Renungan Harian Air Hidup, edisi 15 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 86:1-17
"Tunjukkanlah kepadaku jalan-Mu, ya Tuhan, supaya aku hidup menurut kebenaran-Mu; bulatkanlah hatiku untuk takut akan nama-Mu." Mazmur 86:11
Kehidupan orang Kristen sungguh-sungguh tidak bisa dipisahkan dari
ketaatan, sebab kita harus hidup dalam kehendak Tuhan, bukan kehendak
diri sendiri. Jadi harus ada penyangkalan diri! Seringkali kita taat
asal itu menyenangkan hati dan menguntungkan kita. Bila harus berkorban
dan itu sakit bagi daging, kita akan memberontak dan menolak untuk
taat. Tuhan menghendaki kita untuk taat di dalam segala perkara, dan
selalu ada upah bagi orang-orang yang taat. Karena itu sebagai orang
percaya hendaknya kita belajar taat kepada Tuhan: memahami kehendakNya
dan melaksanakan firmanNya dengan sungguh-sungguh.
Percayalah! Ketika kita hidup dalam ketaatan kita akan memperoleh
berkat dan mengalami mujizat dari Tuhan. Ketika Raja Nebukadnezar
memerintahkan seluruh rakyatnya untuk menyembah kepada patung, Sadrakh,
Mesakh dan Abenego menolaknya dan tetap memilih untuk menyembah kepada
Tuhan yang hidup, apa pun resikonya. Raja pun menjadi sangat marah,
lalu ia memerintahkan tentaranya untuk mencampakkan ke-3 pemuda tersebut
ke dalam perapian yang menyala-nyala (dibuat tujuh kali lebih panas
dari biasanya). Matikah mereka? Alkitab menyatakan bahwa mereka tetap
hidup meski berada dalam perapian karena Tuhan menjadi pembelanya.
Mereka mengalami pertolongan Tuhan yang dahsyat dan luar biasa (baca Daniel 3:16-27).
Ketaatan membuka kesempatan bagi kita untuk mengalami dan merasakan
campur tangan Tuhan. Jangan taat hanya karena kita sedang dalam
masalah dan pergumulan yang berat, lalu ketika keadaan membaik kita
sudah tidak lagi taat kepada Tuhan; atau kita taat karena kita sungkan
kepada hamba Tuhan dan supaya dilihat dan dipuji oleh orang. Sia-sialah
ketaatan yang demikian! Biarlah ketaatan kita kepada Tuhan didasari
oleh karena kita takut akan Dia dan sangat mengasihi Dia. Ingat,
kedatangan Tuhan sudah semakin dekat! Dia datang untuk menjemput
anak-anakNya yang hidup dalam ketaatan sampai akhir.
Jika kita tidak taat, kita akan menjadi orang-orang yang tertinggal.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 14 Oktober 2012 -
Baca: Yehezkiel 11:14-25
"Aku akan memberikan mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam
batin mereka; juga Aku akan menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras
dan memberikan mereka hati yang taat," Yehezkiel 11:19
Sudah berapa lama Saudara menjadi Kristen? Sejauh ini, sudahkah kita
menjadi seorang Kristen yang taat? Ini menjadi bahan evaluasi bagi diri
kita sendiri, tidak perlu menunjuk atau menghakimi orang lain. "Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri; maka ia boleh
bermegah melihat keadaannya sendiri dan bukan melihat keadaan orang
lain." (Galatia 6:4-5). Tak henti kita kembali diingatkan betapa pentingnya ketaatan bagi orang percaya. Kata taat dalam bahasa Ibraninya adalah 'shama',
yang berarti mendengar dengan cermat, memusatkan perhatian dan
memahami. Mendengar adalah awal sebuah ketaatan. Dengan mendengar
akhirnya kita mengerti dan memahami apa yang harus kita perbuat. Dalam
Roma 10:17 dikatakan, "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus."
Adalah percuma menjadi kristen bila kita tidak hidup dalam
ketaatan, karena Tuhan tidak menghendaki kita hidup sebagai orang
Kristen yang suam-suam kuku. Kepada jemaat di Laodikia Tuhan menegur
dengan keras, "Aku tahu segala pekerjaanmu: engkau tidak dingin dan
tidak panas. Alangkah baiknya jika engkau dingin atau panas! Jadi
karena engkau suam-suam kuku, dan tidak dingin atau panas, Aku akan
memuntahkan engkau dari mulut-Ku." (Wahyu 3:15-16). Tuhan menuntut
ketaatan yang penuh dari kita. Jika kita hidup dalam ketaatan Ia akan
memberi arah yang benar dalam perjalanan hidup kita, seperti yang
dikatakan Daud, "Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada
sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa." (Mazmur 16:11).
Ketaatan juga merupakan pertanda bahwa kita mengasihi Tuhan dan memiliki hubungan yang karib dengan Dia, "Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi
Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, ia akan dikasihi oleh Bapa-Ku dan
Akupun akan mengasihi dia dan akan menyatakan diri-Ku kepadanya." (Yohanes 14:21).
Bila kita taat kita akan dikasihi oleh Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 13 Oktober 2012 -
Baca: Kolose 3:5-17
"Sabarlah kamu seorang terhadap yang lain, dan ampunilah seorang akan
yang lain apabila yang seorang menaruh dendam terhadap yang lain, sama
seperti Tuhan telah mengampuni kamu, kamu perbuat jugalah demikian." Kolose 3:13
Di zaman sekarang ini tidak mudah menemukan orang yang sabar. Banyak
orang cenderung cepat-cepat dan sembarangan dalam mengerjakan segala
sesuatu. Atau ketika dalam masalah dan pergumulan, kita sering
mendengar nasihat yang mengatakan, "Yang sabar ya." Lalu kita pun
menimpali: "Kesabaran kan ada batasnya." Sebenarnya, apa itu kesabaran?
Kesabaran adalah ketenangan hati dalam menghadapi cobaan;
kesabaran adalah lawan dari kemarahan yang tidak pada tempatnya,
kemampuan untuk menahan diri dalam menghadapi situasi-situasi sulit;
sifat tenang; tabah; tidak tergesa-gesa atau terburu nafsu. Ketika
orang lain marah, menyakiti atau berbuat jahat kepada kita, tanpa pikir
panjang kita ingin segera mendamprat atau membalasnya. Apa bedanya kita
dengan orang dunia jika demikian? Sebagai orang Kristen kita dituntut
untuk memiliki kesabarn dan saling bersabar satu sama lainnya, sebab
kesabaran adalah bagian dari kasih, dan kekristenan itu identik dengan
kasih. Tertulis: "Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong." (1 Korintus 13:4).
Di samping itu, kesabaran merupakan bagian dari buah-buah Roh yang harus terpancar dalam kehidupan orang percaya (baca Galatia 5:22-23).
Jika kita mengaku diri sebagai orang Kristen/pengikut Kristus tapi kita
tak punya kesabaran, maka kita perlu bertobat! Dengan kesabaran,
seseorang dapat melihat hal-hal yang positif di tengah kesukaran sekali
pun. Bukankah banyak orang Kristen yang tidak sabar menantikan
pertolongan dari Tuhan dan akhirnya mereka pun tidak mengalami
beerkat-berkat Tuhan? Kesabaran adalah kunci untuk sebuah hubungan
kerjasama yang baik. "Si pemarah membangkitkan pertengkaran, tetapi orang yang sabar memadamkan perbantahan."
(Amsal 15:18). Pertengkaran dan permusuhan seringkali terjadi ketika
ada pihak yang tidak sabar alias mudah tersulut emosi. Oleh karena itu
"Jika amarah penguasa menimpa engkau, janganlah meninggalkan tempatmu, karena kesabaran mencegah kesalahan-kesalahan besar." (Pengkotbah 10:4).
Sudahkah kita menjadi orang Kristen yang sabar?
Renungan Harian Air Hidup, edisi 12 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 21:1-31
"Kuda diperlengkapi untuk hari peperangan, tetapi kemenangan ada di tangan Tuhan." Amsal 21:31
Siapa itu pemenang? Seorang pemenang bukanlah orang yang tidak pernah
gagal atau orang yang sempurna tanpa cela atau juga orang yang tidak
pernah punya persoalan dalam hidupnya. Seorang pemenang adalah orang
yang pernah gagal tapi mau bangkit dan berusaha sampai ia meraih
kemenangan; orang yang penuh ketekunan dan kesabaran melewati setiap
ujian dan persoalan hidupnya tanpa keluh kesah dan persungutan, hingga
ia memperoleh apa yang dijanjikan Tuhan. Setiap anak Tuhan dirancang
bukan untuk menjadi pecundang atau mengalami kekalahan dalam hidupnya.
Tetapi Alkitab menegaskan bahwa setiap orang percaya diciptakan dan
dirancang Tuhan dengan potensi untuk menjadi pemenang, "Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita." (Roma 8:37).
Berbicara soal kemenangan dalam hidup ini menyangkut pula tentang
proses yang harus kita dijalani. Proses yang dimaksud meliputi
perjuangan, kesabaran, ketekunan, peperangan dan sebagainya. Kita bisa
belajar dari perjalanan hidup Yusuf. Ketika ia memperoleh mimpi dari
Tuhan, apakah mimpinya itu langsung menjadi kenyataan? Tidak. Bahkan
Yusuf harus mengalami proses yang begitu panjang dan berat, yang
sepertinya sangat bertolak belakang dengan mimpinya itu. Namun ia tetap
tekun, sabar dan senantiasa mengarahkan pandangannya hanya kepada
Tuhan. Kegagalan-kegagalan di masa lalu tidak menjadi ukuran bahwa
seseorang akan gagal seterusnya.
Karena itu milikilah sikap hati yang benar sehingga di segala
keadaan kita tetap bisa mengucap syukur dan senantiasa berpikiran
positif. Jangan pernah menyalahkan orang lain, tapi belajarlah untuk
selalu mengoreksi diri! Tetaplah bertekun di dalam Tuhan karena
kemenangan orang percaya ada di dalam Dia sepenuhnya. Katakan dalam
hati Saudara masing-masing, "Tuhan adalah terangku dan
keselamatanku, kepada siapakah aku harus takut? Tuhan adalah benteng
hidupku, terhadap siapakah aku harus gemetar?" (Mazmur 27:1).
"sebab Tuhan, Allahmu, Dialah yang berjalan menyertai kamu untuk
berperang bagimu melawan musuhmu, dengan maksud memberikan kemenangan
kepadamu." Ulangan 20:4
Renungan Harian Air Hidup, edisi 10 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 16:1-33
"Segala jalan orang adalah bersih menurut pandangannya sendiri, tetapi Tuhanlah yang menguji hati." Amsal 16:2
Hati adalah bagian paling dalam dari diri seseorang. Melalui 'hati'
inilah dapat dinilai keberadaan seseorang sesungguhnya karena hati tidak
bisa berbohong. Kita bisa saja bersandiwara dan mengelabui orang lain
dengan sikap dan tindakan kita, tapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh
hati. Ada tertulis: "Seperti air mencerminkan wajah, demikianlah hati manusia mencerminkan manusia itu."
(Amsal 27:19). Memang, orang lain tidak bisa mengetahui isi hati kita,
tapi Tuhan sangat mengerti secara detail apa yang terdapat dalam isi
hati kita tanpa terkecuali, karena Dia adalah Pribadi yang Mahatahu.
Itulah sebabnya Tuhan menilai hati kita terlebih dahulu sebelum Dia
melihat perbuatan atau tindakan kita.
Seberapa aktif seseorang dalam pelayanan, seberapa melimpahnya
kekayaan seseorang, seberapa tinggi jabatannya dan seberapa terkenalnya
seseorang di mata manusia, seberapa gagah dan cantiknya seseorang sama
sekali tidak akan mempengaruhi penilaian Tuhan, karena Dia melihat
hati. Pemazmur berkata, "Masakan Allah tidak akan menyelidikinya? Karena Ia mengetahui rahasia hati." (Mazmur 44:22). Oleh karena itu firmanNya dengan tegas menasihati, "Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan." (Amsal 4:23).
Begitu pula dalam hal memberi, hati juga memegang peranan yang
sangat penting. Tuhan tidak melihat berapa besar jumlah persembahan
kita atau berapa banyak yang bisa kita berikan kepada orang lain, namun
Dia melihat jauh ke dalam hati kita terlebih dahulu untuk mengetahui
motivasi kita dalam memberi. Itu sebabnya kita tidak bisa menipu dan
mengelabui Tuhan. Milikilah motivasi hati yang benar saat kita memberi,
baik itu untuk pekerjaan Tuhan maupun juga kepada saudara kita yang
membutuhkan pertolongan. Jangan pernah terbersit sedikit pun di hati
bahwa kita ini paling berjasa, misalnya dalam hal pembangunan gereja
karena sumbangan kita paling besar jumlahnya, atau kita mencari pujian
dan sanjungan dari orang lain. Pemberian atau persembahan yang
diberikan dengan tulus, sukarela dan sukacita itulah yang menyukakan
hati Tuhan.
Tuhan tidak pernah menutup mata terhadap apa yang telah kita
persembahkan untuk Dia dan sesama, berkatNya pasti dicurahkan atas kita!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 11 Oktober 2012 -
Baca: Mazmur 67:1-8
"Kiranya Allah mengasihani kita dan memberkati kita, kiranya Ia menyinari kita dengan wajah-Nya." Mazmur 67:2
Hidup yang diberkati adalah janji Tuhan bagi orang percaya dan berkat itu adalah pasti, sebab janji Tuhan adalah ya dan amin.
Meski demikian bukan berarti perjalanan hidup kita akan mulus tanpa
kerikil tajam. Dalam hal ini pemazmur hendak menyatakan bahwa meski di
tengah masalah, ujian dan tantangan yang berat sekali pun, tangan kasih
Tuhan tak pernah lelah untuk menopang kita dan penyertaanNya tidak
pernah berubah. Dikatakan, "Tuhan menetapkan langkah-langkah orang
yang hidupnya berkenan kepada-Nya; apabila ia jatuh, tidaklah sampai
tergeletak, sebab TUHAN menopang tangannya. Dahulu aku muda, sekarang
telah menjadi tua, tetapi tidak pernah kulihat
orang benar ditinggalkan, atau anak cucunya meminta-minta roti;"
(Mazmur 37:23-24). Ini adalah bukti bahwa Tuhan tidak akan pernah
meninggalkan orang-orang yang senantiasa berharap kepadaNya, bahkan
sampai kepada anak cucunya (keturunannya).
Sepatutnya kita bersyukur memiliki Tuhan yang hidup yang senantiasa
memperhatikan dan mengasihi kita, bahkan menyinari kita dengan
wajahNya. Oleh karena itu kita tidak perlu takut menghadapi apa pun
juga asal kita tetap hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Hidup dalam
kehendak Tuhan berarti tidak mengandalkan kekuatan sendiri, tapi
berjalan menurut pimpinan Tuhan. "Percayalah kepada TUHAN dengan
segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
Janganlah engkau menganggap dirimu sendiri bijak, takutlah akan TUHAN
dan jauhilah kejahatan;" (Amsal 3:5-7). Hidup dalam kehendak Tuhan
juga berarti harus menundukkan diri kepadaNya. Alkitab menyatakan jika
kita punya penundukan diri, Tuhan akan mengangkat kita dan memberkati
kita.
Ingat, berkat Tuhan itu tidak terpengaruh sikon (situasi/kondisi);
bukan ketika kondisi lagi baik lalu Tuhan memberkati kita, sedangkan
ketika situasi sedang buruk Dia tidak memberkati kita.
Di segala keadaan Tuhan sanggup memberkati dan mencukupkan segala
yang kita perlukan; berkatNya selalu tersedia bagi kita kapan pun!
Mari imani itu.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 9 Oktober 2012 -
Baca: Amsal 28:1-28
"Siapa memberi kepada orang miskin tak akan berkekurangan, tetapi orang yang menutup matanya akan sangat dikutuki." Amsal 28:27
Selain memberi kepada Tuhan, Ia juga memerintahkan kita untuk memberi kepada sesama kita, "Janganlah
kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita
akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Karena itu, selama masih
ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat
baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita
seiman." (Galatia 6:9-10). Pelaksanaan dari berbuat baik adalah
dengan membantu sesama kita, terutama saudara seiman yang hidup dalam
kekurangan dengan menggunakan uang atau harta kita.
Apa tujuan kita diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada saudara kita yang berada dalam kekurangan? "Sebab
kamu dibebani bukanlah supaya orang-orang lain mendapat keringanan,
tetapi supaya ada keseimbangan. Maka hendaklah sekarang ini kelebihan
kamu mencukupkan kekurangan
mereka, agar kelebihan mereka kemudian mencukupkan kekurangan kamu,
supaya ada keseimbangan." (2 Korintus 8:13-14). Setiap orang pasti
punya kelemahan dan juga kekuatan masing-masing dan Tuhan menciptakan
kondisi seperti ini supaya umat Tuhan saling membutuhkan, melengkapi,
mengasihi, memperhatikan, bekerja sama dan tolong-menolong satu sama
lain. Bila seseorang merasa bisa hidup sendiri, ia akan merasa bahwa
dirinya tidak butuh orang lain atau sesamanya. Hal ini akan membuat ia
menjadi egois dan pelit. Jadi tujuan Tuhan memberkati kita bukan untuk
kita nikmati sendiri, tapi Dia menghendaki agar kita menjadi saluran
berkat bagi orang lain. Kita yang punya berkat lebih diharuskan
membagikannya kepada sesama kita yang butuh pertolongan. Demikian pula
sebaliknya, orang lain juga akan mencukupkan apa yang menjadi kekurangan
kita. Inilah yang disebut dengan keseimbangan.
Seringkali memberi adalah perkara yang sulit dilakukan oleh banyak
orang Kristen. Kita mau menabur tapi masih melihat situasi dan kondisi,
masih pikir-pikir. Sampai kapan? Kalau seperti itu, kita tidak akan
pernah menabur dan tidak akan pernah menuai! Hari ini Tuhan ingatkan:
apa yang ada di tanganmu harus ditabur!
Jangan menunggu-nunggu waktu untuk memberi!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 8 Oktober 2012 -
Baca: Pengkotbah 11:1-8
"Siapa senantiasa memperhatikan angin tidak akan menabur; dan siapa senantiasa melihat awan tidak akan menuai." Pengkotbah 11:4
Ada tertulis: "Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya."
(Yohanes 15:13). Ini adalah bukti nyata bahwa Tuhan telah terlebih
dahulu mengasihi kita, bahkan Dia rela mengorbankan nyawaNya untuk
menebus dosa-dosa kita.
Mengorbankan nyawa atau memberikan hidupNya adalah ekspresi kasih
Tuhan kepada kita. Lalu, apa yang harus kita lakukan untuk membalas
kasih Tuhan ini? Wujud dari kasih kita kepada Tuhan adalah taat
melakukan semua yang diperintahkan Tuhan. Ada pun salah satu perintah
Tuhan yang harus kita taati adalah keharusan untuk memberikan
persembahan, baik itu kepada Tuhan dan juga sesama. Inilah perintah
Tuhan: "Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan,
yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam
ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu." (Lukas 6:38). Kalau kita sungguh-sungguh mengasihi
Tuhan, kita akan melakukan perintah ini dengan sukacita dan penuh
kerelaan hati.
Perintah untuk memberi dan memuliakan Tuhan dengan harta yang kita miliki juga disampaikan Salomo: "Muliakanlah
Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala
penghasilanmu, maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai
melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah
anggurnya." (Amsal 3:9-10). Ayat ini jelas menunjukkan bahwa Tuhan
juga ingin dimuliakan dengan harta kita. Tuhan ingin melatih kita untuk
memberikan sesuatu terlebih dahulu kepadaNya sebelum kita menerima
sesuatu dari Tuhan. Itulah sebabnya Tuhan akan menyediakan segala
sesuatu yang kita perlukan agar kita mampu memberi persembahan.
Tertulis: "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga
yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan
menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." (2 Korintus 9:10).
Sesungguhnya Tuhan tidak memberlukan uang atau harta kita karena Dia
punya segala-galanya, Ia hanya ingin melatih sejauh mana kita punya
kemauan dan kerelaan untuk memberi.
Renungan Harian Air Hidup, edisi 7 Oktober 2012 -
Baca: 2 Tawarikh 7:11-22
"dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku
akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta memulihkan
negeri mereka." 2 Tawarikh 7:14
Kalau kita baca dalam 2 Tawarikh 6:12-42, perikopnya adalah "Doa Salomo".
Ini adalah doa yang disampaikan Salomo pada waktu pentahbisan Bait
Suci, di mana doa Salomo ini tertulis sebanyak 30 ayat. Dikatakannya, "Maka berpalinglah kepada doa dan permohonan hamba-Mu ini, ya Tuhan
Allahku, dengarkanlah seruan dan doa yang hamba-Mu panjatkan di
hadapan-Mu ini! Kiranya mata-Mu terbuka terhadap rumah ini, siang dan malam, terhadap
tempat yang Kaukatakan akan menjadi kediaman nama-Mu-dengarkanlah doa
yang hamba-Mu panjatkan di tempat ini." (2 Tawarikh 6:19-20). Ini
menunjukkan bahwa doa menjadi bagian terpenting dalam Bait Suci Salomo
selain persembahan dan puji-pujian. Setelah Salomo selesai berdoa,
terjadi lawatan Tuhan secara dahsyat, "...api pun turun dari langit
memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu, dan
kemuliaan Tuhan memenuhi rumah itu." (2 Tawarikh 7:1).
Bagi orang percaya doa adalah nafas hidup, maka dari itu doa adalah
suatu hal yang harus dikerjakan dan harus menjadi gaya hidup kita.
Sebagaimana Bait Suci Salomo menjadi rumah doa, kehidupan orang percaya
pun dituntut untuk menjadi rumah doa. Ada tertulis, "Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?"
(1 Korintus 3:16). Kata 'rumah atau bait Allah' di sini tidak
berbicara tentang gedung atau bangunan secara fisik, tapi gambaran dari
umat Tuhan itu sendiri atau keberadaan orang percaya. Dan Tuhan
menghendaki agar kita menjadi 'rumah doa' (baca Lukas 19:46).
Orang Kristen yang disebut sebagai rumah doa adalah orang Kristen yang
kesukaannya berdoa, memuji dan menyembah Tuhan; seorang yang memiliki
hubungan yang karib dengan Tuhan setiap waktu.
Punya hubungan yang karib dengan Tuhan berarti bukan hanya
berbicara kepada Tuhan, tetapi kita juga harus bisa mendengar suara
Tuhan.
Jika kita sudah menjadi 'rumah doa', kita pasti akan mengalami
penggenapan janji-janji Tuhan sebagaimana Salomo mengalami lawatan
Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 6 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Aku bersaksi, bahwa mereka telah memberikan menurut kemampuan mereka, bahkan melampaui kemampuan mereka." 2 Korintus 8:3
Tuhan menghendaki kita tetap kuat dan senantiasa bersyukur meski di
tengah pencobaan seperti jemaat Makedonia. Itu yang disebut proses.
Kita harus menyadari bahwa setiap orang percaya pasti akan mengalami
proses pembentukan dari Tuhan. "Karena Ia tahu jalan hidupku; seandainya Ia menguji aku, aku akan timbul seperti emas."
(Ayub 23:10). Proses dari Tuhan selalu bertujuan untuk membentuk dan
memurnikan kita, sebab itu jangan memberontak ketika kita sedang dalam
prosesNya.
Tidak hanya bersukacita di tengah kesesakan, jemaat Makedonia
adalah jemaat yang juga suka memberi. Meskipun mereka miskin, namun
kaya dalam kemurahan. Kemurahan seseorang tidak diukur oleh besarnya
jumlah yang ia berikan/persembahkan tapi pada motivasi saat ia memberi.
Ayat nas menyatakan bahwa mereka bahkan memberi melampaui kemampuan
yang ada. Bagi mereka, memberi bukanlah suatu beban atau keterpaksaan,
tapi sebagai suatu kesempatan. Luar biasa! Tidak sedikit orang Kristen
yang pelit dan selalu hitung-hitungan bila ingin memberi; ada juga
yang memberi karena terpaksa atau punya motivasi terselubung; ingin
dipuji atau untuk menunjukkan kalau dirinya mampu. Rasul Paulus
menasihati, "Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan
dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita." (2 Korintus 9:7). Jika kita memberi,
kita harus melakukannya dengan rela hati; tanpa kerelaan, kita akan
cenderung menunda-nunda waktu untuk memberi dan akhirnya kita
mengurungkan niat untuk memberi.
Inilah kasih yang sesungguhnya! Tanda seseorang memiliki kasih
adalah memberi. Kasih tidak perlu digembar-gemborkan melalui ucapan,
tapi harus dibuktikan dengan perbuatan. Suka memberi haruslah menjadi
karakter hidup orang Kristen! Apa pun keadaan kita marilah kita belajar
untuk memberi. Mungkin ada yang yang berkata, "Jangankan memberi,
untuk diri sendiri saja tidak cukup!" Perhatikan ayat ini: "Ada
yang menyebar harta, tetapi bertambah kaya, ada yang menghemat secara
luar biasa, namun selalu berkekurangan. Siapa banyak memberi berkat,
diberi kelimpahan," (Amsal 11:24-25a).
Walau miskin, jemaat Makedonia kaya dalam kemurahan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 5 Oktober 2012 -
Baca: 2 Korintus 8:1-15
"Selagi dicobai dengan berat dalam pelbagai penderitaan, sukacita mereka
meluap dan meskipun mereka sangat miskin, namun mereka kaya dalam
kemurahan." 2 Korintus 8:2
Tugas dan tanggung jawab gereja Tuhan di tengah-tengah dunia tidaklah
mudah, harus berdampak dan menjadi berkat bagi dunia. Hari ini kita
akan belajar dari kehidupan jemaat di Makedonia. Alkitab memberitahukan
kepada kita bahwa jemaat Makedonia bukanlah orang-orang yang kaya
(berada), tetapi mereka adalah orang-orang yang secara materi sangat
pas-pasan (miskin), bahkan ayat nas menyatakan pula bahwa jemaat
Makedonia juga sedang dalam pencobaan yang berat: keadaan mereka
miskin, dan sedang berada dalam 'ujian'.
Adalah pekerjaan mudah bagi kita untuk bersukacita dan memuji-muji
Tuhan ketika keadaan kita sedang baik, tidak ada masalah, kondisi sehat
(tidak sakit), usaha lancar, anak-anak berhasil dalam studi dan
sebagainya. Sebaliknya jika sedang dalam masalah dan pergumulan yang
berat, terbaring lemah karena sakit, kita gampang mengeluh, mengomel,
bersungut-sungut, murung sepanjang hari dan putus asa, rasa-rasanya kita
sudah tidak berpengharapan lagi. Lalu kita mungkin akan berkata, "Allahku,
Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku berseru, tetapi Engkau
tetap jauh dan tidak menolong aku. Allahku, aku berseru-seru pada waktu
siang, tetapi Engkau tidak menjawab, dan pada waktu malam, tetapi tidak
juga aku tenang." (Mazmur 22:2-3). Berbeda dengan jemaat
Makedonia. Walaupun berada dalam pencobaan dan penderitaan yang berat
mereka tetap mampu bersukacita, bahkan sukacita mereka meluap.
Bagaimana mungkin? Karena mereka percaya bahwa "...Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan
bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai
dengan rencana Allah." (Roma 8:28).
Tetapi bisa mengucap syukur di segala keadaan membuktikan bahwa
jemaat Makedonia bukanlah jemaat 'kanak-kanak' melainkan jemaat yang
dewasa rohani. Mampukah kita seperti mereka? Rasul Paulus menasihati,
"Mengucap syukurlah dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu." (1 Tesalonika 5:18).
Belajarlah mengucap syukur dan berhentilah untuk mengeluh, karena dalam segala perkara Tuhan turut bekerja!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 4 Oktober 2012 -
Baca: Efesus 4:1-16
"Dari pada-Nyalah seluruh tubuh, --yang rapih tersusun dan diikat menjadi
satu oleh pelayanan semua bagiannya, sesuai dengan kadar pekerjaan
tiap-tiap anggota--menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam
kasih." Efesus 4:16
Untuk bisa menjadi gereja yang berdampak dan menjadi idaman jemaat
Tuhan, kita dapat belajar dan meneladani cara hidup jemaat Tuhan
mula-mula, di antaranya adalah: Pertama, adanya persekutuan jemaat (baca Kisah 2:42). Kata 'persekutuan' dalam bahasa Yunani adalah 'koinonia',
yang bisa diartikan: hubungan yang akrab dan intim. Meski terdiri
dari anggota jemaat yang memiliki latar belakang berbeda-beda, namun
sebagai sesama anggota tubuh Kristus kita adalah satu. Jadi tidak ada
lagi jemaat yang merasa dianaktirikan atau kurang diperhatikan, apalagi
sampai terjadi konflik, perselisihan atau perpecahan di antara jemaat
Tuhan. Tertulis: "Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan pendatang, melainkan kawan
sewarga dari orang-orang kudus dan anggota-anggota keluarga Allah," (Efesus 2:19). Kita harus saling mengasihi dan juga "Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!"
(Galatia 6:2a). Gereja bisa saja berbeda 'merk', visi dan misi, atau
juga karunia-karunia rohaninya, tetapi yang perlu digarisbawahi adalah
bahwa kita satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan Roh kudus.
Kedua, jemaatnya senantiasa bertekun dalam pengajaran (baca Kisah 2:42).
Gereja yang benar adalah gereja yang kehidupan rohaninya dibangun
dengan pengajaran firman Tuhan, bukan karena ambisi pribadi hamba
Tuhan. Kebenaran firman Tuhan harus menjadi yang terutama karena jemaat
akan bertumbuh oleh karena pendengarannya akan firman Tuhan (baca Roma 10:17). Mengapa begitu penting? Karena, "Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar,
untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk
mendidik orang dalam kebenaran." (2 Timotius 3:16).
Banyak di antara kita yang malas dan ogah-ogahan bila dihimbau
untuk datang ke ibadah pendalaman Alkitab. Bagaimana iman kita bisa
bertumbuh bila kita tidak suka dan tidak mau belajar tentang firman
Tuhan?
Gereja yang setiap anggota jemaatnya bersatu dan senantiasa menyukai
firman Tuhan pasti akan tampil 'beda' dan membawa kemuliaan bagi nama
Tuhan!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 3 Oktober 2012 -
Baca: Kisah Para Rasul 2:41-47
"Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan
mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa." Kisah 2:42
Menurut pendapat Saudara, gereja yang bagaimanakah yang patut disebut
sebagai gereja impian atau idaman bagi orang Kristen? Mungkin banyak di
antara kita yang akan menjawab bahwa gereja impian dan berdampak
adalah: gereja yang digembalakan oleh hamba Tuhan terkenal dengan gelar
dari sekolah teologia luar negeri, memiliki gedung yang besar dengan
kapasitas ribuan jemaat, berada di kawasan yang strategis dan anggota
jemaatnya dari kalangan menengah ke atas sehingga jumlah uang
persembahan yang dihasilkan di tiap-tiap session ibadah bisa
ratusan juta rupiah dan sebagainya. Itu adalah menurut penilaian atau
kriteria manusia. Sah-sah saja; siapa yang tidak bangga punya gereja
atau jemaat yang demikian?
Adalah wajar jika kita seringkali salah dalam menilai dan mengukur
keberadaan gereja. Namun ketahuilah bahwa ukuran ideal sebuah gereja
sangat ditentukan oleh kebenaran firman tuhan sebagai landasan utama,
dan kualitas jemaatnya bukan berdasarkan pada apa yang terlihat secara
kasat mata. Kualitas jemaat berbicara tentang karakter jemaat.
Sudahkah setiap jemaat mengalami pertumbuhan rohani atau telah mencapai
kedewasaan iman, seperti yang disampaikan Rasul Paulus kepada jemaat di
Efesus? "sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang
benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang
sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh
rupa-rupa angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan
mereka yang menyesatkan, tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita
bertumbuh di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala." (Efesus 4:13-15).
Keberadaan gereja Tuhan harus benar-benar menjadi berkat bagi
jiwa-jiwa yang dilayani sehingga tidak ada lagi istilah 'Kristen
jalan-jalan' atau orang Kristen yang berpindah-pindah gereja karena
merasa tidak cocok dengan gereja tertentu. Tidak hanya itu, gereja juga
harus memberi dampak yang baik di tengah-tengah dunia ini, bukan
menjadi batu sandungan, melainkan mampu menjadi kesaksian bagi
orang-orang yang belum percaya kepada Kristus! (Bersambung)
Renungan Harian Air Hidup, edisi 2 Oktober 2012 -
Baca: Roma 6:1-14
"Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya." Roma 6:12
Dalam suratnya, Petrus menyatakan, "Sebab kamu tahu, bahwa kamu
telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia
yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana,
bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal,
yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda
dan tak bercacat." (1 Petrus 1:18-19). Oleh karena kita telah
ditebus oleh darah Kristus, maka kita harus menyerahkan keinginan tubuh
kita kepada pimpinan Roh Tuhan.
Mempersembahkan tubuh untuk Tuhan juga berarti menaklukkan pikiran kita kepada pikiran Kristus (baca 2 Korintus 10:5b).
Kita tahu bahwa pikiran adalah medan peperangan bagi semua orang, dan
Iblis selalu menyerang pikiran kita dengan hal-hal yang negatif agar
kita terjatuh dalam dosa. Itulah sebabnya kita harus berhati-hati
dengan apa yang kita pikirkan karena akan sangat menentukan sikap dan
tindakan kita. Bila kita berpikiran positif, secara otomatis sikap dan
tindakan kita pun akan menjadi positif. Itulah sebabnya Tuhan
menghendaki hal ini: "...berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan
manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan
yang sempurna." (Roma 12:2). Pola pikir kita juga harus berubah:
dari yang negatif kepada pola pikir yang positif (benar). Perubahan
pola pikir inilah yang dalam bahasa Yunani disebut 'metanoia'. Dalam hal ini Rasul Paulus juga menegaskan agar pikiran kita senantiasa dipenuhi oleh hal-hal yang positif dan benar, "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia,
semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap
didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah
semuanya itu." (Filipi 4:8).
Jika pola pikir kita sudah dibaharui oleh firman Tuhan kita akan
semakin mengerti apa yang menjadi kehendak Tuhan atas hidup kita. Dan
hal ini akan terefleksi melalui perbuatan/tindakan kita sehari-hari,
karena itu kita sudah tahu mana yang harus dikerjakan dan mana yang
tidak boleh dilakukan.
Bangun terus keintiman dengan Tuhan setiap hari sehingga kita akan memiliki kehidupan yang semakin selaras dengan kehendakNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 1 Oktober 2012 -
Baca: Roma 12:1-8
"Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak
Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna." Roma 12:2
Tiada terasa waktu berlalu begitu cepatnya, kita sudah sampai di hari
pertama bulan Oktober 2012. Sudahkah kita menjadi seorang Kristen yang
'berbeda' dari dunia ini dan menjadi kesaksian bagi orang-orang di
sekitar kita? Berbeda dari dunia bukan berarti harus mengasingkan diri
atau memusuhi orang-orang dunia. Justru sebaliknya kita harus berbaur
dengan mereka tetapi dengan kehidupan (perilaku) yang berbeda, sehingga
hidup kita menjadi buah bibir yang positif.
Yang dikehendaki Tuhan atas kita sebagai orang percaya adalah tidak
menjadi serupa dengan dunia ini. Tidak serupa dalam hal apa? Kalau
orang-orang dunia menyerahkan tubuhnya untuk memuaskan hawa nafsu atau
keinginan dagingnya, maka kita tidak diperkenan melakukan hal yang
serupa, karena tubuh kita adalah milik Tuhan, "Atau tidak tahukah
kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, -dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20), "Jika ada orang yang membinasakan bait Allah, maka Allah akan
membinasakan dia. Sebab bait Allah adalah kudus dan bait Allah itu ialah
kamu." (1 Korintus 3:17). Jadi kita harus mempersembahkan tubuh
kita untuk hormat dan kemuliaan nama Tuhan, bukan untuk kesenangan
daging kita; itulah yang disebut dengan ibadah yang sejati.
Ibadah yang sejati tidak berbicara tentang 'jam terbang' kita dalam
pelayanan, keaktivan kita dalam ibadah atau besarnya jumlah persembahan
yang kita bawa ke rumah Tuhan, tapi berbicara tentang mempersembahkan
tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, kudus dan yang berkenan
kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh kepada Tuhan berarti memisahkan
atau mengkhususkan tubuh kita ini hanya untuk Tuhan semata, bukan untuk
perkara-perkara duniawi.
Karena itu Alkitab menegaskan, "Keluarlah kamu dari antara mereka, dan pisahkanlah dirimu dari mereka,
firman Tuhan, dan janganlah menjamah apa yang najis, maka Aku akan
menerima kamu." (2 Korintus 6:17).
Renungan Harian Air Hidup, edisi 30 September 2012 -
Baca: 1 Petrus 2:11-17
"Hiduplah sebagai orang merdeka dan bukan seperti mereka yang
menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk menyelubungi kejahatan-kejahatan
mereka, tetapi hiduplah sebagai hamba Allah." 1 Petrus 2:16
Sebagai orang yang telah dimerdekakan dari dosa, kita benar-benar dituntut hidup benar sebagai manusia baru sebab "...siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang."
(2 Korintus 5:17). Artinya kita tidak lagi hidup menurut keinginan
daging tetapi tunduk kepada pimpinan Roh Kudus. Itulah sebabnya paulus
menasihati agar kita tidak menyalahgunakan kemerdekaan itu untuk
menyelubungi kejahatan-kejahatan yang ada (ayat nas).
Karena kita telah dimerdekakan dalam Kristus, secara otomatis tubuh
kita bukan lagi menjadi milik kita sendiri, melainkan milik Kristus
sepenuhnya. "Atau tidak tahukah kamu, bahwa tubuhmu adalah bait Roh
Kudus yang diam
di dalam kamu, Roh Kudus yang kamu peroleh dari Allah, - dan bahwa kamu
bukan milik kamu sendiri? Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah
lunas dibayar: Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu!" (1 Korintus 6:19-20). Inilah pernyataan Rasul Paulus, "Sebab
aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup
untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup,
tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup
di dalam aku." (Galatia 2:19b-20a). Oleh karena itu kita harus
meresponsnya dengan mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang
hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Tuhan (baca Roma 12:1). Sudahkah kita mempersembahkan hidup kita untuk Tuhan?
Dalam Matius 20:28 dikatakan, "...Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan
untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang."
Tuhan Yesus telah meninggalkan teladan hidup yang luar biasa melalui
pelayananNya, maka sudah seharusnya kita pun meneladani Dia yaitu
melayani Tuhan dan juga sesama. Rasul Paulus berpesan, "...hiduplah sebagai hamba Allah." Tuhan Yesus adalah Tuan kita, sedangkan kita adalah hambaNya dan tugas seorang hamba adalah melayani, bukan minta dilayani.
Selagi ada kesempatan mari melayani Tuhan dengan penuh kesetiaan dan dedikasi karena kita telah dimerdekakanNya!
Renungan Harian Air Hidup, edisi 29 September 2012 -
Baca: Galatia 5:1-15
"Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi
janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk
kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh
kasih." Galatia 5:13
Sebagai orang Kristen atau pengikut Kristus kita dituntut memiliki
kehidupan yang berbeda dari orang-orang di luar Tuhan, karena status
kita adalah orang-orang percaya. Sedangkan orang-orang di luar Tuhan
tidak disebut sebagai orang percaya. Apakah orang percaya hidup setali tiga uang
dengan orang tidak percaya? Tentu tidak. Karena itu kita harus
mempertanggungjawabkan 'status' istimewa ini. Akankah kita menjadi
orang Kristen yang biasa-biasa saja dan menjalani hidup ala kadarnya
tanpa menyadari untuk apa kita dipanggil sebagai orang percaya?
Rasul Paulus menegaskan bahwa kita ini adalah orang-orang yang merdeka, karena "...Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan."
(Galatia 5:1). Tuhan Yesus telah mengorbankan nyawaNya di atas kayu
salib demi menebus dosa-dosa kita. Melalui pengorbanNya kita
diselamatkan, dilepaskan dari segala kutuk dosa dan bukan lagi menjadi
hamba dosa, "Kamu telah dimerdekakan dari dosa dan menjadi hamba kebenaran." (Roma 6:18). Jadi ayat nas di atas jelas menyatakan bahwa kita dipanggil untuk merdeka.
Apa arti merdeka? Merdeka berarti bebas dari perhambaan,
penjajahan; terbebas dari tuntutan; tidak terikat atau tidak
bergantung kepada orang atau pihak lain. Berarti tidak terbelenggu oleh
segala sesuatu yang menghamba atau memperbudak. Dalam kata merdeka terkandung dua pengertian, yaitu merdeka secara de jure (hukum) dan merdeka secara de facto (nyata). Contohnya adalah keberadaan negara kita ini yang secara de jure telah merdeka pada 17 Agustus 1945, tetapi secara de facto
(kenyataannya) masyarakat Indonesia belum benar-benar merdeka, masih
terjajah secara ekonomi sehingga jurang pemisah antara si kaya dan si
miskin kian dalam, ketidakadilan di bidang hukum juga masih terjadi.
Pada saat seseorang percaya kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat pribadi, secara de jure ia sudah dimerdekakan dari dosa. Tapi secara de facto masih banyak orang percaya yang belum merdeka, masih saja terikat oleh berbagai macam keinginan daging. (Bersambung).