya itu.
Jika kita beribadah kepada Tuhan dengan sungguh dan tidak berkompromi
dengan dosa, kita akan mengecap dan menikmati berkat-berkatNya yang
luar biasa.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Mei 2012 -
Baca: Ibrani 6:9-20
"Tetapi kami ingin, supaya kamu masing-masing menunjukkan kesungguhan
yang sama untuk menjadikan pengharapanmu suatu milik yang pasti, sampai
pada akhirnya," Ibrani 6:11
Keberhasilan seorang atlit mendapatkan gelar juara dalam sebuah even
bukanlah sesuatu yang instan, tapi buah dari kesungguhannya dalam
berlatih, taat kepada instruksi pelatih. Tanpa kesungguhan, mustahil
mereka berhasil! Bukan hanya di bidang olahraga, tapi juga di segala
bidang kehidupan ini termasuk dalam hal kerohanian. Jadi kesungguhan
kita dalam mengerjakan segala sesuatu adalah faktor penting dalam
menentukan keberhasilan. Sebagus apa pun suatu teori atau secemerlang
apa pun ide seseorang jika tidak disertai oleh tindakan yang serius atau
sungguh-sungguh akan menghasilkan yang biasa-biasa dan tidak maksimal.
Bagaimana dengan kita? Tuhan berkata, "Aku mengasihi orang yang mengasihi aku, dan orang yang tekun mencari aku akan mendapatkan daku." (Amsal 8:17).
Bersungguh-sungguh artinya melakukan sesuatu dengan segenap hati,
pikiran, tenaga dan kemampuan di dalam semangat dan rasa penuh tanggung
jawab. Inilah yang dikehendaki Tuhan! Sudahkah kita bersungguh-sungguh
dalam segala hal? Ataukah selama ini kita belum bersungguh-sungguh?
Kita melakukan segala sesuatu dengan asal-asalan, setengah-setengah,
sambil bersungut-sungut, mengomel, menggerutu, seperti bangsa Israel
ketika berada di padang gurun? Ingat, mereka yang tidak
bersungguh-sungguh akhirnya mati di padang gurun sebelum mencapai Tanah
Perjanjian; mereka tidak menikmati janji Tuhan sepenuhnya. "Apapun
juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk
Tuhan dan bukan untuk manusia. Kamu tahu, bahwa dari Tuhanlah kamu akan
menerima bagian yang ditentukan
bagimu sebagai upah." (Kolose 3:23-24a).
Bila kita ingin menikmati dan mengalami berkat-berkat Tuhan kita
pun harus bersungguh-sungguh dalam segala hal. Anugerah karunia,
talenta dan potensi yang begitu besar dari Tuhan harus kita
maksimalkan. Bagaimana hidup kita bisa berdampak dan menjadi berkat
bagi dunia bila kita menghasilkan karya yang biasa-biasa saja?
Mulai hari ini sungguh-sungguhlah mengerjakan tugas yang Tuhan percayakan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Mei 2012 -
Baca: Matius 8:5-13
"Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh." Matius 8:8
Alkitab menyatakan, "Orang benar akan hidup oleh iman." (Roma 1:17). Yakobus menambahkan, "...iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna."
(Yakobus 2:22), karena iman tanpa perbuatan pada hakekatnya adalah
mati. Dalam menjalani kehidupan kekristenan, kita pun dituntut untuk
memiliki iman yang benar-benar hidup dan nyata.
Dalam renungan kemarin disampaikan bahwa tanda seseorang beriman
kepada Tuhan adalah memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan dan
percaya bahwa Dia sanggup melakukan segala perkara. Apa yang dikatakan
Perwira Kapernaum ini: "...katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh."
adalah perkataan penuh iman kepada Tuhan Yesus mengenai hambanya yang
terbaring lumpuh di rumah. Meski secara kasat mata hambanya itu
terkulai tak berdaya dan sangat menderita, perwira itu sangat percaya
dan tidak ragu bahwa Tuhan Yesus sanggup menyembuhkan hambanya itu.
Bahkan Tuhan Yesus tidak perlu datang ke rumahnya dan menjamah tubuh
hambanya itu, hanya melalui perkataan atau mengucapkan sepatah kata saja
hambanya itu pasti disembuhkan. Tuhan Yesus berkata, "...sesungguhnya iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai pada seorangpun di antara orang Israel." (Matius 8:10). Perwira Kapernaum percaya bahwa yang keluar dari mulutNya adalah firman yang hidup dan penuh kuasa.
Adakah kita memiliki iman seperti perwira Kapernaum ini? Apa pun
keadaan kita saat ini, jangan putus asa, arahkan mata kita kepada Tuhan
Yesus. Milikilah iman seperti perwira Kapernaum! Jika mata kita hanya
tertuju pada masalah dan apa yang sedang kita alami kita akan menjadi
lemah dan semakin kuatir. Itulah yang disukai Iblis. Lawanlah semua
ketakutan dan kekuatiran dengan iman! Berhentilah memperkatakan yang
negatif, sebaliknya selalu perkatakan firman Tuhan, maka oleh RohNya
yang bekerja di dalam kita Ia akan menghidupkan firman yang ada di dalam
hati dan pikiran kita. Roma 10:8: "Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu."
Ketika memperkatakan firman dengan iman, kita menyingkirkan keterbatasan dan kemustahilan manusia.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Mei 2012 -
Baca: Mazmur 31:1-25
"Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya Tuhan, Allah yang setia." Mazmur 31:6
Sebagai pengikut Kristus status kita adalah anak-anak Tuhan dan kita
disebut pula sebagai orang percaya, yaitu percaya kepada Kristus.
Kepercayaan yang dimaksud bukanlah sekedar percaya, tetapi penyerahan
penuh kepada Tuhan dan mempercayakan seluruh hidup kita kepadaNya.
Tertulis: "Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak;" (Mazmur 37:5).
Ayat nas di atas menggambarkan tentang penyerahan hidup Daud kepada
Tuhan, di mana ia yakin bahwa perlindungan yang aman hanya ia temukan
di dalam Dia. Daud berkata, "Sebab Engkau bukit batuku dan
pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan
membimbing aku. Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang
orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku." (Mazmur
31:4-5). Sebagai raja atas Israel bukan berarti Daud bebas dari
masalah, malah dia banyak mengalami kesesakan, penderitaan dan melewati
masa-masa sukar yang disebabkan oleh musuh-musuhnya yang berusaha untuk
menjatuhkan dia.
Berserah berarti kita menyerahkan hidup kita kepada Tuhan di segala
keadaan, baik suka maupun duka, saat dalam masalah, penderitaan, sakit,
kesulitan, sedang diberkati atau sehat wal'afiat hari lepas hari, bukan
pada saat-saat tertentu saja. Inilah yang disebut dengan tindakan
iman, di mana kita mempercayakan hidup dan mempersilahkan Tuhan berkarya
dalam hidup kita. Bukan iman yang setengah-setengah, bukan iman
musiman, tetapi iman yang utuh dan seluruh.
Mengapa perlu memiliki penyerahan diri penuh kepada Tuhan? Supaya
hidup kita sesuai dengan kehendak dan rencanaNya. Ini tidaklah mudah
karena sebagai manusia kita cenderung mengandalkan kekuatan dan
kepintaran sendiri dibanding tunduk kepada kehendak Tuhan. Namun untuk
berkenan kepada Tuhan tidak ada jalan lain selain harus mau dibentuk
seperti tanah liat. Adakah tanah liat memberontak ketika dibentuk
diproses? Tanah liat hanya bisa berserah dan percaya penuh kepada si
penjunan.
Milikilah penyerahan penuh kepada Tuhan karena Dia tahu yang terbaik bagi kita dan tidak ada rancanganNya yang gagal atau salah!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Mei 2012 -
Baca: Markus 5:35-43
"Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya
sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub." Markus 5:42
Mujizat yang kedua adalah anak Yairus (seorang kepala rumah
ibadat) yang dibangkitkan dari kematian. Status sebagai kepala rumah
ibadat menunjukkan bahwa Yairus adalah seorang hamba Tuhan, rohaniawan
atau orang yang sudah melayani Tuhan. Dari sini kita tahu bahwa
masalah, persoalan, sakit-penyakit dapat dialami dan menimpa siapa saja,
tidak terkecuali seorang hamba Tuhan. Sering terdengar keluh kesah di
antara anak-anak Tuhan yang berkata, "Saya sudah melayani Tuhan dengan
setia, kok masih saja ada masalah, kesulitan, sakit-penyakit. Mengapa Tuhan membiarkan hal ini terjadi?"
Sebagai pelayan Tuhan, bukan berarti kita bebas dari persoalan.
Hal ini juga menimpa keluarga Yairus, anak perempuannya sakit dan hampir
mati. Segeralah ia datang kepada Tuhan Yesus dan tersungkurlah ia
dibawah kakiNya. Namun dalam perjalanan ke rumah Yairus, Yesus harus
menerobos orang banyak yang berdesak-desakan dan sempat mengalami
penundaan (interupsi) oleh seorang wanita yang mengalami pendarahan
selama dua belas tahun yang juga ingin disembuhkan Yesus. Lalu
terdengar kabar dari rumah Yairus bahwa anak perempuannya sudah mati.
Kelihatannya sudah tidak ada harapan lagi. Pasti dalam hati kecilnya
Yairus kecewa: "Andai Yesus tidak berhenti, anakku pasti segera
tertolong." Namun perkataan Yesus, "Anak ini tidak mati, tetapi tidur!" (ayat 39b) memberi kekuatan pada iman Yairus. Ia yakin bahwa Tuhan Yesus sanggup melakukan perkara besar dan itu terbukti!
Sedang berbeban beratkah Saudara saat ini? Sedang sakitkah Saudara
saat ini? Mari datang kepada Yesus, berserulah dan panggil namaNya
dengan iman, serta mohon belas kasihanNya. KuasaNya dari dulu, sekarang
dan sampai selama-lamanya tidak pernah berubah. Dia sanggup
menyelesaikan segala persoalan yang kita alami. Mujizat itu masih ada
dan terus ada bagi orang percaya tanpa ada batas waktu! Pertolongan
Tuhan tidak pernah terlambat. Segala sesuatu yang diijinkan terjadi
atas hidup kita pasti mendatangkan kebaikan bagi kita, karena Tuhan
selalu turut bekerja (baca Roma 8:28). Amin!
"Sesungguhnya, Akulah Tuhan, Allah segala makhluk; adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk-Ku?" Yeremia 32:27
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Mei 2012 -
http://airhidupblog.blogspot.com/
Baca: Markus 5:21-34
"Maka kata-Nya kepada perempuan itu: "Hai anak-Ku, imanmu telah
menyelamatkan engkau. Pergilah dengan selamat dan sembuhlah dari
penyakitmu!" Markus 5:34
Sebuah pertanyaan yang kerapkali timbul di dalam hati banyak orang
Kristen: "Masihkah mujizat Tuhan terjadi hingga saat ini? Ataukah
mujizat itu hanya terjadi di zaman dahulu kala semasa Tuhan Yesus
melayani di bumi dan sekarang tidak? Jika mujizat itu masih terjadi,
mengapa masalahku sampai detik ini belum ada jalan keluar, mengapa
sakit-penyakitku juga tak kunjung sembuh, padahal sudah lama aku berdoa
dan juga didoakan oleh para hamba Tuhan?" Mari kita perhatikan kisah
yang terdapat dalam Alkitab ini: Ada dua orang yang mengalami persoalan
dan menghadapi jalan buntu. Mujizat pertama adalah seorang wanita yang mengalami pendarahan selama dua belas tahun dan disembuhkan ketika ia bertemu dengan Tuhan Yesus.
Dua belas tahun bukanlah waktu yang singkat. Tak bisa kita
bayangkan betapa sakit dan menderitanya wanita itu. Banyak orang pasti
tidak akan tahan dan akhirnya berputus asa (menyerah) bila menderita
terus-menerus dalam waktu yang sangat lama. Selama bertahun-tahun
wanaita itu pasti berusaha mencari kesembuhan ke mana-mana dan bisa
dipastikan biaya yang dikeluarkan sudah sangat banyak dan mungkin
kekayaannya sudah habis ia gunakan untuk berobat, namun tidak ada
hasil. Tapi wanita ini tidak putus asa dan percaya bahwa selalu ada
harapan selama mau berusaha. Ketika ia mendengar tentang Yesus,
pengharapannya untuk mendapatkan mujizat semakin kuat. Dengan penuh
iman wanita itu berkata, "Asal kujamah jubah-Nya, aku akan sembuh." (ayat 28). Setelah menjamah jubah Yesus, seketika itu juga mujizat terjadi. "Seketika itu juga berhentilah pendarahannya dan ia merasa, bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya."
(ayat 29). Tuhan Yesus menghargai iman wanita ini, Imannya telah
menyelamatkan dan karena itu ia mengalami mujizat kesembuhan dari Tuhan.
Iman adalah kunci jalan bagi mujizat Tuhan terjadi dalam hidup
kita. Iman adalah kunci yang menggerakkan hati Tuhan untuk bertindak.
Karena itu jangan pernah meragukan kuasa Tuhan!
Mujizat itu masih ada asal kita dengan iman datang kepada Tuhan
Yesus, karena Dia adalah "Jehovah Rapha", dokter di atas segala dokter!