Renungan Harian Air Hidup, edisi 31 Juli 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 15:1-19
"Bilamana kamu mencari-Nya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkan-Nya, kamu akan ditinggalkan-Nya." 2 Tawarikh 15:2c
Sudah menjadi sifat manusia bila sedang dalam masalah dan kesesakan baru ingat kepada Tuhan.
Suatu ketika bangsa Israel sedang berada dalam kesulitan yang hebat. Kekacauan terjadi di mana-mana, "Bangsa menghancurkan bangsa, kota menghancurkan kota," (ayat 6a). Mengapa hal ini bisa terjadi? Itu semua karena kesalahan dari bangsa Israel sendiri sehingga "...Allah mengacaukan mereka dengan berbagai-bagai kesesakan."
(ayat 6b). Mereka menjalani kehidupan yang menyimpang dari kebenaran
firman Tuhan: menyembah kepada dewa-dewa dan patung. Untunglah keadaan
itu tidak berlarut-larut. Raja Asa segera sadar setelah menerima
tegoran dari Azarya bin Oded. Raja Asa dan rakyatnya tidak
menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Tuhan untuk bertobat, sehingga "...dalam kesesakan mereka berbalik kepada Tuhan, Allah orang Israel. Mereka mencari-Nya, dan Ia berkenan ditemui oleh mereka." (ayat 4). Tidak hanya itu, raja pun Asa memerintahkan rakyatnya untuk "...menyingkirkan dewa-dewa kejijikan dari seluruh tanah Yehuda dan Benyamin
dan dari kota-kota yang direbutnya di pegunungan Efraim. Ia membaharui
mezbah Tuhan yang ada di depan balai Bait Suci Tuhan." (ayat 8).
Melihat kesungguhan mereka untuk berbalik ke jalan yang benar hati Tuhan
pun tergerak untuk menolong dan memulihkan keadaan bangsa Israel.
Kalau kita memiliki kemauan keras untuk mencapai sesuatu kita akan
mendapatkannya, bahkan segala tantangan dan hambatan akan mampu kita
lewati. Bila kita memiliki kesungguhan hati untuk mencari Tuhan kita
pun akan menemukan Dia. Karena kesungguhannya mencari Tuhan, maka "Tidak ada perang sampai pada tahun ketiga puluh lima pemerintahan Asa." (2 Tawarikh 15:19).
Jika saat ini kita sedang dalam pergumulan yang berat, datang
kepada Tuhan Yesus, Ia akan segera menolong dan memulihkan asal kita
datang kepadaNya dengan kesungguhan hati.
Jika saat ini kita jauh dari jalan Tuhan, datang kepadaNya dan
segeralah bertobat karena tanganNya sealu terbuka untuk kita, hidup kita
pasti dipulihkan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 Juli 2012 -
Baca: Galatia 6:1-10
"Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." Galatia 6:2
Berbuat baik seperti orang menabur benih. Pada saatnya ia akan menuai,
tidak akan hilang. Suatu saat ia akan mendapatkannya kembali asal tidak
jemu-jemu melakukannya.
Setiap perbuatan baik yang kita lakukan kepada orang lain selalu
ada upahnya. Memang saat menabur kita tidak langsung menuai, semua ada
waktnya. Kalau tidak menuai semasa hidup, kita akan mendapatkannya
nanti di sorga. Ingat, keturunan kita pun juga akan menuai dari apa
yang telah kita perbuat bagi sesama. Karena itu selama masih hidup di
dunia ini banyak-banyaklah berbuat baik. "Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang menabur banyak, akan menuai banyak juga." (2 Korintus 9:6).
Siapa yang perlu kita tolong? Kita perlu menolong orang lain tanpa
melihat warna kulit, keturunan, pendidikan, agama dan latar belakang
hidupnya. Tanpa juga melihat apakah orang yang kita tolong itu akan
membalas balik perbuatan baik kita atau tidak. Namun Alkitab dengan
tegas menasihatkan bahwa yang perlu kita tolong terlebih dahulu adalah
saudara seiman: "Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman."
(Galatia 6:10). Terlebih utama lagi kita harus memperhatikan dan
menolong mereka yang mengajar kita tentang firman Tuhan, yang telah
membimbing dan menuntun kita kepada kebenaran: para hamba Tuhan,
penginjil, pelayan Tuhan: "Dan baiklah dia, yang menerima pengajaran dalam Firman, membagi segala
sesuatu yang ada padanya dengan orang yang memberikan pengajaran itu."
(Galatia 6:6). Kita dapat menolong para hamba Tuhan itu bukan saja
dalam bentuk uang atau materi, tetapi juga rasa hormat dan menjunjung
mereka dalam kasih (baca 1 Tesalonika 5:12-13).
Karena itu kita harus berusaha mencukupkan kebutuhan para hamba Tuhan
yang bekerja di ladang Tuhan seperti yang diperbuat oleh jemaat di
Makedonia (baca 2 Korintus 11:9). Ingat, segala pengorbanan yang kita lakukan untuk mereka itu tidak akan pernah sia-sia!
"Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang
waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah." Galatia 6:9
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 Juli 2012 -
Baca: Yohanes 8:1-11
"Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Yohanes 8:11
Saat ini dunia benar-benar telah berada di penghujung zaman. Dalam
suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus dengan sangat jelas menyatakan
tentang keadaan manusia pada akhir zaman, di antaranya: akan mencintai
dirinya sendiri, tidak mempedulikan agama, tidak tahu mengasihi, tidak
mau berdamai, tidak dapat mengekang diri, garang (baca 2 Timotius 3:1-4),
dan ini benar-benar terjadi di sekitar kita. Sering kita lihat di TV
orang-orang tidak segan main hakim sendiri menganiaya pelaku kejahatan,
bahkan sampai membakarnya hidup-hidup. Belas kasihan benar-benar sudah
tidak ada lagi.
Selama pelayanan di bumi Tuhan Yesus tidak pernah berhenti melayani
jiwa-jiwa; kasihNya, kebaikanNya dan kemurahanNya terhadap orang-orang
begitu luar biasa, tanpa pandang bulu. Orang-orang yang sakit, buta,
lumpuh disembuhkan, bahkan Lazarus yang sudah mati selama 4 hari
dibangkitkanNya. Namun adakalanya Yesus mengeluarkan kata-kata pedas
untuk menguji iman dan kesungguhan mereka seperti yang Ia katakan kepada
perempuan Kanaan, "Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing." (Matius 15:26).
Hati Yesus penuh kasih dan belas kasihan, tak terkecuali terhadap
orang berdosa. Suatu ketika ada seorang wanita yang tertangkap basah
berbuat zinah. Oleh ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi wanita itu
dibawa kepada Yesus dengan tujuan meminta persetujuanNya untuk
menghukumnya. Apa tindakan Yesus? Mengijinkan orang-orang untuk main
hakim sendiri? Tidak, Yesus tidak menuruti permintaan orang-orang itu,
bahkan Ia menantang mereka, "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
(Yohanes 8:7). Akhirnya tak satu pun dari mereka berani menghakimi
wanita itu. Tuhan Yesus menunjukkan kesabaranNya terhadap orang berdosa
dengan tujuan memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat. Karena
itu jangan menghakimi orang lain!
"Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskannya, dan sumbu yang pudar
nyalanya tidak akan dipadamkannya, tetapi dengan setia ia akan
menyatakan hukum." (Yesaya 42:3).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 28 Juli 2012 -
Baca: 2 Timotius 3:10-17
"Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." 2 Timotius 3:16
Rasul Paulus melanjutkan, "Demi nama Tuhan aku minta dengan sangat kepadamu, supaya surat ini dibacakan kepada semua saudara." (1 Tesalonika 5:27).
Kunci berikutnya adalah firman Tuhan. Gereja lahir karena
pemberitaan firman Tuhan, jemaat dapat bertumbuh dalam iman dan makin
dewasa rohaninya juga karena firman Tuhan, sebab "...iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
(Roma 10:17). Ayat nas menyatakan bahwa segala tulisan yang ada di
dalam Injil bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki
kelakuan dan mendidik orang dalam kebenaran. Itulah sebabnya firman
Tuhan harus menempati di tempat utama dalam pelayanan gereja. Gereja
mula-mula bertumbuh karena jemaatnya "...bertekun dalam pengajaran rasul-rasul..."
(Kisah 2:42a). Gereja akan menjadi lemah dan jemaat akan mudah
terombang-ambing oleh angin pengajaran lain bila pemberitaan firman
sangat lemah di dalam gereja. Jika kita memperhatikan kekristenan di
zaman para rasul, yang menjadi daya tarik utama orang-orang untuk
percaya kepada Tuhan yesus bukan karena mereka menerima tip yang
berupa uang, barang, hadiah atau sembako, tapi murni karena pemberitaan
Injil yang disampaikan oleh para rasul. Contoh: melalui kotbah yang
disampaikan Rasul Paulus untuk Barnabas "...datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman Allah."
(Kisah 13:44). Karena begitu pentingnya pengajaran firman Tuhan bagi
jemaat, tak henti-hentinya Rasul Paulus mengingatkan Timotius, "Sementara itu, sampai aku datang bertekunlah dalam membaca Kitab-kitab Suci, dalam membangun dan dalam mengajar." (1 Timotius 4:13).
Di akhir zaman ini banyak sekali penyesat-penyesat yang berusaha
memutarbalikkan Injil dan tidak sedikit orang Kristen yang terpengaruh
dan terseret di dalamnya. Jika jemaat tidak dibekali dengan pendalaman
firman Tuhan yang kuat akan sangat berbahaya.
Karena itu para hamba Tuhan harus benar-benar menyampaikan firman
sesuai tuntunan Roh Kudus, bukan ditafsir menurut akal dan kepintaran
manusia.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 27 Juli 2012 -
Baca: Efesus 2:11-22
"Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan
sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," Efesus 2:19
Kepada jemaat Tesalonika paulus berkata, "Sampaikanlah salam kami kepada semua saudara dengan cium yang kudus."
(1 Tesalonika 5:26). Cium kudus adalah ucapan lazim gereja mula-mula
untuk menyatakan kasih dan persekutuan yang erat di antara jemaat Tuhan.
Kunci kedua adalah persekutuan. Jemaat bukan sekedar
perkumpulan organisasi saja, tapi lebih dari pada itu; setiap anggota
jemaat menyadari bahwa mereka adalah 'satu tubuh' di dalam Kristus.
Kesatuan dan kebersamaan orang-orang percaya di dalam Kristus inilah
yang disebut persekutuan. Karena orang-orang percaya merupakan satu
tubuh di mana setiap orang percaya adalah anggota tubuh itu, maka
orang-orang Kristen dituntut untuk hidup sesuai dengan panggilan
mereka. Dikatakan, "Memang ada banyak anggota, tetapi hanya satu tubuh."
(1 Korintus 12:20). Jadi tubuh Kristus tidaklah terdiri dari satu
anggota saja, melainkan banyak anggota yang telah dipersatukan dalam
Kristus sebagai Kepala jemaat.
Gereja yang bertumbuh dikenal melalui persekutuan jemaatnya yang
saling mengasihi. Mengasihi bukan hanya sekedar simpati atau dalam
perkataan saja, tapi kasih itu dinyatakan dalam perbuatan nyata (baca 1 Yohanes 3:18).
Dalam sebuah persekutuan masing-masing anggota harus saling melayani.
Tuhan Yesus telah memberikan teladan kepada kita di mana ia rela
membasuh kaki murid-muridNya dan berkata, "...Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu." (Yohanes 13:15). Sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita juga harus saling menanggung beban. "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus." (Galatia 6:2). Jadi "...jika satu anggota menderita, semua anggota turut menderita; jika satu anggota dihormati, semua anggota turut bersukacita."
(1 Korintus 12:26). Karena itu, jangan sampai ada kepahitan,
kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah di antara jemaat Tuhan (baca
Efesus 4:31), sebaliknya kita harus selalu ramah, penuh kasih mesra dan saling mengampuni.
Mustahil gereja bertumbuh jadi kesaksian bagi dunia jika jemaatnya tidak bersatu atau berjalan sendiri-sendiri!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 26 Juli 2012 -
Baca: 1 Tesalonika 5:23-28
"Semoga Allah damai sejahtera menguduskan kamu seluruhnya dan semoga roh,
jiwa dan tubuhmu terpelihara sempurna dengan tak bercacat pada
kedatangan Yesus Kristus, Tuhan kita." 1 Tesalonika 5:23
Setiap hamba Tuhan pasti hatinya sangat sedih jika melihat gereja yang
dilayaninya tampak lengang, jemaatnya sangat sedikit dan hanya bangku
kosong di jam-jam ibadah. Yah dirindukan dan diharapkan setiap hamba
Tuhan, khususnya gembala sidang, adalah gerejanya terus mengalami
pertumbuhan, bukan hanya kuantitas tapi juga kualitas jemaatnya. Kita
pun selaku jemaat pasti sangat berharap gereja tempat kita beribadah
berkembang pesat, bukan adem ayem saja dan stagnan. Apalagi
Tuhan Yesus yang adalah Kepala Gereja pasti sangat menginginkan
gerejaNya makin hari makin bertumbuh sehingga banyak jiwa-jiwa
diselamatkan dan dimenangkan untuk Kerajaan Allah.
Bagaimana supaya gereja dapat bertumbuh? Ada beberapa hal yang
penting yang harus kita perhatikan supaya gereja kita bertumbuh yang
disampaikan oleh Rasul Paulus kepada jemaat di Tesalonika, "Saudara-saudara, doakanlah kami." (1 Tesalonika 5:25). Kunci pertama adalah doa.
Gereja yang bertumbuh adalah gereja yang berdoa. Doa adalah nafas
hidup orang percaya, artinya tanpa doa kita akan mengalami kematian
rohani. Gereja yang meremehkan kuasa doa lambat laun akan mati. Hanya
melalui doa, gereja beroleh kuasa dan kekuatan menghadapi setiap
tantangan. Sehebat apa pun program tanpa disertai doa pasti tidak akan
berdampak. Gereja mula-mula bertumbuh begitu cepat karena senantiasa
bertekun di dalam doa. "Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." (Kisah 2:42b), sehingga "...tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan." (Kisah 2:47b).
Karena itu Rasul Paulus menasihatkan, "Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan
berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak
putus-putusnya untuk segala orang Kudus." (Efesus 6:18b), dan Yakobus menegaskan, "Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya." (Yakobus 5:16b).
Itulah sebabnya Tuhan Yesus mengatakan bahwa "Rumah-Ku akan disebut rumah doa." (Matius 21:13a).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 25 Juli 2012 -
Baca: Markus 5:1-20
"Pulanglah ke rumahmu, kepada orang-orang sekampungmu, dan
beritahukanlah kepada mereka segala sesuatu yang telah diperbuat oleh
Tuhan atasmu dan bagaimana Ia telah mengasihani engkau" Markus 5:19
Sebelum Yesus naik ke sorga Ia meninggalkan pesan kepada murid-muridNya, "Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas kamu, dan
kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan
Samaria dan sampai ke ujung bumi." (Kisah 1:8). Setelah kuasa Roh Kudus turun di hari Pentakosta, "...penuhlah mereka dengan Roh kudus,..."
(Kisah 2:4). Sejak saat itu para murid Yesus mengalami perubahan hidup
yang luar biasa, mereka tidak lagi takut atau ragu, melainkan dengan
penuh keberanian bersaksi tentang Kristus kepada siapa pun yang
dijumpainya, dan melayani Tuhan dengan semangat yang menyala-nyala.
Menjadi saksi Kristus adalah tugas setiap orang percaya tanpa
terkecuali. Bersaksi berarti memberi kesaksian atas apa yang dialami,
dilihat dan dirasakannya secara pribadi, bukan menceritakan pengalaman
orang lain. Tuhan Yesus pernah menyampaikan perihal seseorang yang
telah disembuhkan secara ajaib dari kuasa setan yang telah menguasainya
sekian lama, bahkan membuatnya tidak normal: ia berada di kuburan siang
malam dan berteriak-teriak sambil memukul-mukul badannya dengan batu.
Setelah disembuhkan dan dipulihkan, orang itu rindu untuk mengikut Tuhan
Yesus, tapi Tuhan melarangnya dan menganjurkan dia untuk pulang ke
rumah dan bersaksi kepada orang-orang di kampungnya, "Orang itupun pergilah dan mulai memberitakan di daerah Dekapolis segala
apa yang telah diperbuat Yesus atas dirinya dan mereka semua menjadi
heran." (Markus 5:20).
Sudahkah kita bersaksi kepada orang lain tentang Tuhan Yesus?
Ataukah kita enggan bersaksi karena menyadari bahwa kehidupan kita
sendiri belum bisa menjadi kesaksian bagi orang lain? Setiap kita pasti
pernah mengalami pertolongan Tuhan: disembuhkan dari sakit, dipulihkan
rumah tangganya dan sebagainya. Inilah yang harus kita saksikan kepada
orang lain. Jadi tugas kita hanya bersaksi, sedangkan yang membuat
orang lain menjadi percaya kepada Tuhan Yesus adalah pekerjaan Roh
Kudus.
Jangan tunda waktu menceritakan kebaikan Tuhan atas kita kepada orang lain.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 24 Juli 2012 -
Baca: Lukas 12:13-21
"Demikianlah jadinya dengan orang yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan Allah." Lukas 12:21
Fakta telah membuktikan bahwa harta kekayaan seringkali membuat
seseorang menjadi sombong atau tinggi hati, lupa bahwa semua itu karena
anugerah Tuhan semata. Hal ini diakui oleh Daud, "Sebab kekayaan dan kemuliaan berasal dari pada-Mu dan Engkaulah yang
berkuasa atas segala-galanya; dalam tangan-Mulah kekuatan dan kejayaan;
dalam tangan-Mulah kuasa membesarkan dan mengokohkan segala-galanya." (1 Tawarikh 29:12). Tidak ada alasan apa pun bagi kita untuk bermegah atau meninggikan diri.
Orang kaya sulit masuk ke dalam Kerajaan Sorga selama hatinya hanya
terpaut kepada harta kekayaannya dan tidak lagi mengasihi Tuhan dengan
sepenuh hati. Ketika Tuhan Yesus berkata kepada anak muda yang kaya, "'...pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang
miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke
mari dan ikutlah Aku.' Ketika orang muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak hartanya."
(Matius 19:21-22), ternyata anak muda ini lebih mencintai hartanya dari
pada Tuhan. Ia enggan melepaskan keterikatannya pada harta. Namun ini
bukan berarti seseorang harus dalam posisi miskin terlebih dahulu baru
bisa masuk sorga. Juga bukan berarti bahwa orang miskin pasti akan
masuk sorga. Yang menjadi pokok persoalan adalah hati kita, karena
harta kekayaan seringkali memperhamba manusia. Itulah sebabnya Salomo
dalam doanya berkata, "Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau
kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku.
Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata: Siapa
Tuhan itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama
Allahku." (Amsal 30:8b-9).
Tuhan tidak melarang seseorang menjadi kaya karena Ia sendiri ingin
memberkati umatNya. Yang tidak dikehendaki adalah kita menjadi sombong
dan hati kita terikat pada harta semata. Firman Tuhan mengingatkan, "...walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya itu." (Lukas 12:15).
Apalah gunanya memiliki harta melimpah jika akhirnya harus mengalami
kebinasaan kekal; karena itu muliakan Tuhan dengan hartamu (baca Amsal 3:9).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 23 Juli 2012 -
Baca: Matius 19:16-26
"Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui
lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." Matius 19:24
Menyimak pernyataan ayat firman Tuhan di atas semua orang pasti
terkejut. Terbesitlah suatu pernyataan di hati kita: "Apakah untuk
bisa masuk ke dalam Kerajaan Sorga kita harus terlebih dahulu jadi orang
yang miskin atau dalam keadaan yang serba pas-pasan?" Jawabannya:
tidaklah demikian!
Sejak dari semula Tuhan memiliki rencana yang indah bagi kehidupan setiap orang percaya sebagaimana tertulis: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku
mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera
dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan
yang penuh harapan." (Yeremia 29:11). Jadi rencana Tuhan bagi kita
adalah hari depan yang penuh harapan, 'MDC' (masa depan cerah), bukan
'MDS' (masa depan suram). Tuhan ingin setiap anakNya mengalami
berkat-berkatNya sehingga hidupnya pun menjadi berkat bagi orang lain
dan dapat membantu pekerjaan Tuhan di muka bumi ini.
Namun seringkali terjadi kekayaan atau materi yang dimiliki
seseorang dapat mengubah sikap hati dan membuatnya lupa diri, bahkan
tidak sedikit yang semakin jauh dari Tuhan. Tuhan tidak lagi sebagai
yang utama dalam hidup. Keberadaan Tuhan sebagai Sang Pemberi berkat
telah tergantikan oleh harta/kekayaannya. "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."
(Matius 6:21). Padahal ketika masih hidup pas-pasan banyak orang
Kristen yang begitu tekun mencari Tuhan, rajin beribadah dan aktif di
persekutuan. Dalam segala hal mereka senantiasa mengandalkan Tuhan.
Tetapi setelah hidupnya dipulihkan dan diberkati, secara perlahan mulai
berubah, hatinya tidak lagi melekat kepada Tuhan karena sudah merasa
nyaman dengan kekayaan yang dimilikinya. Sepertinya Tuhan sudah tidak
terlalu diperlukan lagi. Rasul Paulus berpesan kepada Timotius,
"Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan
tinggi hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti
kekayaan, melainkan pada Allah yang dalam kekayaan-Nya memberikan kepada
kita segala sesuatu untuk dinikmati. Peringatkanlah agar mereka itu
berbuat baik, menjadi kaya dalam kebajikan, suka memberi dan membagi" (1 Timotius 6:17-18). (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 22 Juli 2012 -
Baca: 2 Korintus 4:16-18
"Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak
kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak
kelihatan adalah kekal." 2 Korintus 4:18
Pada umumnya orang beranggapan bahwa berkat dari Tuhan itu identik
dengan uang atau kekayaan (materi) yang tampak terlihat jelas secara
kasat mata, sehingga kita pun menyimpulkan bahwa keadaan seseorang
diberkati Tuhan selalu ditandai dengan melimpahnya harta kekayaan yang
dimilikinya: seperti rumah yang berada di kawasan elit, memiliki mobil
yang mewah, anak-anak sekolah di luar negeri, atau memiliki pabrik atau
usaha yang mapan dan sebagainya. Sebaliknya pula, keadaan orang yang
tidak diberkati Tuhan akan ditandai dengan kehidupannya yang serba
pas-pasan, tinggal di kos atau rumah kontrakan, atau tidak punya
kendaraan.
Benarkah demikian? Kita tidak dapat mengukur dan menilai berkat
Tuhan dari sudut materi semata semata atau apa yang kelihatan.
Bagaimana pun kondisi kehidupan kita, baik itu kaya, miskin, sehat,
sakit, berlimpah atau dalam kekurangan, seharusnya tidak mempengaruhi
kondisi hati kita. Berkat Tuhan bisa datang dalam segala bentuk;
berkat tidak harus berarti materi, tetapi lebih besar daripada sekedar
menerima materi, tidak peduli apa pun kondisi kita, sepanjang kita
menerima janji Tuhan dan mampu mengucap syukur kepadaNya atas apa pun
yang terjadi. Inilah pengertian yang benar dari hidup yang diberkati
oleh Tuhan meskipun keadaan yang ada sepertinya kelihatan kurang baik di
pemandangan manusia. Sesungguhnya wujud nyata dari berkat Tuhan sangat
beragam, walau umumnya orang lebih mudah melihat dan mengukur besarnya
berkat Tuhan dari aspek lahiriah saja yaitu materi, sedangkan berkat
Tuhan yang tidak berupa uang atau kekayaan akhirnya kurang kita hargai.
Bukankah berkat rohani: keselamatan, perlindungan, kesehatan,
sukacita, damai sejahtera, kebahagiaan, umur panjang dan sebagainya
lebih berharga daripada uang atau kekayaan yang kita miliki? Ingat,
berkat rohani tidak akan pernah bisa dibeli dengan berapa pun jumlah
uang atau kekayaan yang ada pada kita.
Kebahagiaan bukan terletak pada banyaknya harta di dunia, melainkan
bagaimana bisa tetap mengucap syukur dan memuliakan Tuhan dengan keadaan
yang ada!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 21 Juli 2012 -
Baca: Kolose 4:1-6
"Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar, sehingga
kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang." Kolose 4:6
Topik hari ini adalah mengingatkan kita agar berhati-hati dengan
mulut/ucapan kita, karena kekuatan dari perkataan adalah sangat luar
biasa. Apalagi kita sebagai anak-anak Tuhan harus bisa menjadi
teladan/kesaksian bagi orang-orang di luar Tuhan, salah satunya melalui
ucapan mulut kita. "Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam
tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu." (1 Timotius 4:12b).
Banyak orang Kristen yang ketika berada di luar 'area suci'
(gereja) tidak bisa menguasai mulutnya: masih suka mengumpat,
berkata-kata kasar, jorok, membicarakan kelemahan/kekurangan pendeta
(gosip) dan sebagainya. Dalam amsal 20:19 dikatakan, "Siapa mengumpat, membuka rahasia, sebab itu janganlah engkau bergaul dengan orang yang bocor mulut." Mulut kita bisa menjadi sangat powerful
(berkuasa). Ada banyak orang yang beroleh kekuatan dan dibangkitkan
semangat hidupnya akibat mendengarkan perkataan dari orang lain.
Sebaliknya ada pula yang menjadi terluka, hancur, frustasi dan putus asa
oleh karena terbunuh oleh perkataan yang disampaikan oleh orang lain.
Lalu, bagaimana seharusnya perkataan orang Kristen itu? 1.
Perkataan penuh kasih. Artinya suatu perkataan yang penuh dengan
keramahan dan didasari oleh kasih setelah terlebih dahulu
dipertimbangkan dengan matang, sehingga orang lain yang mendengarnya
dibangun, dikuatkan, dihibur serta didorong ke arah yang baik. Karena
itu "Janganlah ada perkataan kotor keluar dari mulutmu, tetapi pakailah
perkataan yang baik untuk membangun, di mana perlu, supaya mereka yang
mendengarnya, beroleh kasih karunia." (Efesus 4:29). 2. Perkataan yang menyampaikan firman. Tertulis: "Jika ada orang yang berbicara, baiklah ia berbicara sebagai orang yang menyampaikan firman Allah;"
(1 Petrus 4:11a). Ini bukan berarti kita menggurui atau sok pintar,
tetapi perkataan kita hendaknya sesuai dengan firman Tuhan, bermuatan
kesaksian dan nasihat sehingga orang yang mendengarnya diberkati.
Bagaimana dengan perkataan Saudara selama ini?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 20 Juli 2012 -
Baca: 2 Korintus 10:12-18
"Sebab bukan orang yang memuji diri yang tahan uji, melainkan orang yang dipuji Tuhan." 2 Korintus 10:18
Apa tujuan Saudara melayani Tuhan atau terlibat pelayanan pekerjaan
Tuhan? Memberikan yang terbaik untuk Tuhan sesuai dengan talenta dan
karunia yang Dia beri, ingin tampil dan dilihat banyak orang, atau
supaya terkenal dan beroleh pujian dari orang lain?
Firman Tuhan dengan tegas menyatakan bahwa setiap kita, terlebih
para pelayan Tuhan, tidak diperkenankan mencari penghargaan, hormat dan
pujian dari orang lain ketika kita melayani pekerjaan Tuhan. Itu sangat
dibenci oleh Tuhan! Dia berkata, "Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri? Janganlah
mencarinya! Sebab, sesungguhnya, Aku mendatangkan malapetaka atas segala
makhluk,..." (Yeremia 45:5). Bila kita berusaha untuk menjadi
yang terbesar di dalam pelayanan, kita tidak akan pernah dapat
mencapainya karena hal itu sangat bertentangan dengan kehendak Tuhan.
Dalam Kerajaan Sorga justru mereka yang dianggap 'kecil' di pemandangan
manusialah akan menjadi yang terbesar (baca Lukas 9:48c). Nabi Yesaya pun telah menubuatkan, "Yang paling kecil akan menjadi kaum yang besar, dan yang paling lemah
akan menjadi bangsa yang kuat; Aku, Tuhan, akan melaksanakannya dengan
segera pada waktunya." (Yesaya 60:22). Karena itulah Rasul Paulus
sangat berhati-hati dalam pelayanan, tak membiarkan dirinya terlena oleh
sanjungan manusia, apalagi sampai memuji diri sendiri atau membanggakan
diri. Ia berusaha rendah hati dan sebisa mungkin tidak meninggikan
diri, tapi memberikan segala hormat, pujian dan kemuliaan hanya bagi
Tuhan. Inilah pernyataannya, "juga tidak pernah kami mencari pujian dari manusia, baik dari kamu,
maupun dari orang-orang lain, sekalipun kami dapat berbuat demikian
sebagai rasul-rasul Kristus." (1 Tesalonika 2:6).
Keberhasilan seseorang dalam pelayanan adalah karena campur tangan
Tuhan, bukan karena kuat dan gagahnya. Seorang pelayan Tuhan yang benar
tidak akan memperhatikan penghormatan dan pujian dari manusia. Ia akan
berusaha menarik perhatian orang hanya kepada Tuhan Yesus, bukan pada
dirinya sendiri.
Tujuan utama pelayanan adalah memuliakan nama Tuhan, bukan mencari hormat dan pujian bagi diri sendiri!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 19 Juli 2012 -
Baca: Ibrani 9:11-28
"betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah
mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang
tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan
yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup." Ibrani 9:14
Tuhan memilih kita untuk tujuan pengudusan. Sering kita mendengar kata kudus,
dan sebagai orang Kristen kita pun sadar bahwa kita disebut orang-orang
kudus, bahkan kita mengakui bahwa hidup kita telah dikuduskan oleh
darah Kristus. Tetapi dalam praktek kehidupan sehari-hari kita sering
tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kita masih hidup menurut
keinginan daging dan mengumbar hawa nafsu. Ke mana-mana kita memakai
label 'Kristen' sementara perilaku kita tidak mencerminkan Kristus,
padahal Alkitab menegaskan: "Barangsiapa mengatakan, bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup."
(1 Yohanes 2:6). Seorang Kristen sudah seharusnya memiliki kehidupan
yang senantiasa memancarkan karakter Kristus sehingga orang lain melihat
Kristus ada di dalam kita.
Sebagai orang Kristen kita diharapkan untuk hidup kudus dan tidak
lagi berkompromi dengan dunia ini. Ingat, ketika kita percaya kepada
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat secara pribadi, saat itu
kita "...dimeteraikan dengan Roh kudus," (Efesus 1:13). Kuasa
Roh Kudus inilah yang senantiasa menuntun dan membimbing kita kepada
segala kebenaran. Namun kuasa itu tidak akan menyertai kita jika kita
tidak menjalani kehidupan yang kudus. Kehendak Tuhan atas kita adalah
hidup yang kudus, tak bercacat dan cela sampai Ia datang menjemput kita.
Saat ini dunia sedang dalam situasi yang semakin buruk dan jahat;
jika kita tidak terus berada dalam kekudusan kita tidak akan dapat
bergerak maju bersama dengan Tuhan, kita akan makin terbawa oleh arus
dunia ini. Perhatikan! "...hari Tuhan akan tiba seperti pencuri...betapa suci dan salehnya kamu harus hidup."
(2 Petrus 3:10a-11). Apa yang harus kita kerjakan supaya kita dapat
menjalani kehidupan yang kudus di dalam Tuhan? (Baca dalam 2 Petrus 1:5-8).
Marilah makin hari makin intim dengan Tuhan; salah satu tanda bahwa
seseorang itu intim dengan Tuhan adalah tidak mau berbuat dosa lagi.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 18 Juli 2012 -
Baca: Efesus 1:3-14
"Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya." Efesus 1:4
Banyak orang Kristen tidak menyadari bahwa keberadaannya di bumi sangat
berbeda dari orang-orang dunia pada umumnya. Kita bukan orang
'biasa-biasa' saja, tapi kita adalah orang-orang yang sangat istimewa di
pemandangan Tuhan dan merupakan umat pilihan.
Apa buktinya kalau kita adalah orang-orang pilihanNya? Kita semua
telah dipilih sebelum dunia dijadikan (ayat nas). Luar biasa! Hal ini
juga disampaikan Tuhan kepada Yeremia, "Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal
engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan
engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa." (Yeremia 1:5). Lalu dalam Perjanjian Baru kembali ditegaskan bahwa "...kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus,
umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan
perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu
keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib." (1 Petrus
2:9). Kriteria Tuhan dalam memilih seseorang sudah pasti berbeda dari
cara manusia memilih. Yang jelas Tuhan tidak akan pernah salah dalam
memilih dan ia juga tidak pernah menyesali apa yang telah dipilihNya.
Sebagai umat pilihan Tuhan kita pun dituntut memiliki kehidupan
yang berbeda dari orang-orang dunia. Untuk apakah Tuhan memilih kita?
Dia memilih kita dengan tujuan untuk pengudusan, artinya kita ini
dikhususkan dan dipisahkan. Melalui karya penebusan Kristus di atas
kayu salib kita beroleh pengampunan dosa, kita yang sebelumnya berada
dalam kegelapan masuk kepada terangNya yang ajaib. Oleh karena itu
Rasul Petrus menasihatkan, "Hiduplah sebagai anak-anak yang taat dan
jangan turuti hawa nafsu yang menguasai kamu pada waktu kebodohanmu,
tetapi hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu sama
seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu," (1 Petrus 1:14-15).
Banyak orang Kristen hidup semborono, memandang rendah pengorbanan
Yesus sehingga hidupnya tidak jauh berbeda dari orang-orang dunia
sehingga hidupnya tidak menjadi kesaksian, padahal kita telah dipilih
Tuhan begitu rupa!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 17 Juli 2012 -
Baca: Filipi 4:11
"...sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan." Filipi 4:11
Sudah menjadi sifat manusia tidak puas dengan apa yang ada atau
dimilikinya. Inginnya mendapatkan lebih dan lebih seperti ada
tertulis: "Siapa mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak akan puas dengan penghasilannya."
(Pengkotbah 5:9a). Sifat tidak puas terhadap uang atau kekayaan telah
mendorong banyak orang untuk melakukan tindakan yang melanggar hukum
atau bertentangan dengan kebenaran firman Tuhan, dan rasa-rasanya
tradisi tidak punya malu ini sudah kian mewabah di berbagai
kalangan. Itulah sebabnya sejak dulu Yohanes Pembaptis memperingatkan
para pemungut pajak (yaitu orang-orang yang bekerja di kantor pajak), "Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu." (Lukas 3:13), dan juga para prajurit (yaitu karyawan, pegawai), "Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu." (Lukas 3:14b).
Mari belajar dari sikap hidup Rasul paulus yang di segala keadaan tetap bisa mengucap syukur: "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam
segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan
rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik
dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan." (Filipi 4:12). Mengapa Rasul Paulus tetap bisa puas dan bersyukur? Karena dia tahu bahwa "Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku."
(Filipi 4:13). Bagi Paulus kepuasan bukan lagi ditentukan oleh
kekurangan atau kelebihan, melainkan menerima dengan sukacita berapa pun
porsi berkat yang Tuhan tetapkan untuk kita.
Ketidakpuasan yang tanpa batas dalam diri seseorang akan membawa
kepada keserakahan dan ketamakan, akibatnya orang akan selalu merasa
kurang dan tidak pernah cukup. Meski telah mengecap pertolongan dan
kebaikan Tuhan, bangsa Israel tidak pernah merasa puas sehingga yang
keluar dari mulutnya hanyalah keluh kesah dan persungutan. Maka, mari
belajar untuk mengucap syukur di segala keadaan!
"Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan
besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun
tidak dapat membawa apa-apa ke luar." 1 Timotius 6:6-7
Renungan Harian Air Hidup, edisi 16 Juli 2012 -
Baca: Markus 4:35-41
"Lalu Ia berkata kepada mereka: 'Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?'" Markus 4:40
Dalam suratnya kepada Timotius, Rasul Paulus menegaskan bahwa Tuhan
tidak memberikan kepada kita roh ketakutan. Artinya bahwa roh ketakutan
itu bukan berasal dari Tuhan melainkan dari iblis yang berusaha untuk
melemahkan dan menghancurkan kehidupan orang percaya.
Jika seseorang terus dikuasai oleh rasa takut, ia tidak akan dapat
melangkah maju menggapai berkat Tuhan karena yang tertanam di hatinya
hanyalah: "Tidak mungkin, terlalu sukar, aku pasti tidak mampu" seperti
yang dialami oleh 10 pengintai yang diutus Musa. Mereka dan
orang-orang yang terpengaruh laporannya akhirnya tidak bisa menikmati
janji Tuhan. Sebaliknya Kaleb dan Yosua dapat mencapai tanah Perjanjian
karena keduanya dapat mengalahkan roh ketakutan itu. Ketakutan yang
terus dipelihara hanya akan membawa kita kepada kegagalan, dan
menghalangi kita untuk melihat perkara-perkara besar yang dikerjakan
Tuhan. Tidak seharusnya anak-anak Tuhan menjalani hari-harinya dengan
penuh ketakutan sebab Tuhan Yesus sudah memberikan kepada kita seorang
Penolong yaitu Roh Kudus, di mana "...Roh yang ada di dalam kamu, lebih besar dari pada roh yang ada di dalam dunia."
(1 Yohanes 4:4b). Ada dasar yang sangat kuat bagi kita untuk tidak
takut menghadapi apa pun, yaitu Roh Kudus yang ada di dalam kita, dimana
Ia lebih besar daripada roh apa pun yang ada di dunia ini; itulah
sumber kekuatan kita.
Begitu banyak peristiwa yang sedang terjadi di dunia ini; krisis,
bencana alam, huru-hara, ataupun yang diprediksi akan terjadi di
waktu-waktu mendatang. Jangan takut dan gemetar! Teetap kuatkan iman
dan percayakan hidup kita kepada Tuhan. Para murid menjadi sangat
ketakutan ketika ada "...taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu,"
(Markus 4:37). Bukankah hidup kita ini ibarat perahu yang sedang
berlayar di tengah lautan luas, yang kadangkala dihantam ombak dan
gelombang besar? Ketakutan datang ketika kita mengandalkan kekuatan
sendiri.
Bila kita memiliki iman dan percaya penuh kebenaran firmanNya, kita
dapat melewati badai apa pun dengan penuh kemenangan, karena Tuhan di
pihak kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Juli 2012 -
Baca: Mazmur 27:1-14
"Tuhan adalah terangku dan keselamatanku, kepada siapakah aku harus
takut? Tuhan adalah benteng hidupku, terhadap siapakah aku harus
gemetar?" Mazmur 27:1
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi takut adalah
merasa gemetar (ngeri) menghadapi sesuatu yang dianggap akan
mendatangkan bencana; tidak berani. Ketakutan adalah salah satu
masalah terbesar dalam kehidupan manusia. Rasa takut yang berlebihan
bisa dikategorikan sebagai suatu kelainan yang disebut fobia, yaitu kecemasan yang luar biasa, terus-menerus, tidak realistis sebagai respons terhadap keadaan eksternal tertentu.
Penyebab rasa takut dalam diri tiap-tiap orang tentunya
berbeda-beda: takut terkena bencana alam, takut ketinggian, takut
ditinggalkan pacar, takut terhadap anjing yang galak, takut serangga,
takut gemuk, takut tidak bisa menyenangkan suami/isteri, takut tidak
bisa membayar uang sewa rumah (kontrakan), takut gagal dalam ujian,
takut terhadap masa depan anak, takut sakitnya tidak bisa sembuh, takut
mati dan sebagainya.
Ayub berkata, "Karena yang kutakutkan, itulah yang menimpa aku, dan yang kucemaskan, itulah yang mendatangi aku."
(Ayub 3:25). Karena itu sebagai orang percaya tidak seharusnya kita
mengalami ketakutan. Ketakutan membuat seseorang kehilangan damai
sejahtera. Ketakutan juga salah satu penghalang untuk mengalami
berkat-berkat Tuhan, karena rasa takut dalam diri orang percaya
membuktikan bahwa ia meragukan kuasa Tuhan alias tidak percaya penuh
kepadaNya. Banyak sekali ayat dalam Alkitab yang menasihatkan agar kita
tidak takut dalam menjalani hidup ini, tidak takut terhadap
masalah/pergumulan yang sedang terjadi. Salah satunya dalam Yesaya
41:10, "janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang, sebab
Aku ini Allahmu; Aku akan meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku
akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan."
Hal ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat rindu melepaskan anak-anakNya
dari ketakutan, bahkan ia sendiri yang berjanji untuk menyertai,
meneguhkan, menolong, memegang tangan kita dan memberikan kemenangan.
"Sebab Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan
roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban." 2 Timotius 1:7
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Juli 2012 -
Baca: 1 Yohanes 5:1-5
"sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: iman kita." 1 Yohanes 5:4
Kemenangan gilang-gemilang Daud atas Goliat menjungkirbalikkan perkiraan
semua orang. Kunci kemenangan Daud bukan pada perlengkapan senjata
perangnya yang canggih, tapi karena mengandalkan Tuhan. Bangsa Filistin
yang begitu membangga-banggakan Goliat, dipermalukan! Akhirnya seluruh
bumi tau bahwa bangsa Israel mempunyai Allah yang hidup. Dia adalah
El-Gibor, Tuhan panglima perang yang gagah perkasa; Dia adalah sumber
kemenangan kita.
Sebesar apa pun masalah dan pergumulan kita, serahkan semua kepada Tuhan, maka Dia "...akan berperang untuk kamu, dan kamu akan diam saja" (Keluaran 14:14). Jika kita mengangkat tangan tanda berserah penuh kepada Tuhan, Dia akan segera turun tangan menolong kita. "...bagi Allah tidak ada yang mustahil." (Lukas 1:37) dan "Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang
menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak
mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?"
(Roma 8:31b-32). Jika Tuhan ada di pihak kita, kemenangan demi
kemenangan akan menjadi bagian hidup kita hari lepas hari. Saat
menghadapi masalah/pergumulan berat belajarlah selalu mengingat-ingat
pertolongan Tuhan di masa lalu seperti yang dilakukan Daud, "Tuhan yang telah melepaskan aku dari cakar singa dan dari cakar
beruang, Dia juga akan melepaskan aku dari tangan orang Filistin itu."
(1 Samuel 17:37a), sehingga iman Daud dikuatkan. Apakah Saudara pernah
mengecap pertolongan Tuhan? Jangan pernah lupa akan kebaikanNya!
Stop pula memperkatakan hal-hal negatif. Disiplinkan lidah
kita untuk selalu memperkatakan positif (perkataan iman). Adakalanya
Tuhan ijinkan masalah terjadi dengan tujuan untuk melatih iman kita dan
membawa kita semakin melekat kepadaNya.
"Sekarang aku tahu, bahwa Tuhan memberi kemenangan kepada orang yang
diurapi-Nya dan menjawabnya dari sorga-Nya yang kudus dengan kemenangan
yang gilang-gemilang oleh tangan kanan-Nya." Mazmur 20:7
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Juli 2012 -
Baca: 1 Samuel 17:40-58
"Engkau mendatangi aku dengan pedang dan tombak dan lembing, tetapi aku
mendatangi engkau dengan nama Tuhan semesta alam, Allah segala barisan
Israel yang kautantang itu." 1 Samuel 17:45
Goliat memiliki perawakan seperti raksasa: "Tingginya enam hasta
sejengkal. Ketopong tembaga ada di kepalanya, dan ia memakai baju zirah
yang bersisik; berat baju zirah ini lima ribu syikal tembaga. Dia
memakai penutup kaki dari tembaga, dan di bahunya ia memanggul lembing
tembaga. Gagang tombaknya seperti pesa tukang tenun, dan mata tombaknya
itu enam ratus syikal besi beratnya." (1 Samuel 17:4b-7a).
Melihat Goliat lengkap dengan perlengkapan perangnya, wajar jika Saul
menyuruh Daud mengenakan baju perang layaknya prajurit siap berperang.
Tapi usulan itu ditolak Daud, "'Aku tidak dapat berjalan dengan memakai ini, sebab belum pernah aku mencobanya.' Kemudian ia menanggalkannya."
(1 Samuel 17:39b). Akhirnya hanya berbekal tongkat di tangan, lima
batu licin dan umban, Daud dengan penuh keberanian maju berperang.
Mengapa Daud begitu yakin? Tindakan Daud ini bukanlah tindakan
nekat atau untung-untungan, tapi ini adalah tindakan iman karena ia
percaya bahwa ada Tuhan yang menyertainya. Jika kita mengandalkan Tuhan
dan mempercayai Dia sebagai pihak yang memberikan kemenangan, kuasaNya
akan bekerja melampaui logika manusia sehingga kemenangan pun menjadi
milik kita, karena "...Tuhan menyelamatkan bukan dengan pedang dan bukan dengan lembing." (1 Samuel 17:47a). Tuhan memiliki 1001 cara untuk menolong kita, dan caraNya itu selalu heran dan ajaib. Ada tertulis, "Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah didengar oleh
telinga, dan yang tidak pernah timbul di dalam hati manusia: semua yang
disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi Dia." (1 Korintus 2:9).
Goliat merupakan gambaran dari masalah dan ujian yang seringkali
kita hadapi. Besarnya masalah yang kita alami laksana 'Goliat' yang
rasa-rasanya tidak mungkin kita kalahkan. Belum lagi kata-kata negatif
yang selalu dibisikkan Iblis ke telinga kita semakin membuat kita
pesimis, kuatir, takut dan akhirnya putus asa...
Kita pun menjadi lupa bahwa kita memiliki Tuhan yang Mahadahsyat dan tak terbatas kuasaNya.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Juli 2012 -
Baca: Mazmur 44:1-27
"Sebab bukan kepada panahku aku percaya, dan pedangkupun tidak
memberi aku kemenangan, tetapi Engkaulah yang memberi kami kemenangan
terhadap para lawan kami, dan orang-orang yang membenci kami Kauberi
malu." Mazmur 44:7-8
Siapa dan apa yang menjadi andalan Saudara dalam menjalani hidup ini,
terlebih ketika menghadapi masalah dan pergumulan? Orangtua, suami,
isteri, bos, jabatan atau harta kekayaan? Simak ayat ini: "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang
mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu
banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi
tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari
Tuhan." (Yesaya 31:1).
Bangsa Israel memiliki pengalaman yang luar biasa di sepanjang
perjalanannya menuju Tanah Perjanjian. Kemenangan selalu mereka raih
ketika berperang melawan bangsa mana pun selama mereka senantiasa
mengandalkan Tuhan. Jadi hanya karena campur tangan Tuhanlah bangsa
Israel tampil sebagai pemenang di setiap peperangan. Tanpa Tuhan, itu
mustahil! Prajurit, panah, pedang dan kereta berkuda tak menjamin
kemenangan, "...tetapi Engkaulah (Tuhan) yang memberi kami kemenangan terhadap para lawan kami,"
Benar sekali! Ketika kita mengandalkan Tuhan dan menaruh pengharapan
penuh kepadaNya saat dalam masalah/pergumulan, kita tidak akan pernah
dikecewakan. Sebaliknya, kekecewaan acapkali menjadi jawaban ketika
kita mengandalkan manusia dan apa yang ada pada kita (harta kekayaan).
Siapa yang kebal terhadap masalah? Tak ada! Justru seringkali masalah
begitu mempengaruhi hidup kita sehingga kita pun tak berdaya dan makin
tenggelam di dalamnya.
Mari belajar dari Daud, orang yang diurapi oleh Tuhan. Tidak jauh
berbeda dengan kita, kehidupan Daud pun tak luput dari
masalah/pergumulan. Suatu ketika Daud harus menghadapi pergumulan yang
sangat berat, yang secara manusia tidak akan mungkin mampu diatasinya.
Kalau kita baca dalam 1 Samuel 17 ada peristiwa heroik terjadi: Daud
seorang muda yang sangat sederhana harus berhadapan dengan Goliat,
pahlawan kebanggaan bangsa Filistin. Ditinjau dari sudut mana pun
Goliat memiliki kelebihan segala-galanya jika dibandingkan dengan Daud.
(Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Juli 2012 -
Baca: 1 Timotius 6:2b-10
"Karena akar segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu
uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya
dengan berbagai-bagai duka." 1 Timotius 6:10
Uang adalah sesuatu yang sangat penting dan begitu berharga bagi
kehidupan manusia. Semua orang di mana pun berada, apa pun status
sosialnya, bagaimana pun keadaannya, membutuhkan uang. Adalah bohong
besar jika orang mengatakan tidak membutuhkan uang. Kita perlu uang
untuk memenuhi kebutuhan hidup kita sehari-hari: membeli bahan makanan;
membeli pakaian; membeli BBM; membayar tagihan listrik, air dan
telepon; membayar biaya sekolah anak; membayar kontrakan rumah, semua
memerlukan uang. Bahkan dalam kehidupan rohani pun uang juga sangat
diperlukan: menerbitkan buku renungan harian memerlukan uang;
hamba-hamba Tuhan dalam menjalankan tugas pelayanannya butuh uang;
pembangunan gereja memerlukan uang; untuk menjangkau jiwa-jiwa di
pedalaman/pelosok, para misionaris juga perlu uang, dan lain-lain.
Uang mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam kehidupan kita.
Oleh karena itu kita harus berhati-hati dan jangan sekali-kali
meremehkan uang ini. Ayat nas di atas dengan sangat jelas mengingatkan,
jangan sampai kita diperhamba oleh uang. Memiliki uang banyak bukanlah
dosa, tapi jangan sampai kita diperhamba oleh uang. Memiliki uang
banyak bukanlah dosa, tapi jangan sampai kita menjadikan uang itu
sebagai berhala dalam kehidupan kita sehingga hati dan pikiran kita
hanya terfokus pada uang. Ingat, cinta uang adalah akar dari segala
kejahatan! Demi mendapatkan uang dengan cepat banyak orang rela
melakukan apa saja, bahkan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan
hati nurani mereka sekali pun: memanipulasi pajak, menyalahgunakan
jabatan dengan melakukan korupsi, dan lain-lain. Bukankah sekarang ini
korupsi sepertinya menjadi trademark para pejabat pemerintahan di
negara kita? Sering kita saksikan di televisi bagaimana para koruptor
masih bisa tersenyum lebar ketika tertangkap kamera; penyesalan dan malu
rasa-rasanya sudah tidak ada lagi.
Sebagai orang percaya kita diingatkan: "Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu." (Ibrani 13:5a).
"Berkat Tuhanlah yang menjadikan kaya, susah payah tidak akan menambahinya." Amsal 10:22
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Juli 2012 -
Baca: Ibrani 12:1-17
"Karena kita mempunyai banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi
kita, marilah kita menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu
merintangi kita, dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang
diwajibkan bagi kita." Ibrani 12:1
Semua atlet di seluruh cabang olahraga, tanpa terkecuali, pasti memiliki
tujuan atau sasaran yang hendak dicapai. Untuk apa berlatih keras jika
tidak memiliki tujuan yang jelas? Goal setiap atlet dalam
sebuah kejuaraan adalah menjadi juara atau meraih medali. Untuk
mewujudkan itu para atlet giat berlatih tanpa mengenal lelah. Mereka
tidak pernah mengeluh, bersungut-sungut apalagi sampai membantah
instruksi pelatih.
Begitu pula dalam kehidupan orang percaya, ada goal yang harus kita capai yaitu memperoleh mahkota kehidupan. Ada tertulis: "Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia
sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan
Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia." (Yakobus 1:12).
Mahkota yang disediakan Tuhan bagi setiap kita yang dapat menyelesaikan
perlombaan sampai garis akhir bukanlah mahkota yang fana, melainkan
mahkota yang kekal dan abadi yang jauh lebih mulia dan berharga dari
mahkota apa pun yang ada di dunia ini. Namun untuk mencapai kita semua
ada harga yang harus dibayar. Kita harus tunduk kepada pimpinan Roh dan
tidak lagi hidup menuruti keinginan daging.
Bagi seorang atlet kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, justru
itu menjadi cambuk dan pengalaman berharga baginya untuk lebih tekun
giat dan berlatih. Apakah Susi Susanti tidak pernah kalah dalam
pertandingan? Tentu saja pernah. Tapi ia tidak menyerah begitu saja
dan segera bangkit. Maka keuletan dan sikap pantang menyerah juga harus
dimiliki oleh setiap orang percaya. Masalah, ujian dan tantangan
adakalanya menghadang langkah kita, namun kita tidak boleh menyerah
begitu saja pada keadaan. Kita harus bangkit dan tetap semangat,
karena "Orang yang bersemangat dapat menanggung penderitaannya, tetapi siapa akan memulihkan semangat yang patah?"
(Amsal 18:14). Arahkan pandangan kepada Tuhan Yesus, maka Ia akan
memberikan kekuatan kepada kita sehingga kita mampu menanggung segala
sesuatunya.
Kehidupan kekal disediakan Tuhan bagi kita yang mampu bertahan sampai akhir pertandingan iman!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Juli 2012 -
Baca: 1 Timotius 2:1-7
"Seorang olahragawan hanya dapat memperoleh mahkota sebagai juara, apabila ia bertanding menurut peraturan-peraturan olahraga." 2 Timotius 2:5
Susi Susanti adalah salah satu atlet legenda yang dimiliki bangsa
Indonesia. Prestasinya sangat fenomenal di cabang bulutangkis. Gelar
yang diraih Susi Susanti diantaranya adalah: juara All England 4 kali
(1990, 1991, 1993 dan 1994), juara dunia tahun 1993, juara final grandprix
sebanyak 6 kali (1990-1994 dan 1996), dan belum termasuk gelar di
turnamen-turnamen terbuka lainnya. Ada pun gelar terbesarnya adalah
ketika ia merebut mendali emas di ajang Olimpiade Barcelona 1992. Ini
adalah sejarah emas pertama yang diraih bangsa Indonesia sepanjang
keikutsertaannya dalam olimpiade.
Meraih prestasi seperti Susi Susanti adalah pekerjaan yang tidak
mudah bagi seorang atlet, ada harga yang harus dibayar. Tekun dalam
berlatih, mau bekerja keras, tidak manja, tidak mudah putus asa dan
berkeyakinan kuat (mental juara) adalah kunci kemenangan seorang atlet.
Tanpa itu semua mustahil seorang atlet akan meraih prestasi yang luar
biasa. Itulah sebab Rasul Paulus menasihatkan agar kita mau belajar dan
meneladani perjuangan atlet di gelanggang pertandingan, karena
perjalanan kekristenan kita juga diibaratkan seperti berada di
gelanggang pertandingan iman: "Tiap-tiap orang yang turut mengambil
bagian dalam pertandingan,
menguasai dirinya dalam segala hal. Mereka berbuat demikian untuk
memperoleh suatu mahkota yang fana, tetapi kita untuk memperoleh suatu
mahkota yang abadi. Sebab itu aku tidak berlari tanpa tujuan dan aku
bukan petinju yang sembarangan saja memukul. Tetapi aku melatih tubuhku
dan menguasainya seluruhnya, supaya sesudah
memberitakan Injil kepada orang lain, jangan aku sendiri ditolak."
(1 Korintus 9:25-27). Jadi tidak ada istilah 'leha-leha' dalam
menjalankan kekristenan kita. Sebaliknya kita harus berusaha keras
mengerjakan keselamatan kita ini dengan hati yang takut dan gentar
karena kedatangan Tuhan yang sudah semakin dekat.
Jika saat ini kita dipercaya dalam pelayanan pekerjaan Tuhan,
biarlah kita lakukan dengan setia dan penuh ketaatan karena tidak semua
orang beroleh kesempatan itu. Inilah yang dilakukan Rasul Paulus: "...berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi dari Allah dalam Kristus Yesus." Filipi 3:14
(Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Juli 2012 -
Baca: Lukas 16:10-12
"Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar." Lukas 16:10a
Saudara, jangan pernah meremehkan atau mengabaikan perkara-perkara kecil
dalam kehidupan kita. Bermula dari hal-hal kecillah perkara besar
akhirnya terjadi. Banyak orang merasa enggan memulai sesuatu dari
hal-hal kecil, maunya langsung mengerjakan perkara-perkara besar.
Contohnya dalam hal pelayanan, tidak sedikit jemaat yang inginnya
langsung terlibat dalam pelayanan yang besar, berada di atas mimbar atau
bisa dilihat oleh banyak orang: menjadi pembicara (pengkhotbah) atau worship leader
di gereja-gereja besar. Sementara ketika diutus untuk memulai
pelayanan di gereja-gereja kecil, gereja di desa atau di kampung yang
jumlah jemaatnya hanya sedikit dan dari kalangan orang-orang sederhana,
kita merasa enggan dan berbagai alasan kita kemukakan untuk menghindar
dari pelayanan.
Untuk menjadi 'besar' harus dimulai dari bawah, melalui proses,
baik dalam hal kesetiaan, ketekunan dan juga komitmen. Jika dari
hal-hal kecil saja kita tidak mau setia, bagaimana Tuhan akan
mempercayakan perkara-perkara besar kepada kita? Karena itu mari
belajar setia mengerjakan tugas dan kepercayaan dari Tuhan meski
kelihatannya itu sederhana dan 'kecil' menurut penilaian manusia. Daud
adalah contoh orang yang setia dari hal-hal kecil. Ketika diperintahkan
menggembalakan domba oleh ayahnya, yang hanya berjumlah 2-3 ekor saja,
ia begitu setia dan tekun, bahkan rela mempertaruhkan nayawanya untuk
melindungi domba-dombanya dari binatang buas. Karena kesetiaannya,
akhirnya Tuhan mempercayakan hal besar kepada Daud: menjadi raja atas
Israel.
Kesetiaan adalah karakter yang harus dimiliki oleh setiap orang
percaya jika ingin mendapatkan promosi dari Tuhan atau dipercaya hal-hal
besar. Dalam Amsal 19:22 dikatakan: "Sifat yang diinginkan pada seseorang ialah kesetiaannya;"
Harus kita ingat bahwa keberhasilan tidak bisa diraih dalam sekejap
mata, semuanya melalui tahap demi tahap dan pastilah dimulai dari
hal-hal kecil terlebih dahulu. Jadi kesetiaan kita mengerjakan
perkara-perkara kecil akan menuntun kita kepada keberhasilan.
Kesalahan-kesalahan kecil yang terus kita abaikan pada saatnya akan berakibat fatal yaitu kegagalan.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Juli 2012 -
Baca: Yohanes 20:11-18
"Maria Magdalena pergi dan berkata kepada murid-murid: 'Aku telah melihat
Tuhan!' dan juga bahwa Dia yang mengatakan hal-hal itu kepadanya." Yohanes 20:18
Seseorang yang mengalami kebaikan Tuhan dan memiliki pengalaman pribadi
bersama Tuhan pasti mempunyai 'gelora' yang meluap-luap dalam hatinya
untuk melakukan yang terbaik bagi Tuhan karena ia sangat mengasihi Tuhan
dan sebagai respons atas apa yang telah diterimanya, sebab "Dosanya yang banyak itu telah diampuni," (Lukas 7:47a). Bahkan Tuhan berfirman, "Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti
salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih
seperti bulu domba." (Yesaya 1:18b).
Apakah tanda-tanda orang mengasihi Tuhan? Ia tidak hitung-hitungan
dengan Tuhan, suka memberi dan tidak menahan berkat untuk dirinya
sendiri melainkan sangat terbeban mendukung pekerjaan Tuhan dengan
kekayaan yang dimilikinya, seperti yang dilakukan maria magdalena ini.
Minyak wangi yang ia gunakan untuk meminyaki Yesus itu berharga sangat
mahal, bahkan pada waktu itu hanya bisa dibeli dengan gaji seorang
pekerja selama setahun; tapi Maria rela mempersembahkan harta miliknya
untuk Yesus sebagai wujud betapa ia mengasihiNya. Terbukti pagi-pagi
buta ia datang ke kubur Yesus dan Yesus melihat ketulusan hatinya,
karena itu ketika Ia bangkit, orang pertama yang dijumpaiNya adalah
Maria Magdalena.
Perjumpaan pribadi dengan Yesus telah mengubah hidupnya. Harta
kekayaan dan segala yang ada di dunia ini tidak berarti apa-apa, hanya
Yesus yang utama dan lebih dari segala-galanya. Hal ini juga dirasakan
oleh Rasul Paulus, setelah bertemu dengan Yesus hidupnya diubahkan dan
dia berkata, "Tetapi apa yang dahulu merupakan keuntungan bagiku,
sekarang kuanggap rugi karena Kristus. Malahan segala sesuatu kuanggap
rugi, karena pengenalan akan Kristus
Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku
telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku
memperoleh Kristus," (Filipi 3:7-8). Apakah Saudara pernah mersakan pertolongan Tuhan? Bahkan karena kasihNya Ia rela mati bagi Saudara.
Sudahkah Saudara berbuat sesuatu untuk membalas kebaikan Tuhan itu?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Juli 2012 -
Baca: Lukas 7:36-50
"Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya (Maria Magdalena - Red.) yang banyak itu telah diampuni,
sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni,
sedikit juga ia berbuat kasih." Lukas 7:47
Dalam kehidupan, setiap orang pasti pernah berbuat dosa atau melakukan
kesalahan. Setiap orang juga memiliki masa lalu, apakah itu baik atau
tidak baik (kelam), seperti yang dialami oleh Maria Magdalena. Arti
nama Maria adalah dilepaskan dari kepahitan. Ini sesuai dengan latar
belakang hidupnya, di mana ia memiliki masa lalu yang kelabu dan sangat
pahit. Sebelum bertemu dengan Yesus dan mengalami pertobatan, Maria
Magdalena adalah seorang wanita yang 'tidak baik', bahkan ia terlibat
pula dengan kuasa-kuasa kegelapan. Sudah menjadi rahasia umum bila
wanita berprofesi demikian selalu berusaha untuk tampil cantik sehingga
berbagai upaya ia tempuh supaya dapat memikat lawan jenisnya. Tidak
jarang mereka pergi ke dukun atau paranormal untuk pasang 'susuk
penglaris'; mereka rela melibatkan diri dengan roh-roh jahat.
Namun setelah bertemu dengan Yesus Maria Magdalena mengalami
kelepasan dan disembuhkan dari roh-roh jahat yang menyerangnya. Alkitab
mencatat: "Tidak lama sesudah itu Yesus berjalan berkeliling dari kota ke kota dan
dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah. Kedua belas
murid-Nya bersama-sama dengan Dia, dan juga beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh-roh
jahat atau berbagai penyakit, yaitu Maria yang disebut Magdalena, yang
telah dibebaskan dari tujuh roh jahat," (Lukas 8:1-2).
Karena mengalami pertolongan Tuhan yang ajaib dan dosanya yang
besar telah diampuniNya, Maria Magdalena bertekad untuk membalas kasih
dan kebaikan Tuhan itu dengan turut ambil bagian dalam pelayanan
pekerjaan Tuhan. Bahkan ia rela berkorban dengan memberikan apa yang
dimiliki sebagai wujud kasihnya kepada Tuhan. Tertulis: "Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang
Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak
wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu
membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan
rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak
wangi itu." (Lukas 7:37b-38).
(Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Juli 2012 -
Baca: Imamat 10:1-7
"Maka keluarlah api dari hadapan Tuhan, lalu menghanguskan keduanya (Nadab dan Abihu - - Red.), sehingga mati di hadapan Tuhan." Imamat 10:2
Judul perikop firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah kematian Nadab
dan Abihu. Anak anak imam Harun harus mengalami nasib yang sangat
tragis. Tertulis, "Maka keluarlah api dari hadapan Tuhan, lalu menghanguskan keduanya, sehingga mati di hadapan Tuhan."
Mengapa Tuhan sampai menghukum Nadab dan Abihu? Karena kedua anak
imam Harun itu telah melanggar firman Tuhan yaitu mempersembahkan
persembahan kepada Tuhan dengan menghadirkan api asing yang tidak
diperintahkan Tuhan kepadanya. Api asing adalah api yang tidak
semestinya berada dalam persembahan. Itu sama artinya mereka telah
mempermainkan atau menghina Tuhan yang adalah Pribadi yang kudus. Ada
tertulis. "...hendaklah kamu menjadi kudus di dalam seluruh hidupmu
sama seperti Dia yang kudus, yang telah memanggil kamu, sebab ada
tertulis: Kuduslah kamu, sebab Aku kudus." (1 Petrus 1:15-16). Tuhan tidak mau kekudusanNya dilanggar dan dipermainkan oleh kedua anak Harun.
Peristiwa yang menimpa Nadab dan Abihu ini menjadi peringatan keras
bagi para imam lainnya, di mana ini menunjukkan bahwa Tuhan sangat
tegas terhadap dosa. Tidak ada istilah kompromi sedikit pun
terhadap perbuatan yang menyimpang dari firman Tuhan! Seorang imam
harus benar-benar kudus ketika mempersembahkan korban kepada Tuhan, dan
siapa pun yang melanggar kekudusan Tuhan akan menanggung akibatnya.
Begitu juga kita yang saat ini dipercaya melayani Tuhan di
ladangNya, apa pun bentuk pelayanannya, haruslah kita lakukan dengan
penuh ketaatan. Tidak ada istilah melayani Tuhan setengah-setengah atau
suam-suam kuku, karena kalau kita suam-suam kuku, firman Tuhan dengan
keras mengatakan, "Aku akan memuntahkan engkau dari mulut-Ku."
(Wahyu 3:16). Jangan sampai kita melayani Tuhan tapi masih melakukan
perbuatan-perbuatan dosa. Tanpa kekudusan, kita tidak layak melayani
Tuhan!
Sekalipun Tuhan tidak menghukum secara langsung seperti peristiwa di
atas, namun kalau kita terus-menerus mempermainkan kekudusan dan
kesabaranNya, pada saatnya Tuhan akan berperkara atas kita.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Juli 2012 -
Baca: Ulangan 14:22-29
"Haruslah engkau benar-benar mempersembahkan sepersepuluh dari seluruh hasil benih yang tumbuh di ladangmu, tahun demi tahun." Ulangan 14:22
Persepuluhan adalah milik Tuhan dan harus kita kembalikan kepada Tuhan seperti yang dilakukan Yakub: "Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu."
(Kejadian 28:22). Sesungguhnya Tuhan itu tidak hanya berhak atas
sepersepuluh saja dari uang kita, tapi Dia berhak atas semua yang kita
miliki, termasuk hidup kita. Mari kita taat mengembalikan persepuluhan
kepada Tuhan karena itu memang milik Tuhan. Tuhan berjanji bahwa Dia
akan memberikan berkat yang istimewa bagi anak-anakNya yang taat
mengembalikan persepuluhan. Perihal persepuluhan ini Tuhan benar-benar
menantang umatNya untuk menguji janjiNya tersebut.
Alkitab menyatakan bahwa ada janji Tuhan bagi umat yang taat mengembalikan persepuluhan: 1.
Tuhan akan membukakan tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat
yang berkelimpahan. Kita tahu bahwa langit adalah sesuatu yang sangat
luas dan kita pun tak bisa mengukurnya. Inilah gambaran betapa Tuhan
akan memberkati kita. Renungkan: jika sampai saat ini kita belum
mengalami dan merasakan berkat seperti yang Ia janjikan, mungkin
disebabkan karena kita tidak taat mengembalikan persepuluhan yang adalah
milik Tuhan. 2. Tuhan akan menghardik belalang pelahap.
Belalang pelahap bisa diartikan segala hal yang menyebabkan keuangan
kita bocor atau kerugian oleh karena hal-hal yang tidak seharusnya
terjadi, di mana keuangan kita jadi amburadul dan akhirnya kita malah
berutang kepada pihak lain. Akibatnya kita sama sekali tidak merasakan
hidup yang berkecukupan, selalu kurang dan kurang.
Peersepuluhan adalah syarat minimum dari persembahan yang kita
berikan kepada Tuhan. Dengan kata lain, jumlah pemberian kita untuk
Tuhan minimal sebesar sepuluh persen. Bila persepuluhan ini tidak kita
lakukan, kita akan menuai akibatnya/konsekuensinya.
Seseorang yang mencintai Tuhan tidak akan hanya mengembalikan
persepuluhan, ia pun pasti tidak akan segan memberikan apa saja kepada
Tuhan bukan karena terpaksa, tapi karena kasihNya kepada Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Juli 2012 -
Baca: Maleakhi 3:6-12
"Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah
perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah
Aku, firman Tuhan semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu
tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan." Maleakhi 3:10
Berbicara tentang perpuluhan, timbul pertanyaan di kalangan orang
percaya. Apakah perpuluhan itu sebuah keharusan? Apakah perpuluhan
harus diberikan pada gereja lokal? Hari ini kita kembali diingatkan
tentang pentingnya persepuluhan (perpuluhan), sehingga kita menyadari
kebenaran persepuluhan dan semua janji Tuhan berkenaan dengan hal itu.
Apakah persepuluhan itu? Secara matematika, persepuluhan adalah
sepersepuluh. Persepuluhan adalah sepuluh persen dari hasil pendapatan
bersih seseorang. Pendapatan yang dimaksud tidak harus berupa uang
tetapi bisa juga berupa barang, dan itu harus dikembalikan kepada
Tuhan. Mungkin ada di antara kita yang memberikan persepuluhan lebih
dari seharusnya dibayar, dengan harapan Tuhan juga akan menambah berkat
untuk kita; semisal gaji saya sebulan Rp. 20.000.000, seharusnya
persepuluhan yang harus saya kembalikan kepada Tuhan adalah Rp. 200.000,
tapi saya memberinya lebih yaitu Rp. 250.000. Bagaimana? Persepuluhan
itu hanya sepuluh persen dari total pendapatan, dan pemberian yang
melebihi sepuluh persen dianggap sebagai persembahan.
Saat mengembalikan persepuluhan kepada Tuhan seharusnya kita tidak
memiliki motivasi agar Tuhan memberkati kita, meskipun kita percaya
bahwa Dia pasti akan memberikan berkat itu kepada kita. Jadi kita harus
dapat membedakan antara persepuluhan dan persembahan. Persepuluhan
adalah sepuluh persen dari penghasilan yang diterima seseorang,
sedangkan semua pemberian kepada Tuhan setelah kita kurangi persepuluhan
disebut persembahan. Sebagai umat yang sudah mengecap kasih dan
kebaikanNya sudah seharusnya kita memberikan yang terbaik untuk Tuhan
dan tidak hanya sebatas persepuluhan. Setiap orang Kristen harus
mengembalikan persepuluhan kepada Tuhan apa pun keadaannya, karena itu
adalah perintah Tuhan dan kita harus menaatinya.
Alkitab menegaskan bahwa yang tidak mengembalikan persepuluhan
kepadaNya berarti telah menipu Tuhan, jadi kita disebut sebagai penipu!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Juli 2012 -
Baca: Mazmur 121:1-8
"Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu." Mazmur 121:5
Saat ini banyak orang yang tidak lagi mengandalkan Tuhan dalam hidupnya
tetapi lebih condong kepada uang dan harta kekayaan yang ia miliki.
Pertanyaannya: apakah uang dan harta kekayaan dapat menyelamatkan dan
memberikan perlindungan bagi kita?
Berhati-hatilah! Satu-satunya perlindungan sumber pengharapan bagi
orang percaya adalah Tuhan, bukan uang atau harta kekayaan. Janganlah
sekali pun meragukan apalagi meremehkan perlindungan Tuhan, karena Dia
adalah Tuhan Yang Mahatinggi dan Yang Mahakuasa. Yang Mahatinggi
artinya Tuhan di atas segala tuhan, Raja diatas segala raja, tak ada
yang dapat menandingi kebesaranNya karena Dia adalah Pencipta manusia,
langit dan bumi dan segala isinya. Ancaman sebesar apa pun tak
sebanding dengan kebesaranNya. Yang Mahakuasa artinya kuasa Tuhan tak terbatas, Dia sanggup lakukan segala perkara tak ada yang tak dapat dilakukanNya. "Adakah sesuatu apapun yang mustahil untuk Tuhan?"
(Kejadian 18:14a). Perlindungan Tuhan mencakup seluruh aspek kehidupan
kita, tidak ada batasnya selama kita berada dalam naunganNya. Pemazmur
berkata, "Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan
terlelap. Tuhan akan menjaga engkau terhadap segala kecelakaan; Ia akan
menjaga nyawamu. Tuhan akan menjaga keluar masukmu, dari sekarang
sampai selama-lamanya." (Mazmur 121:3, 7, 8). Mazmur 91:14 berkata, "Sungguh, hatinya melekat kepada-Ku, maka Aku akan meluputkannya, Aku akan membentenginya, sebab ia mengenal nama-Ku."
Jadi kunci untuk mengalami perlindungan yang sempurna dari Tuhan
adalah harus melekat kepada Tuhan dan mengenal namaNya Artinya "Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu," (Yohanes 15:7).
Bila kita selalu karib dengan Tuhan, senantiasa membangun persekutuan
pribadi denganNya, hidup menurut segala apa yang difirmankanNya
sehingga kita semakin mengerti kehendak dan rencanaNya, maka kita tidak
akan merasa takut, tidak lagi kuatir masa depan karena hanya dekat Tuhan
saja kita merasakan dan mengalami ketenangan, sebab Dialah Sumber
perlindungan kita.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Juli 2012 -
Baca: Mazmur 91:1-6
"Sebab Tuhan ialah tempat perlindunganmu, Yang Mahatinggi telah kaubuat tempat perteduhanmu," Mazmur 91:9
Mazmur 91 ini adalah satu mazmur yang berisikan tentang janji
perlindungan Tuhan bagi orang percaya. Keamanan, ketenangan dan
kedamaian adalah dambaan semua insan di dunia ini. Namun, adakah tempat
di mana seseorang dapat terlindungi dengan aman? Tidak ada tempat di
belahan bumi mana pun yang dapat menjamin seseorang merasa aman dan
terlindungi. Seorang presiden, pejabat tinggi Negara atau artis bisa
saja punya pengawal bersenjata yang menyertainya ke mana saja mereka
pergi bertugas; orang kaya boleh saja memiliki satpam yang berjaga-jaga
selama 24 jam di rumahnya, namun tidak bisa menjamin keamanan mereka
100% karena bagaimanapun juga para pengawal adalah manusia biasa yang
terbatas kekuatan dan kemampuannya.
Pemazmur berkata, "Jikalau bukan Tuhan yang mengawal kota, sia-sialah pengawal berjaga-jaga."
(Mazmur 127:1b). Satu-satunya Pribadi yang dapat memberikan
perlindungan yang sempurna, sehingga kita akan merasa aman, tenang dan
damai adalah Tuhan. Tidak ada yang lain! Memang, Tuhan tidak pernah
berjanji perjalanan hidup kita tidak akan terlepas dari masalah,
tantangan dan pergumulan, tapi Ia berjanji akan senantiasa menyertai
kita, menopang, menguatkan, melindungi dan memberi pertolongan saat kita
diperhadapkan dengan semuanya itu.
Jadi perlindungan yang sempurna akan dialami oleh orang-orang yang
senantiasa mengandalkan Tuhan dalam hidupnya. Perlindungan adalah satu
bagian berkat yang Tuhan sediakan. "Diberkatilah orang yang mengandalkan Tuhan, yang menaruh harapannya pada Tuhan!" (Yeremia 17:7), sebaliknya, "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada Tuhan!" (Yeremia 17:5), dan "Celakalah orang-orang yang pergi ke Mesir minta pertolongan, yang
mengandalkan kuda-kuda, yang percaya kepada keretanya yang begitu
banyak, dan kepada pasukan berkuda yang begitu besar jumlahnya, tetapi
tidak memandang kepada Yang Mahakudus, Allah Israel, dan tidak mencari
Tuhan." (Yesaya 31:1).
Jaminan perlindungan kita adalah Tuhan!